"Saya minta maaf," kata Mattheo, sehabis menghajar 'dosen' sialan itu, Mattheo belum sama sekali mengeluarkan suaranya, dan ini pertama kalinya ia bicara setelah insiden itu. Wajahnya menunduk, rambutnya yang acak-acakan menambah kesan seksi pada tubuh pria duda beranak satu itu. Sama sekali tidak terlihat seperti pria berumur, bahkan jika Mattheo menyusup ke sekolah SMA, ia akan terlihat sama dengan siswa lainnya.
"Om kenapa minta maaf sama aku?"
"Saya buat kamu takut kan? Saya nyeremin ya kalo marah? Kayak monster?"
Jennie terkekeh, "Gak kok. Keren, cowok banget. Om ngaku aja deh, dulu bad boy kan?" Tanya Jennie.
Nampaknya Mattheo sama sekali tidak tertarik dengan lelucon Jennie, ia masih setia menunduk, menatap punggung tangannya yang memerah dengan urat yang menonjol.
"Jawab saya, kamu takut sama saya tadi?"
"Iya.. sedikit, hehe.. om emang kerjaannya emosi mulu sama aku, tapi gak nyangka kalo bisa nampol orang segitunya. Gak pandang bulu lagi, padahal dia dosen aku.."
Mattheo akhirnya mengangkat wajahnya, menatap wajah Jennie yang menurutnya seperti anak kucing. Ya, anak kucingnya.
Mattheo mengangkat tangannya untuk mengusap kepala Jennie lembut, "Mau dia dosen, dia kepala universitas, bahkan dia anak presiden, kalo dia ganggu apa yang saya miliki, saya bisa habisin dia saat itu juga. Saya gak tau gimana cara berbagi, dan saya gak suka berbagi. Kalo saya udah tunjuk itu sebagai milik saya, ya itu milik saya, kalo ada yang sentuh atau berani ganggu, saya gak bakalan mikir dua kali buat habisin dia." Katanya panjang lebar.
Jennie terdiam, lebih tepatnya melebur.
"Saya udah tunjuk kamu jadi milik saya, gak ada yang bisa ambil kamu dari saya." Katanya lagi.
Sekarang Jennie yang menunduk, Mattheo tersenyum melihatnya. "Kenapa?"
"Om bikin aku terharu. Mau nangis ih,"
Mattheo lagi-lagi tersenyum, lalu menarik kepala Jennie agar berdekap di dada bidangnya. Lalu ia menepuk pundak Jennie lembut, "Lain kali, kalo ada yang berani ganggu kamu, bilang sama saya."
Jennie mengangguk.
Dan, jangan lupakan mereka masih ada di area kampus, dan di ujung gerbang sana, Kevin menatapnya dengan sendu.
» duren
"Arin!"
Arin yang tadinya tengah menunggu jemputan di depan gerobak jajanan, menoleh lalu tersenyum. "Daddy!"
"Diam disana, tunggu jangan nyebrang! Biar daddy yang kesana!"
Arin mengangguk, dia hanya menatap daddy nya yang menyebrang jalan. Sampai pada saat daddy nya sudah berdiri di depannya, Arin menoleh kanan dan kiri. "Dad, bunda gak ikut jemput?"
Mattheo tersenyum lalu menggendong Arin, "Enggak sayang. Bunda lagi banyak tugas kuliah," katanya.
Wajah Arin nampak sedih, "Padahal udah mau lima hari, bunda gak main sama Arin. Bunda gak sayang sama Arin ya dad?"
Mattheo menggeleng lalu mulai kembali menyebrang jalan untuk masuk ke mobilnya. "Bunda sayang sama Arin kok, cuma bunda lagi sibuk aja. Emangnya Arin mau bikin bunda gak lulus kuliah terus sedih? Abis itu bunda gak jadi nikah sama daddy gak jadi bunda beneran Arin, hm?"
YOU ARE READING
duren - lty [au] ✔
Fanfic"kalo dudanya kayak om theo mah saya siap dinikahin sekarang juga." taeyong ft jennie