8

1.3K 319 32
                                    

Jingga tidak bisa tidur setelah apa yang dia dan Dimas lakukan. Jingga merasa bersalah sekaligus malu karena bisa terlena dan tidak mawas diri. Bukan seperti ini cara dia mengungkapkan perasaan pada Dimas.

"Bodoh" Ucap Jingga sambil menangis.

Jingga tidak tahu bagaimana caranya menghadapi Dimas besok. Jingga memutuskan untuk segera pulang dan meminta cuti pada Dewa beberapa hari. Dia butuh ketenangan untuk bisa menghadapi Dimas lagi. Dia malu dan merasa murahan setelah ini.

Jingga mengemas pakaiannya ke koper dan menyusun berkas pekerjaannya ke tas. Pagi hari sebelum Dimas bangun dan mencarinya, Jingga sudah check out dari hotel. Membawa luka dan kehancuran dirinya karena kesalahannya sendiri.

Dengan menggunakan kereta, dia segera pulang dan menuju ke kantornya. Bahkanndia menyelesaikan pekerjaannya di kereta. Jingga bahkan tidak pulang terlebih dahulu ke rumahnya tapi dia langsung menuju ke kantor.

Jingga membawa berkas laporannya ke Dewa.
"Di mana Dimas?" Tanya Dewa

"Saya kembali terlebih dahulu pak, saya mohon maaf tapi setelah ini saya ingin mengajukan cuti beberapa hari. Saya tahu bahwa saya harus menghubungi manajer SDM tapi maaf pak saya juga butuh izin bapak langsung" Ucap Jingga.

"Apa ada masalah? Aku mau kau jujur" Ucap Dewa.

"Saya ada sedikit masalah dengan Dimas dan saya butuh untuk menenangkan diri sebentar pak. Saya tahu saya harus bersikap profesional tapi saya hanya butuh waktu sebentar pak" Ucap Dewi.
"Baiklah, hanya akan memberikan izin sebentar saja. Selesaikan masalah kalian dan jangan bawa ke kantor" Ucap Dewa.

"Terima kasih pak" Ucap Dewi dan dia segera keluar dari ruangan Dewa.

Jingga pulang ke rumahnya dan berpamitan pada mamanya untuk ke tempat Lina. Jingga juga berpesan pada orang tuanya agar jika ada yang bertanya  jangan memberitahu bahwa dia berada di tempat Lina. Jingga butuh waktu menenangkan dirinya.

***
Lina menatap sahabatnya dengan penuh perhatian. Dia merasa sedih karena apa yang sedang di hadapi Jingga sekarang dan dia paham perasaan Jingga.

"Aku malu Lin, bodohnya aku bisa terlena. Aku memang ingin mengungkapkan perasaanku tapi dengan cara seperti ini" Ucap Jingga sambil menangis.

"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? Dia sudah mengambil kehormatanmu, pria pertama yang sudah menghancurkanmu" Ucap Lina.

"Aku tidak tahu Lin, aku lebih baik menyingkir. Aku sudah memikirkan ini dan aku akan meminta pak Dewa memindahkan aku ke perusahaan cabang yang ada di luar kota. Itu lebih baik bukan" Ucap Jingga.

"Tapi orang tuamu sudah semakin menua, kau akan jauh dari mereka" Ucap Lina.

"Aku tahu Lin tapi akuntak mungkin satu kantor bersama Dimas lagi. Aku malu dan aku merasa bersalah. Dia sudah memiliki kekasih Lin, kau tahu apa yang dia ucapkan setelah kejadian malam itu, dia merasa bersalah dan menyesal karena dia sudah memiliki kekasih. Dia merasa bersalah pada kekasihnya dan aku merasa menjadi jalang yang merebut kekasih orang lain" Ucap Jingga masih dengan menangis.
"Tapi dia juga tidak bisa seperti itu Jingga, bagaimana pun dia juga harus meminta maaf padamu karena dia sudah menghancurkan hidupmu. Kau tidak merayunya, kalian terbawa suasana malam itu" Ucap Lina.

Jingga menangis dan Lina hanya bisa mendukung Jingga dan memberikan semangat pada Jingga. Mereka berpelukan dan menangis bersama.

