"Janji yang tidak sepenuh hati diucapkan, sebaiknya langsung
dibatalkan.".
.
.Yeri menunggu dengan cemas, Jeno memang selalu terlambat datang tetapi dia tidak pernah mengingkari janjinya. Kedua orang tuanya baru datang dari Paris, dan ini adalah kali pertama mereka akan berkumpul untuk membicarakan persiapan pernikahan mewah dan besar mereka yang rencananya akan dilaksanakan delapan bulan lagi.
Dia sudah berdandan secantik mungkin dan mulai gelisah karena ini sudah terlambat hampir satu jam dari waktu yang dijanjikan, tetapi tidak ada kabar dari Jeno. Yeri duduk di dekat jendela, menanti dengan cemas.
Lalu ketika mobil warna merah menyala itu memasuki gerbang rumah, hampir saja Yeri terlonjak bahagia dari duduknya, lupa kalau dia sedang berpura-pura lumpuh. Tidak ada yang tahu selain keluarganya, pelayan kepercayaan mereka di rumah ini, dan dokter pribadi mereka bahwa Yeri sebenarnya sudah sembuh jauh di waktu lalu. Dia sudah bisa berjalan normal seperti biasanya. Diagnosa dokter waktu itu ternyata salah, dan kaki Yeri tidak apa-apa.
Tetapi kemudian dia memohon kepada kedua orangtuanya dan dokter mereka untuk merahasiakannya dan membiarkan Jeno tidak tahu. Kepada mereka diceritakannya betapa takutnya dia kehilangan Jeno kalau sampai Jeno tahu bahwa dia baik-baik saja. Yang dimilikinya dari Jeno hanyalah rasa tanggung jawab lelaki itu kepadanya, dan itu semua karena kakinya yang lumpuh.
Kalau kakinya sudah tidak lumpuh lagi, maka tidak akan ada sesuatupun yang bisa mengikatkan Jeno kepadanya. Lelaki itu sudah pasti akan meninggalkannya. Yeri rela duduk di kursi roda terus sampai dia bisa mengikat Jeno di pernikahan. Setelah mereka terikat secara resmi dan dia sah memiliki Jeno, dia sudah merencanakan untuk berpura-pura sembuh secara bertahap dan kemudian kembali normal. Jeno tidak akan pernah curiga. Dia sudah begitu lama berpura-pura lumpuh sehingga tampak sangat meyakinkan.
Diliriknya Jeno yang baru turun dari mobil dan hatinya berbunga-bunga melihat ketampanan lelaki itu. Lelaki itu akan menjadi suaminya, akan dimilikinya sebentar lagi. Dia hanya harus bersabar.
Jeno melangkah mendekati tangga rumah itu dengan ekspresi lelah. Hari ini banyak sekali yang harus dikerjakannya, dan yang dia inginkan hanya datang ke Garden Café. Menanti kedatangan Siyeon, yang tak kunjung datang lagi setelah peristiwa ciuman itu.
Jeno tak henti-hentinya mengutuk dirinya sendiri karena tidak bisa menahan dirinya untuk mencium Siyeon. Dialah yang membuat Siyeon menghindarinya seperti sekarang ini. Dan sekarang dia tidak bisa berbuat apa-apa. Yang bisa dilakukannya hanyalah menunggu, dan ternyata menunggu itu tidak enak, sama sekali tidak enak. Kemudian karena sibuk dengan pekerjaan dan pikirannya tentang Siyeon, Jeno hampir saja melupakan janji temunya dengan kedua orang tua Yeri yang baru pulang dari Paris. Dia mungkin saja benar-benar lupa dan tidak akan datang kalau dia tadi tidak melirik tanpa sengaja ke arah ponselnya yang tergeletak begitu saja di kursi penumpang di sebelahnya, dan menyadari bahwa ponselnya itu berkedip-kedip oleh karena puluhan pesan dari Yeri.
Kursi roda Yeri muncul di pintu dan perempuan itu menyambutnya dalam senyum bahagia dan khawatir.
"Kau tidak membalas pesanku." Gumam Yeri cemas, memeluk Jeno ketika lelaki itu mendekat dan setengah menunduk mengecup dahinya, "Aku takut kau kenapa-kenapa."
"Maaf aku terlambat, urusan pekerjaan." Gumam Jeno datar, "Di mana orang tuamu?"
Jeno menyiapkan hatinya untuk malam itu, karena dia harus membicarakan persiapan pernikahan. Persiapan pernikahan yang bahkan tidak setitikpun ingin dilakukannya.
•••
Ketika Siyeon memasuki cafe itu kembali, pandangannya langsung memutar ke sekeliling, bahkan Taeil yang biasanya menyapanya dengan ramah tidak ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
You've Got Me From Hello || Jeno Siyeon [REMAKE]
FanficOriginal story by SHANTY AGATHA ___________________________________ Siyeon pernah ditinggalkan tunangannya hanya lima bulan sebelum pernikahan karena tunangannya menodai perempuan lain. Dia tidak percaya cinta setelah itu, dia tidak percaya lelaki...