CHAPTER 10

553 69 110
                                    

Kalian tekan bintang-nya dulu ya, dan komentar disini jam berapa dapet notif👉🏿

♦   ♦   ♦

Angin malam berembus masuk ke dalam kamar yang jendelanya terbuka lebar. Gorden putih yang menutupi ikut beterbangan, tetapi Ursula tetap diam sambil memandang lurus ke depan. Kedua tangannya saling menekuk pada pembatas besi yang dingin. Rambut cokelat keemasan miliknya berkibar, sesekali menyapu permukaan wajah seakan membelainya di tengah kesunyian.

“Kau tidak marah, kan, Arthur?” bisik Ursula lemah.

Hatinya berdenyut sakit ketika mengucapkan satu nama yang menjadi sumber kebahagiaannya dulu—bahkan hingga kini dalam hatinya yang terdalam. Rasa rindu itu menyeruak ke permukaan setiap Ursula semakin berusaha mengingat Arthur—kenangan mereka bersama.

Namun, seiring kaset rekaman lama itu teringat, kesakitan itu begitu menghantamnya. Begitu luar biasa. Kedua bola mata hijau terang miliknya berkaca-kaca. Sedetik kemudian keadaan tidak lagi sunyi ketika isakan pedih itu terdengar.

Arthur.

Ursula begitu rindu.

Pria yang menempati posisi terdalam di hatinya. Yang sangat Ursula cintai sampai sakit rasanya. Arthur tidak pernah gagal dalam membahagiakannya. Pria itu seakan tercipta hanya untuk Ursula—dulu—tiga tahun sebelum ini. Ursula bahkan tidak bisa berpikir hal lain jika sedang bersama Arthur. Prianya yang begitu menjaga, memberi, dan mempersembahkan segalanya hanya untuk membuat Ursula tersenyum. Satu-satunya kesakitan yang Arthur torehkan—dan juga yang menjadi pertama dan terakhir; pria itu pergi meninggalkannya untuk selamanya.

Sulit. Kenangan bersama Arthur terlalu banyak. Terlalu manis, yang bahkan jika diingat lagi—masih mampu mengukir senyum di bibirnya. Menatap langit, Ursula seakan bisa melihat wajah datar khas Arthur tersenyum tipis padanya.

Walau begitu, Ursula masih ingat bagaimana ia jatuh berkali-kali pada senyum tipis Arthur.

“Aku mencintaimu, Arthur. Akan selalu seperti itu,” bisiknya lemah.

Bunyi ketukan pintu kamar membuat Ursula menoleh ke belakang. Saat sudah terbuka, Melania ada di sana.
Membungkuk hormat walau Ursula sudah berkata berkali-kali agar jangan melakukan hal itu. Demi apapun, Melania lebih dari seorang bodyguard.

“Mobil Mr. Anderson sudah memasuki gerbang utama mansion.”

Mobil? Memangnya punya?

Terburu-buru membenarkan gaunnya, Ursula segera berlari memasuki elevator yang akan membawanya ke lantai bawah. Teriakan Melania yang menyuruhnya untuk tidak berlari sama sekali tidak Ursula dengarkan. Ketika sampai di pintu utama, di mana pelayan sudah membukanya—bersamaan pria itu yang baru saja menutup mobil dengan gerakan santai seraya membenahi jas yang melekat pada tubuhnya. Pria itu terlihat berbeda sekali malam ini. Terlebih potongan rambut gondrong miliknya yang tersampir rapi ke belakang, terikat dengan kunciran kecil.

Brian menaiki beberapa anak tangga, mendongak dan saat itu juga menatap Ursula sambil tersenyum miring. Bersiul, mengerling jahil dan menggoda melihat gaun hitam ketat dengan tali spaghetti yang membalut tubuh wanita itu erat. 

“Wow, penyambutan yang sangat menggairahkan.” Ursula memukul bahu Brian. Lalu, menatap pria itu dari atas sampai bawah. “Kenapa? Ada yang salah?” Brian mengerutkan kening.

“Kenapa hanya saat datang ke sini saja kau berpenampilan rapi,” komentar Ursula.

“Pencitraan saja. Bertemu dengan calon mertua, kau tahu?” Brian terkekeh geli saat wanita itu melakukan roll eyes.

Beautiful NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang