(xi) duren ; miss me

2.4K 466 84
                                    

Mattheo stress, sudah hampir 2 minggu Jennie belum menghubunginya. Padahal biasanya gadis itu akan selalu mengganggu Mattheo dengan cara menelpon tanpa henti dan mengirimkan pesan yang hanya menyebutkan abjad a-z.

Jika dalam bahasa anak muda, fase ini sama saja mereka putus sesaat, namun.. bagaimana mau putus jika hubungan saja gak ada? Memangnya pacaran? Kan belum di resmikan, lo cuma bilang 'mau gak nikah sama saya?' Ye, cewek digituin tanpa status, apalagi modelan Jennie, meskipun rada lemot dan sedikit bodoh, banyak tahu yang mengejar. Salah satunya Kevin yang masih menunggu gadis itu.

Arin sudah jarang menanyakan pasal Jennie, bocah itu nampaknya sudah mengerti jika 'calon' bundanya itu sibuk. Sekarang yang ribet justru Ayahnya, negative thinking sendiri, takut jika Jennie tahu-tahu punya hubungan dengan lalaki lain yang jauh lebih muda, dan lain halnya.

Maka dari itu, tekad Mattheo sudah bulat. Dia akan menghampiri Jennie ke Kampusnya dan akan menculiknya sebentar.

Dan disinilah dia sekarang, sudah memberhentikan mobilnya tepat di gerbang Kampus gadis itu. Mattheo dengan setelah ala anak muda, hari ini tidak memakai pakaian formal. Semua mata mahasiswi menatapnya lapar, sampai ketika ia berhenti di depan gedung fakultas psikologi.

"Permisi, mahasiswa semester lima ada dimana ya kelasnya? Atau ada kelas hari ini?" Tanya Mattheo.

"Oh, iya ada kok. Mau cari siapa? Supaya bisa di bantu."

"Kenal Jennie?"

Yang di tanya mengangguk, "Jennie yang rada bloon itu kan? Tau-tau. Tapi hari ini lagi absen, katanya dia liburan."

Alis Mattheo naik sebelah, "Liburan? Okey, makasih ya Dek.."

Mattheo berbalik, "Liburan? Bukannya dia anak rantau? Maksudnya ngunjungin Ibunya?"

Pikirannya terus berputar. Hingga ia melajukan mobilnya menuju kos-kosan gadis itu, siapa tahu dia hanya sedang bermalas-malasan. Dia sudah hapal gadis itu.

Kaki Mattheo melangkah berjalan menaiki tangga, hingga akhirnya ia sampai di depan pintu kos Jennie. Lampunya nyala, artinya gadis itu ada di dalam rumahnya. Enggan mengetuk, dan ingin memberikan gadis itu sedikit kejutan, Mattheo membuka pintu itu.

Dan ya..

Bunga yang di bawanya terlepas begitu saja dari tangannya. Mattheo tertawa kecil, meskipun nafasnya tercekat.

"Om?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Om?"

"Ow, sorry ganggu. Dilanjutin aja," kata Mattheo lalu kembali menutup pintu kos Jennie.

"OM! TUNGGU DULU!"

Mattheo dengar suara itu, namun kakinya terus melangkah menuruni anak tangga itu, Mattheo semakin mempercepat langkahnya saat mendengar suara langkah dan suara panggilan Jennie semakin mendekat.

"OM TUNGGU DULU!"

"DENGERIN DULU!"

"OM!"

Langkahnya berhenti. Jennie langsung meraih tangan Mattheo dan menariknya, "Om deng—"

"Apa yang harus saya dengerin? Kamu mau ngejelasin apa lagi? Saya liat dengan jelas, dengan mata kepala saya sendiri, hhh.."

"Om dengerin aku dulu! Aku sama dia gak ada apa-apa!"

Mattheo tertawa kecil, "Apanya yang gak ada apa-apa? Kamu duduk di pangkuan dia, dia nenggelemin wajahnya di dada kamu.."

"Yaudah gini! Om marah begini, berhak atas akunya apa?! Om aja gak pernah secara resmi jadiin aku milik om!"

Mattheo menghela nafas berat, "Saya selalu bilang sama kamu, saya suka sama kamu, saya tertarik sama kamu, dan saya mau nikahin kamu, itu kurang? Saya gak suka basa-basi pake pacaran dulu, saya gak langsung nikahin kamu, karena saya mau kamu nyelesain kuliah dulu—

—itu semua kurang buat kamu? Saya bukan anak remaja lagi yang bisa buang-buang waktu buat pacaran. Masih banyak hal yang harus saya kerjain, saya udah tunjuk kamu buat jadi pendamping saya seratus tahun kedepan."

"Saya tutup hati saya rapat-rapat, gak ngebiarin satu orangpun masuk, karena saya gak mau nyakitin perasaan kamu. Saya tahan rindu saya sama kamu selama hampir sebulan, karena saya gak mau ganggu kamu dan jadi beban kamu, Jennie. Dan? Apa yang kamu lakuin?"

"Saya gak pernah sesakit hati ini sebelumnya,"

Mattheo terus saja berucap, sampai matanya mulai meneteskan air mata. Sementara Jennie, gadis itu hanya menatap Mattheo yang juga berkaca.

"Nampaknya, yang jatuh cinta sama hubungan ini cuma saya ya? Nampaknya saya terlalu berharap ya? Okey kalo gitu, maaf saya udah buang-buang waktu kamu, maaf saya udah ganggu hidup kamu." Kata Mattheo lembut.

Mattheo kembali berbalik, namun lagi-lagi tangan Jennie menariknya. "Maksud om apa?!"

Mattheo tersenyum, "Saya tahu, kamu bukan anak kecil lagi yang gak paham sama maksud saya." Katanya lalu melepaskan tangan Jennie perlahan dan masuk ke dalam mobilnya.

Mattheo memasang seatbelt nya, lalu menatap jalanan depan kosong. Lagi, air matanya menetes. Dengan cepat ia menyalakan mobilnya dan mulai menancap gasnya. Meninggalkan Jennie yang sudah menangis tersedu.

» duren

Mattheo membanting pintu mobilnya dan mulai masuk ke dalam rumahnya, baru saja mengganti sandal dengan sandal rumahnya, kakinya di peluk Arin.

"Daddy habis dari rumah bunda ya? Kok gak ajak Arin sih?! Arin kan juga kangen bunda.."

Mattheo mengusap wajahnya lalu menyamakan tingginya dengan Arin. "Dengerin daddy. Maaf sebelumnya, bunda Jennie gak akan jadi bunda Arin." Katanya.

Arin langsung melepas pelukannya, "Maksud daddy? Daddy bikin bunda sedih ya?! Daddy jahat sama Arin sama bunda!" Katanya lalu berlari meninggalkan Mattheo.

Mattheo enggan mengejar Arin, dia lebih memilih masuk ke dalam kamarnya.

Ini pertama kalinya dia merasa sakit hati. Dulu, saat istrinya meninggal, Mattheo hanya merasakan perih karena saat itu Arin masih kecil. Bukan perasaan karena ditinggal istrinya, Mattheo menikahi Bunda Arin, itu hanya di dasari sebuah perjodohan. Mattheo menyukai istrinya dahulu, namun hanya sebatas takjub, bukan mencintai. Ini pertama kalinya dia mencintai seseorang, dan pertama kalinya juga dia di patahkan.

» duren

tbc..

duren - lty [au] ✔Where stories live. Discover now