Ada keraguan saat menghampirinya, namun kuangkat kakiku dengan pasti untuk mendekat.
"Dion!" Aku hanya memanggil namanya, berharap langsung mendapat jawaban.
Dion masih terdiam cukup lama, hampir aku memanggil namanya lagi, namun ia sudah lebih dulu berucap. "Gue lagi pengen sendiri, Bi!" Kali ini nadanya lebih lembut dibandingkan saat di dalam warnet.
"Ya udah gue ga ajak Lo ngobrol. Tapi gue tetep di sini."
Dion berbalik badan dan menghadap ke arahku. "Sorry tadi gue kasar ke Lo di dalem." Permintaan maaf terdengar tulus keluar dari mulutnya.
Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
Jujur aku lebih khawatir tentangnya dari pada masalah ia membentak ku tadi.
Sedikit berfikir, ku beranikan diri untuk bertanya padanya, "Dion, dari mana Lo tau gue punya pacar?" Aku menelan saliva ku dengan berat.
Apa Dion marah karena aku tidak memberi kabar tentang hubunganku? Atau zezen bohong dengan memberi tahu pada Dion tentang hubungan kami? Aku memikirkan banyak kemungkinan yang akan Dion ucapan.
Senyuman terpaksa terukir di wajah Dion, "Gue liat Lo sama Zezen di kafe pegangan tangan!"
Sekali lagi ucapannya membuat detak jantung ku bergerak begitu cepat. Bagaimana bisa Dion melihat nya? Sedang apa ia berada di kafe itu?
Banyak sekali pertanyaan yang tak bisa terungkap dalam pikiranku.
"Semoga Lo bahagia ya sama Zezen. Dia sahabat gue dari kecil, jangan di sakitin." Senyuman kembali ia berikan di akhir ucapannya kemudian beranjak meninggalkan ku.
"Dion, wait!" Aku menahan langkahnya dengan memegangi tangan yang tengah ia masukkan kedalam saku celana.
Tanpa menunggu reaksi lebih dari Dion, langsung saja ku tanyakan sesuatu yang membuatku bertanya-tanya, "Lo kenapa marah? Lo ga suka Zezen dapet pacar kaya gue?"
Dion membalikkan badan berbarengan dengan aku yang melepaskan genggaman pada lengannya. Kali ini senyuman manis yang ia berikan, namun aku tau, ini bukan senyuman iklas yang biasa ia berikan.
"Gue ga marah Vinoleta! Gue seneng kok."
Hatiku kembali berdebar ketika Dion mengucapkan nama tengahku dan tangan kanannya mengusap-usap kepala ku dengan lembut.
"Maaf ya kalo tadi gue kasar ke Lo. Gue capek main game soalnya. Laper juga." Lanjutnya dan kini tangannya memindahkan poni rambutku yang panjang ke belakang telinga.
"Gue bakal putusin Zezen kalo Lo ga suka gue pacaran sama dia!" Ucapku dengan mantap.
"Sstt!" Jari telunjuknya menyentuh bibirku memberi isyarat, "Lo ga boleh lakuin itu. Zezen sahabat gue, Lo tau itu. Kalo Lo seenaknya sama dia, gue ga mau lagi sahabatan sama Lo" jelasnya yang membuat ku merutuki kebodohan yang sudah ku lakukan.
mataku terasa panas, seakan ingin mengeluarkan cairan bening dari mataku.
Harusnya dari awal memang aku tidak boleh menerima tawaran Zezen. Aku merasa jahat pada Dion karena hampir mempermainkan dua perasaan yang tidak bersalah.
"Ya udah Lo pulang ya! Gue mau main game lagi."
"Dion, berenti main game ya. Kasian mata Lo pasti capek liat layar monitor terus. Lu butuh istirahat." Pintaku berharap kali ini ia nurut akan perintahku.
Sebenarnya sudah hal biasa untuk Dion bermain game dari matahari terbit sampai terbenam. Namun kali ini, aku sudah sadar dari awal bahwa matanya sudah lelah. Lingkaran hitam di bawah matanya memperjelas bahwa ia butuh istirahat.
"Kasian Kris, dia masih pengen main!"
"Eetss, sorry bro gue ganggu kalian berdua. Tapi gue laper, butuh asupan." Tiba-tiba saja Kris muncul dari balik pintu. Tidak perlu bertanya, sudah pasti ia nguping sedari awal aku menyusul Dion.
"Nah mending Lo main bareng Bian aja, Di!" Lanjut Kris sembari menaik turunkan alisnya.
Mendapat pelototan dari Dion, sontak cengiran jahil muncul dari wajahnya, "gue pulang! BYEE...!!!" teriaknya sembari menutup pintu yang langsung di kejar oleh Dion.
Rupanya pintu terkunci dari dalam yang sudah pasti adalah ulah Kris. Aku tertawa kecil melihat tingkah kedua sahabatku.
Tidak lama, pemilik warnet membukakan pintu untuk kami. Rupanya Kris sudah pergi sebelum pintu dibukakan.
Aku meminta Dion untuk pulang dan beristirahat. Untungnya ia nurut dan ku antar ia karena dion tidak membawa motor.
~~~
Hallo...
Cukup panjang ya flashback kali ini
Gimana menurut kalian? Kenapa si Dion marah? Kasih opini kalian yaaa
Sampai jumpa di next chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
REGRET
Short StoryRasa rindu, kecewa, penyesalan, sakit terasa jadi satu. Ingin memeluk adalah satu-satunya yang Bian pikirkan ketika ia terus memandangi Dion dari jauh. "Andai dulu gue ga bodoh! Pasti wanita yang Lo gandeng sekarang di sana, itu gue." Bian menggerut...