"Sebaiknya kau hadapi Dimas dan selesaikan masalah kalian ini" Ucap Lina.

"Aku tahu, terima kasih selalu mendukungku" Ucap Jingga

"Aku akan selalu mendukungmu" Ucap Lina tulus.

Jingga tahu sahabatnya ini memang selalu ada untuk dirinya dan dia bersyukur untuk itu.

***
Dua minggu setelah menghabiskan masa cutinya, Jingga kembali ke kantor. Dia menguatkan hatinya sebelum masuk ke kantor. Menyiapkan hati untuk bertemu Dimas dan menghadapi Dimas.

"Wah enak ya setelah cuti" Ucap Michael saat melihat Jingga datang.

"Gak kok, aku malah merasa bersalah sudah meninggalkan banyak pekerjaan" Ucap Jingga sambil tersenyum.

"Santai aja, pekerjaanmu di handle oleh yang lain. Dimas juga sedang cuti mempersiapkan pernikahannya" Ucap Michael.

Jingga terdiam, hatinya terasa tertusuk mendengar berita itu. Selama dia cuti, Dimas juga ternyata sedang mempersiapkan pernikahannya. Wajar Dimas melakukan itu karena memang Dimas sudah memiliki kekasih. Jingga hanya merasa sakit karena ternyata apa yang sudah terjadi malam itu, Dimas tidak menganggapnya sedikit pun.

Jingga menuju ke ruangannya dan dia mencoba bekerja dan melupakan masalah ini tapi ternyata sulit. Konsentrasinya terpecah dan dia tidak bisa fokus bekerja.

Jingga menuju ke ruangan Dewa untuk berbicara dengan atasannya. Dia mengetuk pintu ruangan dan masuk saat Dewa mempersilahkan dia masuk.

"Pak" Ucap Jingga

"Silahkan duduk" Ucap Dewa
"Ada apa?".

"Maaf pak, apa saya boleh mengajukan diri untuk di tempatkan di kantor cabang?" Tanya Jingga

Dewa menghentikan pekerjaannya dan memandang Jingga.
"Kenapa kau ingin di pindahkan ke kantor cabang?" Tanya Dewa

"Saya butuh suasana baru" Jawab Jingga asal

"Kau ingin menghindari Dimas kan? Ada masalah apa antara kau dan Dimas?" Tanya Dewa

"Tidak ada pak" Jawab Jingga

"Jujur saja Jingga, Dimas sudah menyerahkan surat pengunduran dirinya dan aku tidak bisa menahannya. Dia cuma beralasan akan pindah keluar kota setelah menikah dan fokus untuk mengembangkan usaha mertuanya" Ucap Dewa.

Perkataan Dewa membuat Jingga terdiam dan hatinya kembali terasa sakit. Dimas bahkan ingin segera menjauh dari Jingga. Jingga semakin merasa malu karena dia berpikir Bahwa Dimas memang menganggap dia murahan.

"Iya pak, saya memang ingin menghindari Dimas. Maaf pak saya memang terlihat tidak profesional" Ucap Jingga.

"Kau tidak akan saya pindahkan ke kantor cabang karena Dimas sudah mengundurkan diri" Ucap Dewa.

Jingga hanya diam, inilah jalan yang harus dia tempuh. Kesalahan dirinya yang harus dia jalani. Dia harus bisa kuat melewati jalan hidupnya yang sudah hancur seperti ini. Dia harus menebus kesalahannya.

"Baik pak" Ucap Jingga

"Kembalilah ke ruanganmu" Ucap Dewa.

Jingga segera kembali ke ruangannya dan berjalan dengan gontai. Hatinya hancur begitu juga dengan hidupnya. Jingga terduduk di kursinya dan hanya bisa terdiam menyesali kebodohannya.

Jingga marah pada dirinya yang mudah terlena dengan perhatian seorang pria. Sekarang bagaimana dia menjalani hidupnya lagi. Dia sudah rusak, tidak akan ada pria yang mau bersamanya. Jingga menangis dalam diam, dia benar-benar bodoh.

---&---

JINGGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang