6. Havana dan Cupid Cinta (1)

19 4 0
                                    

6. Havana dan Cupid Cinta

Aku mengerjap sekitar tiga atau lima kali, masih enggak percaya dengan apa yang barusan aku dengar.

Enggak-enggak, mana mungkin beneran orang itu, 'kan?

Kamar ini membeku. Kami semua diam di antara waktu yang seolah terhenti, sama-sama enggak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Serius?"

Cia memecah es yang membatasi kami, ia menatap Bella enggak percaya.

"Awalnya aku juga tidak yakin, tapi setiap kali aku bersamanya, jantungku terus berdetak cepat," Bella mengukir senyuman tulus yang enggak pernah aku lihat sebelumnya, "awalnya aku juga bingung, tapi setelah membaca beberapa artikel di internet aku jadi paham."

"Kamu baca artikel apa, sih?!" Cia mengernyitkan dahi, telunjuknya menunjuk wajah Bella. Mulutnya masih menganga, enggak percaya. Sama sepertiku.

Aku sedikit penasaran soal apa yang Bella baca.

"Kalau tidak salah '13 Gejala Jatuh Cinta'. Ah, aku juga baca artikel lain, tapi kurang relevan." Dengan polosnya Bella menjawab.

Bukannya ini menarik? Aku sebenarnya memang sudah menduga ada sesuatu antara mereka berdua, tetapi selalu disangkal. Sekarang Bella mengungkapnya, berarti tinggal membuat Samuel buka mulut, hehe.

"Kamu aneh, mana mungkin bisa nyimpulin itu cinta kalau cuma dari artikel!"

Suara Cia terdengar geram, entah kenapa dirinya tiba-tiba kelihatan kesal begitu. Namun, aku memiliki pemikiran yang sama.

Bella memang sudah aneh sejak awal, dia terobsesi dengan Matematika. Waktu SMP dirinya hanya fokus belajar, sampai-sampai teman sekelas menganggap Bella itu aneh dan mulai menjauhinya.

"Mana mungkin aku salah, soalnya aku sudah baca artikel lain soal jantung berdebar. Artikel lain soal penyakit punya penyebab yang sama sekali tidak aku lakukan, jadi ini pasti perasaan suka!" Bella membantah, enggak kalah keras suaranya.

Waa, gawat-gawat, mereka pasti selalu begini kalau beda pendapat.

"Tapi aku enggak nyangka, yang pertama kali ngomongin hal ini ternyata Bella." Aku tahu melerai mereka enggak bakalan bisa. Jadi aku memilih cara lain.

Di antara kami bertiga, Bella adalah orang yang paling kuragukan akan membahas persoalan suka. Siapa pun di SMA 45 tahu, kalau dia ini cuman suka Matematika. Tapi, kini dia malah memulainya.

Perasaan seseorang memang enggak ada yang tahu, ya? Malah Bella sudah lebih dulu menemukan pangeran berkuda putih dibanding aku sama Cia. Namun, apa bisa Samuel disamakan dengan pangeran berkuda putih?

Kayaknya mustahil, deh.

"Aku juga tidak percaya kalau kalian belum punya orang yang disukai. Ayo, sekarang giliran kalian." Bella melupakan perdebatannya dengan Cia, tetapi kini malah menginterogasi kami satu per satu dengan matanya.

Aku tertawa canggung sambil menggaruk bagian belakang kepala. "Aku beneran belum punya."

Jujur saja, belum ada cowok yang membuatku tertarik sampai sekarang.

Enggak dapat apa-apa dariku, Bella langsung mengalihkan targetnya pada Cia yang malah tersentak setelah aku ikut menoleh. Aku juga penasaran apa ia juga memiliki orang yang disukai?

Wajah merah Cia bukan lagi kekesalan. Matanya yang tadi melotot kini menghindari kontak dengan kami, seolah-olah ingin sembunyi. Telinganya juga ikut memerah. Uh, Cia terlihat sangat manis sekarang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 05, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

3 Anak Kucing dan Kukang PemalasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang