Part 3

5.2K 408 30
                                    

"Lo jangan sentuh adek gue ya! Awas lo kalau berani." Evan menatap sahabatnya penuh peringatan. Sedangkan yang di ancam duduk-duduk santai sambil meminum sirup yang di sediakan.

"Evan, kamu kok gitu sih? Kita udah kenal nak Dean lama, sejak kalian masih sekolah. Nggak sopan!" Sentak ibunya.

"Maafin Evan ya nak, dia emang sensitif jika menyangkut adiknya. Semenjak papanya meninggal, hanya Evan yang selalu jagain Stella." Ujar ibunya lagi yang tiba-tiba datang, sembari membawa beberapa camilan serta sekoper baju milik Stella yang sebelumnya Dean minta.

Dean menjulurkan lidahnya penuh kemenangan mengejek Evan. Sedangkan ibunya geleng-geleng saja melihat kelakuan dua bujangan tua, yang masih saja seperti anak kecil. Eh salah. Dean duda sekarang.

"Gimana Stella, Dean?" Tanya Indah sendu.

"Ya gitu tan, masih suka nangis."

"Lagian Stella itu bego ma. Laki-laki seperti Reno, apa yang bisa di harapkan? Evan bersyukur pernikahan mereka gagal."

"Sekarang kemana si Nobita itu? Biar gue yang kasi pelajaran Van."

"Nanti kita samperin." Balas Evan dengan rahang mengeras.

Indah tersenyum mendengar perkataan Dean. Jujur saja, Dean adalah tipe menantu idealnya. Selain ganteng dan sukses, Indah sudah mengenal lama. Sejak mereka masih sma. Dean anaknya juga sopan dan alim. Sangat cocok menjadi pendamping Stella. Menjadi imam dalam rumah tangga Stella nanti.

Alamak..!!! Kenapa jadi mamaknya yang berandai-andai?

Maka dari itulah Indah berencana mencomblangkan mereka diam-diam. Saat patah hati seperti ini adalah momen yang pas.

"Nak Dean nggak ada berencana buat menikah lagi? Umurnya udah hampir 37 kan? Mau sampai kapan sendirian? Jangan ikutin jejak Evan. Dia mah, emang nggak laku." Cibir Indah sinis.

Baik Evan dan Dean spontan menoleh ketika Indah mengatakan itu. Dean hanya tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuk yang tak gatal. Sedangkan Evan menatap ibunya curiga.

"Stella single tuh, dan tante rasa kamu cocok jadi imamanya."

Setelah mengatakan itu Indah beranjak pergi. Mengabaikan tatapan tajam anak laki-lakinya, Evan. Indah tidak habis pikir kenapa Evan selalu bilang Dean itu playboy. Padahal dimata Indah, Dean adalah anak alim yang baik hati.

"Gue nggak setuju!" Cibir Evan menatap Dean dengan tajam. "Lo itu duda mesum. Adek gue terlalu berharga buat lo. Lagian biar dia cari jodoh yang seumuran."

"Loh, tante Indah aja setuju. Duda kan pengalaman bro. Ye nggak?"

"Terserah."

"Jadi lo juga setuju?"

"Gue kepret mampus lo!" Bentak Evan yang membuat Dean terbahak. Dean gemar sekali menggodanya.

****

Pulang dari rumah orangtua Stella untuk mengambilkan baju, Dean menenteng koper milik wanita itu menuju kamar.

Ia sedikit mabuk karena Evan mengajaknya clubbing sebelum pulang. Gila-gilaan dengan para wanita memanjakannya si tongtong. Dua spesies brengsek itu memang tidak pernah berubah.

Sebelum masuk ke kemarnya, Dean telebih dulu masuk ke kamar Stella. Niat awal hanya ingin meletakkan koper. Tetapi melihat wanita itu tidur meringkuk hanya mengenakan dalaman saja membuat Dean tertarik. Magnet yang menariknya kuat sekali.

Ia duduk pelan di samping Stella yang sedang tertidur. Seketika ia mengingat perkataan tante Indah tentang Stella. Jika mereka menikah gimana ya? Dean jadi berandai-andai.

Dean pun menarik selimut itu sampai ke atas. Menutupi dadanya yang tadinya terlihat, lalu membelai rambut panjangnya yang begitu lembut.

"Kamu cantik banget. Aku baru menyadarinya setelah sekian lama." Dean kini menyentuh pipinya. Membuat gerakan memutar, lalu mendekatkan diri hingga beberapa centi.

"Maaf..." Bisiknya sembari melumat bibir Stella dengan lembut. Menikmati betapa manisnya bibir itu sebentar saja, sebelum akhirnya ia pergi menuju kamarnya sendiri.

Dean langsung membanting diri sambil menatap miliknya yang lagi-lagi stand up. Dean heran. Apa nggak puas saat di hotel tadi? Stella selalu membuatnya tegang hanya dengan berdekatan saja.

Dean menatap langit-langit kamarnya sambil termenung. Benar juga. Sampai kapan ia akan hidup seperti ini? Bermain wanita kesana-kemari, gonta-ganti dengan mudahnya bak mengganti celana dalam.

Tetapi untuk memulai hubungan serius ia juga belum siap. Dean takut kecewa lagi. Kegagalan pernikahannya sungguh membuatnya trauma untuk memulai lagi dari awal.

Namun... Dean juga ingin sekali memiliki Stella.

"Kalau nanti aku mau serius. Kayaknya kamu wanita pertama yang aku cari, Stella. Persetan dengan Evan. Persetan dengan umur." Lirihnya sambil memejamkan mata.

"Ini sulit di percaya. Tapi sepertinya aku telah jatuh cinta denganmu."

Miss Pesimis For Mr Playboy  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang