4. Pain

151 98 519
                                    

"Kesalahan terbesarku adalah terlalu berharap padanya." Alletha Anatasia_

•••

Sesuai janjinya beberapa hari lalu, Bintang pergi bersama Alletha. Sepanjang jalan Alletha hanya diam, dia selalu memikirkan apa yang diinginkannya.

"Nggak biasa lu diam kayak gini. Kenapa? Lu sakit, Tha?" Tanya Bintang.

"Nggak. Aku pengen makan aja,"

"Di mana?"

"Terserah. Yang penting makanannya enak-enak.."

"Ok."

Mobil Bintang berhenti di parkiran sebuah restoran. Bintang memilih untuk makan bersama di salah satu restoran seafood yang jaraknya tak jauh dari rumah Alletha.

"Bintang, aku pengen cerita. Kamu dengerin, ya." Pinta Alletha merasa bosan menunggu makanan datang.

Namun, Bintang diam tak menyahut. Dia fokus dengan ponselnya, apa lagi jika bukan bermain game. Alletha pun memilih terus berbicara saja. Ia yakin pasti Bintang mendengarkannya, walaupun kedua matanya tak menatap Alletha.

"Udah lama banget aku pengen boneka gurita, tapi, nggak dibeliin sama Mama. Katanya Alletha udah gede, nggak usah main boneka lagi. Padahal kan, bonekanya lucu..." katanya mulai bercerita.

"Terus, pas aku cerita ke Mama kalo Bintang yang ajarin aku soal fisika sampai dapet nilai seratus, Mama hanya diem. Kenapa ya? Apa aku bikin salah? Seharusnya kan Mama seneng." Lanjutnya memasang wajah cemberut.

"Terus, beberapa hari lalu waktu aku ke makam Papa ada yang aneh. Makam Papa bers..."
Alletha terpaksa menghentikan ucapannya karena sebuah jari telunjuk tiba-tiba menempel di bibirnya. Alletha menatap Bintang dengan perasaan gugup. Alletha menangkap jelas bagaimana kedua mata Bintang menyorot dirinya dengan lekat.

"Alletha Anatasia, diem." Perintah Bintang.

Alletha menganggukkan kepala menurut, ia tak bisa menahan kedua bibirnya untuk tidak terangkat. "Iya."

Tak lama kemudian, makanan yang mereka pesan datang. Mereka berdua pun segera menghabiskannya lalu memilih untuk pulang.

Di dalam mobil hanya terdengar suara Alletha yang sedari tadi terus berbicara, sedangkan Bintang hanya menanggapinya dengan berkata singkat, seperti 'oh'.

"Apa biasanya yang disukai cewek selain coklat dan bunga?" Tanyanya tiba-tiba.

"Tergantung ceweknya." Alletha menjawab dengan suara pelan.

Bintang mengangguk.

"Memangnya kamu mau kasih ke siapa?" Tanya Alletha penasaran.

Bintang tersenyum. "Ada pokoknya." Kemudian dia kembali menatap Alletha. "Lu nggak suka sama gue kan?"

Pertanyaannya itu membuat Alletha terdiam. Aku harus jawab apa? Batinnya.

Dengan yakin, Alletha menggeleng cepat. "Nggak lah."

"Bagus." Jawaban yang singkat dan jelas.

Alletha mematung. Pandangannya yang tadi menatap Bintang kini beralih menatap lurus ke depan.

"Gue juga terlanjur anggap lu adek." Lanjutnya tidak dibalas oleh Alletha.

"Kenapa diem?"

"Nggak apa-apa.." balas Alletha mencoba menahan air matanya.

Inikah yang namanya sakit hati? Baru saja Alletha dibahagiakan karena permintaannya yang dituruti oleh Bintang, dan sekarang jatuh sejatuh-jatuhnya karena orang yang ia suka selama ini hanya menganggapnya seorang adik.

•••

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang