Jingga membuka matanya, dia baru bisa tertidur saat subuh dan setelah memastukan bahwa Wisnu tidak akan masuk ke dalam ruangan saat dia tertidur.
Jingga hanya bisa duduk diam dan berharap Gibra segera menemukan keberadaannya.
Pintu kamar terbuka dan tampaklah Wisnu sambil membawa sarapan dan meletakkannya ke atas meja.
"Kau sudah bangun, apa tidurmu nyenyak?" Tanya Wisnu
"Iya" jawab Jingga berbohong.
"Makanlah, ini makanan kesukaanmu" ucap Wisnu.
"Maaf, perutku sedang sakit. Aku belum ingin sarapan". Jingga berbohong, dia takut memakan sarapan yang di hidangkan Wisnu karena dia memikirkan kehamilannya. Bisa saja Wisnu meracuni anak yang ada di dalam kandungannya .
"Apa kau sakit Jingga?" Tanya Wisnu khawatir.
"Perutku sakit, aku harus ke rumah sakit. Aku gak mau terjadi sesuatu dengan anakku" mohon Jingga.
"Maafkan mama nak" ucap Jingga di dalam hatinya. Dia harus melakukan ini untuk mencari celah agar bisa kabur.
Wisnu mendekati Jingga untuk memasyikan bahwa Jingga benar-benar sakit dan ternyata Jingga tidak berbohong. Wajah Jingga pucat dan dia merintih kesakitan.
Awalnya Jingga ingin berbohong ternyata anak dalam kandungannya mengerti. Tiba-tiba Jingga merasakan sakit pada perutnya.
Wisnu segera membawa Jingga ke klinik terdekat untuk memeriksa keadaan Jingga.
Sekitar tiga puluh menit perjalanan, mereka sampai pada sebuah klinik.
Wisnu membantu Jingga keluar dari mobil dan membawa Jingga masuk ke dalam. Meminta dokter memeriksa Jingga.
Wisnu ke bagian administrasi dan mninggalkan Jingga bersama dokter. Saat dokter keluar dari ruangan, Jingga juga bangun dan berjalan keluar ruangan. Dia berusaha kabur dan berharap jangan sampai Wisnu mengetahuinya.
Perlahan Jingga melihat ke kiri dan ke kanan. Dia berjalan melalui lorong klinik menuju ke pintu bagian belakang. Jingga mempercepat langkahnya saat sudah keluar dari klinik.
Dia sempat bingung akan kemana tapi yang ada di pikiran Jingga adalah kantor polisi terdekat.
Jingga berlari kecil menyusuri jalanan dan bertanya pada orang-orang yang dia lewati untuk bertanya di mana kantor polisi terdekat.
Jingga belum menemukan kantor polisi tapi dia melihat sebuah pos polisi lalu lintas di persimpangan jalan. Jingga menuju ke sana.
"Pak tolong saya" ucap Jingga.
"Ada apa bu? Duduk dulu bu" ucap polisi itu pada Jingga
"Pak tolong saya, saya di culik pak. Bapak bisa hubungi suami saya, penculik saya adalah tahanan yang kabur pak" ucap Jingga dan kemudian dia menyebut nomor handphone Gibra.
Polisi itu segera mengkonfirmasi ucapan Jingga ke kantor pusat. Setelah itu dia segera meminta bantuan mengingat penculik Jingga masih berkeliaran.
Jingga menangis bahagia karena setidaknya untuk saat ini dia aman.
***
Jingga memeluk Gibra dengan erat sambil dia menangis saat Gibra datang untuk menjemputnya. Jingga juga tidak menyangka dia bisa bebas dari Wisnu tadi. Jingga menganggap ini mujizat Tuhan bahwa dia di permudah untuk kabur dan anaknya tadi sangat pintar."Aku takut Gibra" ucap Jingga di sela tangisnya.
"Sekarang ada aku sayang, polisi sudah memburu Wisnu dan Wisnu akan segera tertangkap" ucap Gibra.
"Aku gak mau jauh darimu Gibra, aku takut Gibra" ucapnya.
