Bagian 7 📸

1.5K 55 0
                                    

7. Arkan Menyebalkan!

 Arkan Menyebalkan!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


✨✨✨

"Zaman sekarang, fotografi sangat digemari oleh masyarakat, apalagi kalangan anak muda seperti kalian. Bermodal kamera dan keterampilan, kalian bisa menghasilkan suatu foto yang bagus. Belum lagi jika kita sudah menjadi fotografer yang handal, satu foto yang kita ambil bisa bernilai tinggi..."

Suara Pak Damar terdengar jelas di ruangan itu. Pandangannya menelusuri setiap wajah anak-anak yang duduk di sana, termasuk Arkan yang duduk di belakang.

Di saat yang sama, Arkan asyik dengan ponselnya, tangannya bergerak cepat mengendalikan karakter di layar sambil menyembunyikan gadget itu di bawah meja. Ruangan itu agak sepi selain suara Pak Damar, sehingga setiap gerakan kecil terasa. Naya, yang duduk di sebelah Arkan, sesekali melirik ke arahnya dengan rasa heran, namun ia menghela napas, memilih untuk kembali mencatat materi di buku tulisnya.

Arkan, yang merasa sudah puas bermain game, akhirnya menyimpan ponselnya ke dalam saku celana. Dia menguap kecil, merasa bosan. Pandangannya tertarik pada sosok Naya di sebelahnya, yang tengah sibuk mencatat dengan tekun. Sebuah senyum jahil terlintas di wajahnya.

Tanpa ragu, Arkan menarik buku catatan Naya dengan gerakan cepat. Pulpen yang digenggam Naya terlepas dan meninggalkan goresan panjang di halaman. Naya langsung mendelik, menatap Arkan dengan tatapan yang bisa membuat siapa pun gemetar—tapi tentu saja tidak Arkan.

"Ngapain dicatet, kan bisa liat di internet," ucap Arkan santai, sambil membuka halaman buku Naya. Jemarinya dengan seenaknya membolak-balik lembaran yang sudah penuh dengan tulisan rapi.

Naya menggeram dalam hati, tangan kanannya mengepal kuat sambil menatap Arkan dengan kesal. "Gue nggak kayak lo yang malesan! Balikin buku gue sekarang, Arkan!" Nada suaranya tegas, jelas penuh penekanan.

Arkan mengangkat alis, menatap Naya dengan tatapan yang sedikit menantang. "Terus kalo gue nggak mau, kenapa?" ucapnya sambil menaikkan satu sudut bibirnya, penuh rasa percaya diri.

Naya mendengus, ia menggenggam pulpennya lebih erat. Sekarang, dia benar-benar ingin melempar pulpen itu ke wajah Arkan yang tampan—eh, wajah menyebalkan itu! Bagaimana bisa cowok ini dipuja banyak orang? Lihat saja, gue bakal balas lo sekarang, pikir Naya.

Dalam hati, Naya sudah merencanakan aksinya. Skenarionya jelas:

Langkah pertama, ia angkat tangannya, mengukur sudut yang pas untuk melempar pulpen.

Langkah kedua, ia menentukan titik yang tepat di kepala Arkan.

Langkah ketiga, menghitung mundur dalam hati—tiga, dua, sa—

"Kanaya, ada yang mau ditanyakan?" Suara Pak Damar tiba-tiba terdengar jelas, memotong konsentrasinya.

Naya tersentak, tangan yang sudah siap melempar pulpen langsung melemas, membuat pulpen itu jatuh ke lantai dengan bunyi 'klak'. Matanya membulat terkejut, tak percaya rencananya gagal dalam hitungan detik.

ARKANAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang