Perjodohan ( POV Adit )

5.5K 235 6
                                    

"Sudah berapa usiamu, Dit?" tanya Ibu sambil menyiapkan kopi untukku. Wanita yang lemah lembut dan amat penyayang. Tak bertanya pun, Ibu tahu berapa usiaku, karena aku anak satu-satunya dan beliau takkan lupa tanggal berapa dan tahun berapa aku dilahirkan.

"Sebentar lagi tiga puluh, pasti Ibu ingin menyuruh mencari istri lagi, kan? Ayolah, Bu. Aku belum menemukan tambatan hati."

Ibu meletakkan kopi di depanku, dia menatapku dengan pandangan lelah.

"Jadi, Ibu yang akan terus membuat kopi untukmu? Umur segini, harusnya ibu menimang cucu."

"Ibu ...." Aku kehabisan kata-kata. Sialnya, Ibu menangis.

"Ibu, aku tak suka Ibu seperti ini." Aku bangkit, memeluk tubuh Ibu yang kecil.

"Jangan seperti ini, tak ada yang kurang dari kita, kita diberikan harta yang cukup, tubuh yang sehat, tak ada alasan lagi untuk bersedih, jangan begini, ya, Bu."

"Terus Ibu harus bagaimana? Apakah Ibu akan mati di ranjang yang dingin tanpa melihat anak Ibu menikah dan tanpa merasakan bagaimana rasanya punya cucu?"

Aku tak mampu menjawab pertanyaan Ibu. Ibu adalah segala-galanya, dia membesarkanku sendiri setelah Ayah menikah lagi, walaupun dulu biaya pendidikan masih ditanggung Ayah, namun kami terbiasa tanpa kehadirannya.

Berselang tiga hari kemudian, Ibu mengajakku bersilaturrahmi ke rumah kenalannya. Yang tak lain adalah rumah Ayumi.

Sesaat aku terpaku, ketika Yumi menghidangkan teh untuk kami beserta cemilan. Jika ada wanita yang cantik yang pernah kutemui, maka dialah yang paling cantik, layak berjejer dengan artis yang sering wara wiri di televisi.

Wajahnya oval, dengan kulit putih halus seperti pualam. Matanya bulat dan indah, memiliki bola mata yang hitam sepekat malam, alisnya terbentuk teratur serasi dengan bulu matanya yang lentik. Hidungnya mancung kecil, dipadukan dengan bibir yang merah muda yang lembab dan padat. Rambutnya hitam dan indah, bahkan walaupun samar, aku mencium wanginya saat dia lewat sambil menunduk di depanku.

Inikah yang akan dijodohkan denganku? Walaupun belum dikategorikan cinta, aku takjub dengan kecantikannya yang sempurna.

Setelah menghidangkan teh dan cemilan, wanita yang kuketahui bernama Ayumi itu duduk di samping ibunya, bahkan tanpa tertarik menatapku.

"Ini, anak kami, Ayumi. Usianya mungkin hampir beriringan dengan Adit. Sembilan bulan lagi tiga puluh tahun." Ayah Ayumi menerangkan perihal anaknya, Ibuku melirikku sejenak sambil tersenyum, mungkin dia mengerti bahwa anaknya tengah terpesona.

Aku cukup kaget, ternyata wanita di depanku ini sudah memilki umur yang banyak. Lalu, kenapa dia masih belum mendapatkan jodoh? Dan malah menerima saja dipertemukan denganku.

Aku masih menatap lekat wajahnya, mungkin angka sepuluh tak layak untuk manusia karena terlalu sempurna, maka aku memutuskan untuk memberinya nilai sembilan koma sembilan.

Dia kemudian menatapku, dengan tatapannya yang membuatku tersesat. Ada getaran sedikit. Namun, wanita itu buru-buru mengalihkan tatapannya.

"Jadi, bagaimana Yumi? Adit ini pria yang baik, dan mapan juga." Ayah Yumi langsung pada inti cerita.

"Terserah Ayah saja," sahutnya.

Aku melepaskan napas, seakan beban berat di dadaku lepas. Aku lega, pilihan Ibu tak pernah salah.

***

Orangtua kami memberi kami kesempatan untuk berbicara berdua. Di beranda rumah Yumi yang dipenuhi bunga-bunga dan koleksi burung milik Ayah Yumi. Sungguh, suasana yang asri, kami duduk di kursi rotan yang langsung menghadap ke rumput taman.

Ranjang AyumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang