4

1.3K 319 23
                                    

Jingga mengantarkan Helen ke bandara bersama Lina. Mereka bertiga berpelukan untuk terakhir kali.

"Tunggu aku kembali ya" Ucap Helen

"Pastinya, kita makan bareng lagi ya. Kita menggila bareng juga" Ucap Lina

"Pastinya dan kau Jingga, Lina ada di sisimu jadi kalau ada apa-apa kau bisa mengharapkan dia selama aku gak ada" Ucap Helen.

"Aku tahu, Lina andalanku" Ucap Jingga sambil tertawa.

Dia dan Lina melambaikan tangan ke arah Helen dan setelah itu mereka pulang. Di parkiran bandara, Jingga kembali bertemu Wisnu. Sepertinya Wisnu juga akan pergi keluar negeri.

"Temui dia Jingga, ini kesempatan kamu setidaknya kamu mendapatkan kata putus" Ucap Lina.

"Kau benar" Ucap Jingga.

Jingga menarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan. Dia menguatkan hatinya dan berjalan perlahan mendekati Wisnu.

"Wisnu" Panggilnya. Wisnu melihat ke arahnya tanpa ekspresi. Wisnu sedang sendiri, tidak ada orang tuanya atau gadis yang waktu wisuda datang bersama Wisnu.

"Ada apa?" Tanya Wisnu.

Jingga hampir meneteskan air matanya hanya karena mendengarkan suara Wisnu. Sudah lama dia tidak mendengar suara Wisnu. Jingga merindukan suara Wisnu yang tenang.

"Kenapa kau berubah? Kenapa kau menghilang?" Tanya Jingga

"Karena aku ingin menjauhimu".

"Kenapa Wisnu? Beri aku alasan dan jangan gantungkan hubungan kita" Ucap Jingga.

"Karena kau tak pantas untukku, keluargamu hanya memanfaatkanku padahal selama ini aku percaya dan yakin keluargamu tidak seperti itu. Aku kecewa Jingga, aku pikir kau berbeda dari gadis lain. Kau tidak mau di gantung kan, oke mulai sekarang kita putus. Aku harap tidak melihat kau lagi. Aku muak melihat wajahmu yang sok polos" Ucap Wisnu tanpa perasaan.

Jingga sudah tidak bisa lagi menahan air matanya. Dia tidak menyangka Wisnu akan mengatakan hal itu. Bagaimana Wisnu bisa begitu tega menuduh keluarganya seperti ini.

"Jahat sekali kau, tega sekali kau seperti ini pada Jingga" Ucap Lina

"Itu kenyataannya, keluarga dia hanya ingin memanfaatkanku. Aku lihat semua buktinya bagaimana papanya ingin memeras mamaku demi uang. Cih, menyesal aku sudah mengenal gadis seperti ini". Wisnu berkata dengan kasar dan menatap Jingga tajam.

Dia segera meninggalkan Jingga tanpa memberi alasan yang lebih jelas. Tanpa bisa membuktikan perkataannya. Hanya menuduh Jingga dan meninggalkan luka dalam di hati Jingga yang tak akan pernah hilang.

Lina ingin melempar Wisnu dengan sepatunya tapi dia masih bersabar  saat Jingga menarik tangannya untuk segera pergi dari sana.
"Nangis aja Jingga, aku akan bawa kau berkeliling naik motor. Kau nangislah sepuasmu dan jika sudah lega baru kita akan pulang" Ucap Lina.

"Makasih Lin" Ucap Jingga.

***
Jingga melewati hari tanpa Wisnu. Dia harus menyadari bahwa Wisnu memang bukan untuknya. Tuhan menunjukkan padanya bahwa Wisnu bukan untuknya. Apa yang Wisnu katakan, dia tidak mempercayainya karena dia sudah bertanya pada ayahnya. Tidak ada pemerasan, ayahnya tidak mengalami masalah. Hanya alasan Wisnu untuk memutuskan dirinya.

Jingga bersyukur dia di terima di sebuah perusahaan besar. Mendapatkan jabatan yang sesuai karena rekomendasi dari kampusnya mengingat dia lulusan terbaik. Perlahan Jingga mulai mengangkat derajat keluarganya.

Sebuah mobil pick up berhenti di depan rumahnya. Sebuah motor di turunkan di depan rumahnya.

"Apa ini nak?" Tanya Ardi.

"Ini motor baru untuk papa, motor papa yang lama udah rusak dan sekarang papa mau pergi kerja atau mau kemana pun pakai motor baru ini ya" Ucap Jingga.

"Nak, jangan pakai uangmu untuk beli motor ini. Motor lama masih bisa diperbaiki" Ucap Ardi.

"Pa, Jingga ikhlas membelikan ini. Papa jangan menolaknya, di terima ya pa".

"Terima kasih ya nak" Ucap Ardi pelan. Dia bangga pada Jingga tapi sekaligus dia malu karena Jingga harus mengeluarkan uangnya untuk membelikan dia motor baru. Dia merasa menjadi ayah yang membebankan anaknya tapi dia berusaha memahami bahwa Jingga tidak akan berpikiran seperti itu.

"Wah motor baru" Ucap Qila bahagia. Dengan begitu dia bisa jalan-jalan bersama papanya dengan motor itu.

"Nak, kamu gak masalah beli motor ini?" Tanya Tita.

"Aku gak masalah ma, kebetulan aku dapat bonus dan aku bisa beli motor ini untuk papa" Ucap Jingga tulus.

"Terima kasih nak" Ucap Tita

"Ya udah, aku kembali ke kantor ya".

"Iya nak" Jawab Ardi.

Jingga memberikan salam pada papa dan mamanya kemudian dia masuk ke dalam mobil jemputan yang di sediakan kantor.

Bagaimana pun Ardi dan Tita bangga pada Jingga. Gadis itu kuat dan tidak pernah mengeluh. Ria selalu berusaha membahagiakan orang tuanya. Ardi berharap Jingga akan selalu bahagia sehingga dia tidak akan merasa bersalah karena belum menjadi ayah yang baik bagi Jingga dan Qila.

***
Jingga keluar dari mobil dan menuju ke sebuah restoran. Sebelum dia kembali ke kantor dia harus bertemu dengan pemilik restoran ini.

"Ibu sudah pesan tempat?" Tanya pelayan di sana.

"Saya sudah janji dengan...".

"Jingga" Panggil Gibra.

"Hai".

"Ke ruanganku aja" Ucap Gibra sambil mengajak Jingga masuk ke ruangannya.
"Bagaimana?" Tanya Gibra

"Perusahaan tempatku bekerja menerima pengajuan kerja sama yang kau ajukan. Jadi aku kemari untuk mengabarimu dan menentukan jadwal tanda tangan kerja sama kita" Ucap Jingga.

"Wah syukurlah, aku memang menginginkan kerja sama ini" Ucap Gibra

"Benarkah, akhirnya tercapai. Nanti aku akan menghubungi untuk jadwal pastinya dan terima kasih ya sudah mau bekerja sama" Ucap Jingga

"Itu karena ada kau di sana" Goda Gibra.

Jingga hanya tertawa, dia tidak menanggapi godaan Gibra. Dia tahu Gibra hanya sekedar menggodanya saja. Lagipula dia sudah menyukai seorang pria walaupun dia belum berani mengungkapkan perasaannya pada pria itu.

"Kenapa tertawa? Aku serius" Ucap Gibra

"Iya, biar aku bisa kau recoki terus kan" Ucap Jingga santai.
"Ya sudah, aku harus kembali ke kantor. Aku akan menghubungimu" Ucap Jingga

"Baiklah aku tunggu" Ucap Gibra.

Jingga meninggalkan restoran milik Gibra dan kembali ke kantornya. Jingga masuk ke dalam mobil.

Gibra tersenyum saat melihat Jingga meninggalkan restorannya. Dia menyukai sikap Jingga yang santai dan ramah. Jingga menyenangkan bagi Gibra. Awal mula mereka bertemu adalah di restoran ini. Saat itu Jingga sedang ada acara dari kantornya dan dia tidak sengaja memecahkan beberapa piring restoran. Dari situlah awal mula perkenalan mereka. Sekarang mereka malah akan bekerja sama dan Gibra merasa senang. Kesempatan untuk bisa dekat dengan Jingga.

--&--

JINGGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang