Jawaban yang diterima Mahesa ternyata tak seindah pikirnya. Sore itu Anja dengan lantang menolak pemintaan dari Mahesa.
"......,bila berkenan, bolehkah aku meminta kontakmu?" Tanya Mahesa.
"uhm— ini terlalu cepat, Mahesa."
Mahesa mengerutkan dahinya, 'terlalu cepat bagaimana? Ini sudah lebih dari seminggu.' Namun, Mahesa yang baik hati tentu tidak akan memaki gadis yang ada di hadapannya. Mahesa terima meski dengan raut penuh kekecewaan.
"Oh... baiklah, aku juga tidak berhak untuk memaksakan kehendakmu. Maaf jika aku lancang."
Tak ada suara. Hening.
"Mahesa, jika, hanya jika, aku dan kamu benar-benar bertemu lagi sama seperti ini. Bertemu dengan tidak sengaja seperti sekarang, aku akan memberikan nomorku meskipun kamu menolaknya. Karena aku yakin kita akan bertemu lagi, suatu hari nanti."
'Bagaimana caranya? Aku saja tidak tahu bagaimana semesta bekerja untuk mempertemukan kita, Anja.'
Mahesa tersenyum getir.
***
'Kenapa? Toh, hanya perihal nomor?' Batin Mahesa tak henti mempertanyakan soal itu.
Ya benar, hanya sebuah nomor namun bisa membuat darahnya berdesir hebat. Bagaimana bisa itu disebut hanya dengan kata 'sebuah?'
Apakah Mahesa kecewa? Tidak. Mahesa tidak berhak kecewa. Memangnya siapa dia?
Tapi,
Apakah Mahesa tidak boleh kecewa? Tentu saja boleh. Dalam keadaan ini Mahesa hanya diperbolehkan untuk kecewa, tetapi jika dikupas lebih dalam lagi ada satu suara katanya ia tak berhak untuk itu.Dia, si laki-laki kuat bernama Mahesa. Mahesa, bukan sembarang nama. Ketika ayahnya memberi nama Mahesa, tentu berisikan sebuah doa dan harapan. Mahesa memiliki arti aturan yang kuat, dalam arti lain, nama Mahesa menjadi nama salah satu dewa dalam kepercayaan hindu, satu dari 3 dewa trimurti yaitu dewa Syiwa. Dewa Syiwa bertugas mengembalikan segala yang usang dan berantakan kembali ke tempatnya. Dengan begitu, Mahesa juga harus mengembalikan perasaan dan hatinya yang melebur berantakan, kembali rapi seperti semula.
Tapi, apakah Mahesa bisa?
***
Mahesa selalu bercerita mengenai apapun kepada keempat temannya. Seperti misalnya saat Mahesa bertemu dengan Anja, semua teman-temannya tahu.
Haris: gimana jadinya sama si cewek perpus? Lo dapet nomornya?
Mahesa: skip deh. gue lagi gak mood ngebahas itu.
Aji: YAELAH LOYO BENER. Udah gue bilang apa, kalau lo ditolak, lo terima aja acara blind date gue, Sa..
Mahesa: udahlah Ji, gue udah muak sama hal hal yang begitu
Felix: ini bukan lo Sa, Mahesa temen gue gak seloyo ini..
Mahesa: gue bener bener capek guys. udah ya jangan nambah nambahin pikiran
Haris: hadeeeeehhh
Mahesa se-desperate itu saat kehilangan Anja. Sepertinya, terjadi reruntuhan besar yang ada di dalam relung hatinya.
Memangnya Anja se-hebat itu bisa seenaknya mengobrak-abrik perasaanya?
***
Tidak ada waktu untuk memikirkan hatinya yang tercerai-berai karena si gadis itu. Mahesa harus kembali dihadapkan oleh kenyataan. Dunia nyata yang sesungguhnya. Karena menurutnya, perasaan dan cinta hanyalah sesuatu yang fana.
Hari-hari berikutnya, Mahesa kembali menjadi Mahesa yang sebelumnya. Melakukan rutinitas bak robot. Pagi kuliah, sorenya ia bekerja part time. Begitu seterusnya dari minggu ke minggu.
Sore ini, kafe tidak begitu ramai. Mahesa ada waktu untuk menyibukkan dirinya dengan pulpen yang berdansa di atas sebuah buku diari. Yap, diari Mahesa. Diari dan Mahesa merupakan satu bentuk kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Mahesa selalu mencurahkan isi hatinya di diari itu. Diarinya adalah objek pertama keresahannya. Diarinya tahu bagaimana Mahesa sedih, senang, berteriak ketakutan, bahkan— jatuh cinta, seperti yang ia alami beberapa waktu lalu.
Pulpennya tak berhenti menari diatas selembaran kertas putih. Ditulisnya:
"Takut aku lupa akan kehadirannya beberapa waktu yang lalu, dialah Anja. Seorang perempuan yang pertama kali aku bertemu di perpustakaan sebulan yang lalu. Perempuan itu unik. Dari matanya, rambutnya, bahkan tahi lalat yang ada di hidung bangirnya. Baru aku melihat perempuan dengan warna rambut oranye mentereng.
Tapi, sayangnya itu yang membuat aku terpukau. Kenapa Anja sangat cocok sekali dengan rambut berwarna cerah seperti itu? Oh ya, ada ada satu lagi yang membuat aku terus menerus mengingat Anja, adalah matanya. Hahaha. Matanya seperti light fury, di film 'how to train your dragon'. Benar, matanya mirip sekali. Sampai aku kira Anja adalah jelmaan light fury. Hahaha aku sepertinya mulai menggila."
Mahesa terlalu terbawa suasana. Ia tak sadar akan kehadiran seorang perempuan yang ada di depannya. Dan perempuan itu membaca apa yang Mahesa tulis dari satu kalimat ke kalimat yang lain.
"Apa iya aku seperti light fury?"
Sebuah suara menginterupsi Mahesa.
Oh tidak. Mahesa dengan cepat menutup bukunya. Lidahnya tercekat, badannya diam membisu. Pulpen yang tadinya menari di atas kertas, kini terjun bebas dan menabrak lantai kafe.
Apakah semesta sudah mulai bekerja? Pikir Mahesa.
Perempuan itu, yang sedang Mahesa tulis saat ini, ada di hadapannya.
***
©️ aksarashi on twitter
KAMU SEDANG MEMBACA
mutability.
عاطفيةTanpa Mahesa ketahui bahwa awal pertemuan mereka akan menjadi sebuah bait-bait cerita yang sangat panjang. ©️ aksarashi: 2021, fiksi skitzy.