.
.
.
Sejak hari itu, Wendy jadi sering keluar masuk kantor Tama sesuka hati.Awalnya dia canggung, apalagi disaat para pegawai Tama mandangin Wendy dari atas sampe bawah, tapi setelah beberapa kali datang mereka jadi mulai membiasakan diri kala liat gadis mungil itu mondar-mandir ditempat kerja mereka.
"Halo semua"
Kayak hari ini, Wendy datang sambil lambai tangan senang.
Semua pegawai yang liat, langsung balas dengan sapaan ceria juga.
"Mbak Wendy, mau ketemu Pak Tama lagi ya?"
Sebenernya itu pertanyaan yang basi, karena toh emang Wendy kesini cuman mau ketemu sama Tama aja, makan siang bareng, ato gangguin Tama kerja.
"Iya"
Wendy jawab sambil diakhiri dengan tawa kecil.
"Tamanya ada?"
Tanyanya lagi.
Para pegawai itu saling lirik sebentar.
"Ada sih. Tapi Pak Tama lagi ada tamu"
Mereka bisik kearah Wendy.
Wendy mengangguk, kayaknya dia datang diwaktu yang gak tepat.
Para pegawai itu melirik Wendy sekali lalu melirik kearah ruangan atasannya.
Didalam ruangan itu, ada Mbak Jennyta yang mereka tau adalah pacar bos mereka, dan akhir-akhir ini gadis mungil yang ceria juga cantik sering keluar masuk dengan bos mereka dengan status yang dipertanyakan.
"Tama, dengerin aku dulu"
"Cukup Jennyta! Sekarang kamu keluar!!"
Para pegawai yang tadi mengelilingi Wendy kini terburu kembali pada tempat duduknya masing-masing, suara Tama juga seorang wanita menggema cukup keras sampai terdengar oleh Wendy.
Wendy bertanya-tanya Tama sedang bertengkar dengan siapa ya?
"Tama, aku mohon dengerin aku"
Kini suara itu mulai memelan, dan sarat akan rasa penyesalan.
Wendy jadi makin yakin, wanita yang sedang didalam bersama Tama itu pastilah pacarnya.
"Keluar Jennyta. Saya sedang bekerja"
Setelah suara dari Tama, kini suara langkah kaki dengan hentakan kuat keluar berlari dengan mata yang merah juga tangis yang menggenang dipipi.
Wendy tertegun, kala wanita itu berlari melewati tubuhnya.
Pacarnya Tama kok nangis?
Jennyta terus belari sampai tak terlihat oleh ujung mata Wendy.
Suasa mendadak sesak juga berat.
Para pegawai yang melihat kejadian barusan bungkam, mereka tak tau apa yang terjadi begitu juga dengan Wendy.
Wendy masih berdiri ditempatnya. Apakah tepat bagi dia untuk menemui Tama sekarang?
Dengan langkah yang sedikit ragu, dia raih pintu itu dan mulai masuk.
"Tama"
Panggilnya dengan suara cicitan kecil nan lembut.
Tama terlihat sedang duduk termenung diujung sofa. Punggung yang selalu tegap kini tampak lemah tanpa pertahanan.
"Wendy, saya sedang tak ingin diganggu."
Baru saja satu langkah, suara Tama sudah mengintrupsi. Suaranya yang selalu enak didengar kini terdengar sangat lemah juga serak.
Wendy menghembus nafas dia ingin terus masuk tapi tolakan dari Tama serasa tepat menamparnya. Dengan langkah kecil Wendy mulai kembali berjalan keluar dari ruangan tapi langkahnya terhenti diambang pintu.