CHAPTER 16

537 73 118
                                    

"Aku pikir kau tidak perlu membawa semua itu. Kamar kita tidak akan muat," komentar Brian yang mendengar Ursula memerintah pelayan untuk mengemasi baju-baju mahalnya yang lain.

Bahu Ursula langsung turun. Menatap Brian nelangsa lalu menghembuskan napas kasar. "Kau benar," setujunya pasrah.

Brian mengulum senyum. Dia sedang duduk di ranjang king size milik istrinya. Menunggu berkemas soalnya mereka malam ini juga akan langsung terbang ke Las Vegas.

"Kau tidak berniat membeli apartemen saja?" sindir Ursula lembut. Duduk di samping Brian sambil memegangi lengannya yang besar karena otot.

"Uangku tidak banyak. Kau tahu, kan?" Saat Brian mengatakan itu, wajahnya dipasang sesedih mungkin.

Ursula menghela napas gusar. "Bagaimana kalau Daddy tahu yang sebenarnya adalah kita akan tinggal di ruko sempit seperti itu?"

"Daddy tidak akan tahu jika tidak kau beritahu," jawabnya santai. Ursula baru akan membuka mulut namun Brian dengan sigap menyela karena paham balasan apa yang akan dilayangkan wanita itu.

"—and if you tell the truth, say goodbye to your sacrifice," lanjut Brian.

Tangan Ursula terkepal. "Dalam mimpi pun aku tidak pernah menyangka akan menikah dengan seorang pria pengancam sepertimu!"

"Tidak perlu bermimpi. Kenyataannya kau sudah menikah denganku," balas Brian menyebalkan. Wajahnya tengil dengan senyum mengejek yang menjengkelkan.

Ia berdiri lalu berujar, "sudah? Jangan terlalu lama. Bawa saja seadanya." Setelahnya keluar dari kamar.

Ursula meremas seprai penuh emosi. Dia memang belum mengatakan apapun pada keluarganya mengenai bagaimana kondisi tempat tinggalnya. Ursula berani bertaruh, Daddynya tidak akan mengizinkannya tinggal di tempat seperti itu. Oleh karenanya dia penasaran. Apa alasan yang dibuat Brian untuk itu.

Memikirkan apa yang sudah ia lakukan dan terjadi sejauh ini membuatnya sakit kepala. Ursula mengusir beberapa pelayan wanita yang berbaris di depan pintu kamarnya dan memilih membaringkan tubuhnya di atas kasur.

Berkemas pun sama saja. Pria miskin itu tidak punya ruang lebih untuk menampung semua koleksinya.

***

Ursula mengerang pelan saat pertama kali membuka mata, kedua tangannya terkepal dan membuat gerakan meninju ke atas alias mengulet dengan sedikit peregangan pada tubuhnya. Matanya mengerjap saat melihat langit-langit kamar mewah berwarna hitam legam.

Ursula mengernyit. Setelah mendudukkan tubuhnya, barulah dia menyadari bahwa dirinya kini sedang berada di kamar besar dan mewah. Saat menoleh ke nakas, tepatnya pada jam digital yang menunjukkan pukul sepuluh malam, Ursula kini sukses mengumpulkan ingatannya.

Seingatnya, terakhir kali setelah dia misuh-misuh di atas ranjang kamarnya di mansion akibat tidak dapat membawa semua barang-barang koleksinya ke ruko, Ursula tertidur.

Buru-buru Ursula menuruni kasur dan berlari keluar kamar. Dia harus melewati lorong dengan beberapa lukisan abstrak di sisi kanan dan kiri.

Sayup-sayup Ursula mendengar suara beberapa orang yang sedang berbincang dan tepat ketika dirinya menuruni beberapa anak tangga, di sana  berkumpul keluarganya dan beberapa pria yang Ursula tahu adalah kerabat suaminya.

"Kau sudah bangun, sayang?"

Ursula menoleh ke belakang, pada Louisa-Mommynya yang membawa nampan berisi beberapa gelas minuman.

"Mom, sudah kukatakan jangan repot-repot." Brian segera merebut nampan dan meletakkannya di atas meja.

Louisa tersenyum manis, memainkan alisnya sambil menatap Ursula. "Suamimu terbaik, sayang."

Beautiful NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang