Sebelumnya, salam 6 agama.
Cerita ini murni hasil dari rangkaian kisah yang saya bait sendiri dengan susah payah, jika ada kesamaan dengan karya cerita anda/penulis lainnya mohon di maafkan karena itu hanya ketidaksengajaan/kebetulan semata.— Happy reading
and have a nice day ! —Senin 29 Maret, 2021
Di bawah langit oranye di kota Yogyakarta. Aku menyesapi secangkir coffee latte serta di temani tubuh lelah berbalut peluh cinta yang menyayat hati, kubiarkan rasa rinduku pergi diterpa oleh belaian angin kala itu.
Aku tersenyum simpul ketika melihat cover buku yang kucetak sendiri dengan wajah laki-laki yang selalu kusimpan rapih didalam album khusus di ponselku, dan selalu tersimpan pula didalam benak dan hatiku.
Sebuah buku berjudul, 'Surat Berdebu.'
Aku mencetak buku ini bukan untuk berniat mendapatkan uang. Oke, itu akan menjadi bonusnya.
Tapi sungguh, tujuanku membuat buku ini bukan untuk itu. Bukan untuk mendapatkan sepeser uang. Bukan.
Aku membuatnya karena seseorang pernah bertanya kepadaku, "Raindu, apakah bisa kenangan antar kita di pamerkan kepada semesta?"
Percayalah, aku sudah berusaha mengabulkan keinginannya.
Aku melukisnya dengan tinta, untuk cerita kenangan antar kita di akara masa lalu. Mencoret-coret cerita kita pada sebait-bait memori yang kini menjadi kertas. Cerita itu masih setia terpenjara dalam benakku. Tidak akan pernah kubiarkan kenangan antarkita menjelma sebagai anila saja. Tidak akan pernah.
"Hei Rain, kenapa bengong?" Seseorang datang menghampiriku dan menepuk pelan bahuku, sontak aku terkejut, ah ternyata itu Naresha.
"Jangan tiba-tiba muncul gitu, dong!" Kusikut perutnya pelan, membuat wajah laki-laki itu meringis dibuat-buat. Menyebalkan.
Kemudian dia hanya terkekeh manis dan menarik bangku kosong yang berada didepanku, "Rain, gue belum ada baca buku lo tau! Sini dong, gue mau baca." Ujarnya, lalu merampas buku dengan halaman yang cukup tebal yang berada didepanku itu.
"Ya harus beli dong, Na!"
Wajahnya yang sumringah tadi berubah menjadi masam dalam hitungan detik. Pfft, lucu.
"Ya sudah, sini baca bareng gue. Tapi ada syaratnya."
Dia tampak mengerutkan dahinya, lalu berisyarat dengan menaikan dua alisnya kepadaku "apa?"
"Gratisin coffee latte gue, hehe."
Naresha hanya mendengus sejenak dan kemudian terkekeh lagi, lalu dia mengacungkan jempolnya tepat didepan mukaku.
Tak lama, Naresha mendekatkan kursinya untuk duduk di sampingku. Sore itu, aku dan Naresh juga ditemani dengan kenanganku bersama 'dia' yang selalu abadi.
Sekarang, biar ku ceritakan cerita 'antarkita' yang selalu menjadi abadi tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Berdebu, Haechan.
Romansa❝Raindu, apakah bisa kenangan antar kita di pamerkan kepada semesta?❞ © Bbielac, 2021.