"Tidak sayang, aku akan selalu ada di dekatmu" ucap Gibra.
"Bagaimana kau bisa kabur sayang, ceritakan padaku?" Tanya Gibra sambil tetap terus merangkul Jingga.
"Aku tadi awalnya pura-pura sakit perut dan calon anak kita pintar sayang, aku benar-benar merasakan sakit perut hingga Wisnu khawatir dan membawa aku ke klinik. Saat dia lengah, aku secepatnya kabur dan mencari pos polisi terdekat". Ucap Jingga.
"Apa sekarang masih sakit? Kita ke dokter lagi sayang". Kali ini Gibra yang khawatir.
"Aku udah gak apa-apa, tadi hanya acting. Anak kita pintar sayang, dia membantu mamanya bersandiwara" ucap Jingga.
"Baiklah sayang, ayo kita pulang. Kau harus istirahat agar kandunganmu tidak bermasalah" ucap Gibra.
"Ayo,aku juga merasa lelah dan kurang tidur" ucap Jingga.
Saat Gibra dan Jingga akan pulang, polisi mengabari bahwa mereka menemukan Wisnu bunuh diri. Wisnu menabrakkan mobil yang dia kendarai ke jurang dan meninggal. Polisi juga sudah memastikan bahwa mayat lelaki itu adalah Wisnu tapi polisi akan melakukan tes DNA untuk lebih memastikan bahwa lelaki itu Wisnu.
Polisi menyerahkan selembar surat terakhir dari Wisnu pada Jingga. Surat itu di titipkan kepada dokter yang ada di klinik. Awalnya dokter itu bingung maksud dari Wisnu memberikan surat itu. Setelah polisi datang ke klinik, dokter itu juga menyerahkan surat itu.
"Surat ini sudah kami periksa dan aman, ini di tujukan untuk anda" ucap polisi pada Jingga.
Jingga mengambil surat itu dan membacanya bersama Gibra.
"Jingga, aku harap kau bisa hidup bahagia. Maafkan aku sudah menyakitimu. Aku sangat mencintaimu Jingga tapi aku lebih memilih harta dan meninggalkanmu. Aku membunuh anakku dan menyakiti istriku hanya karena aku kesal mengapa aku tidak bisa bersamamu.
Jingga, aku tahu hatimu bukan milikku lagi. Kau sudah mencintai pria lain dan akan memiliki anak. Aku tahu semalaman kau tidak bisa tidur dan aku sadar Jingga bahwa kau tidak bisa kumiliki. Aku lelah menahan iblis di hatiku dan aku yang akan mengalah aku akan mati Jingga agar kau bisa hidup bahagia tanpa gangguanku.
Aku membiarkan kau kabur dan berharap kau bisa selalu bahagia. Selamat tinggal Jingga, wanita terbaik yang pernah ada di hatiku".
Itulah isi surat Wisnu yang cukup menyentuh hati Jingga. Wisnu memang mencintainya tapi Wisnu sakit dan dia selalu kalah melawan iblis di hatinya.
"Dia mencintaimu" ucap Gibra
"Cintanya tidak sebesar kau Gibra, hatiku hanya untukmu" balas Jingga dan dia membakar surat itu agar semua kenangan buruk tentang Wisnu juga ikut hilang.
"Ayo pulang Gibra, aku lelah" ucap Jingga dan Gibra menganggukkan kepalanya.
Gibra membawa Jingga pulang ke rumah agar istrinya dapat beristirahat dan melupakan apa yang sudah terjadi.
Semoga setelah ini tidak ada lagi orang yang akan menganggu hubungannya dan Jingga.
---&---
KAMU SEDANG MEMBACA
JINGGA
RomanceJingga tidak menyangka hidupnya akan berliku seperti ini. Kehilangan dan Kebahagian dia rasakan di saat bersamaan. Jingga tidak tahu apakah dia harus sedih atau bahagia di saat yang bersamaan. mampukah Jingga menjalani hidupnya ataukah dia akan meny...