Part 5

4.7K 347 26
                                    

Dean memanyunkan bibir ketika melihat ponselnya tak ada pemberitahuan chat apapun dari Stella. Sudah hampir sebulan pacaran, tapi Stella nggak ada kemajuan juga. Dirinya selalu di kacangi.

Kalau Dean nggak ngechat, Stella juga nggak akan kasih kabar apa-apa. Begini banget ya nasibnya? Udah cinta banget. Tapi nggak dianggap.

"Habis menangin tender, masih aja kusut muka lo! Masih kurang aja kesuksesan kita sekarang?"

Dean menatap lurus ke arah Evan dengan wajah yang semakin kusut. Andai Evan tau. Adiknyalah yang membuatnya galau seperti ini. Kalau di pikir-pikir, ia jadi seperti sedang di permainkan anak-anak sekarang.

Tetapi sialnya, Dean suka di permainkan. Jika Stella anak-anaknya.

Tak selang beberapa saat, pacar Evan datang sembari membawa 3 gelas kopi Starbucks. Dua untuk mereka, satu untuk nyamuk sepertinya.

Wanita itu terlihat perhatian sekali kepada Evan. Dean sudah sering melihat keduanya bersama. Dan menurut Dean, Olivia orang paling sabar dengan sikap playboy Evan. Terlebih sikap plin-plannya. Dasar wanita Bucin!

Tak banyak yang tahu hubungan mereka. Termasuk Indah, ibunya. Evan tidak mau ibunya tau. Ia pacaran juga masih gonta-ganti. Evan akan memberitahu jika memang sudah ada yang benar-benar pas.

Sedangkan dirinya berbeda. Dean ingin serius kali ini. Ia mencintai Stella dan ingin memilikinya. Namun nasib berkata lain. Jika Evan menyembunyikan hubungannya, ia di sembunyikan oleh Stella. Miris sekali kan nasibnya?

"Kalian kalau mau pacaran jangan disini deh." Ujar Dean ketus.

"Kenapa? Makanya cari cewe bro." Jawab Evan santai sambil mengusap bibir wanita yang baru saja di ciumnya dengan mesra di hadapan Dean.

Bersamaan dengan itu, ponsel Dean berbunyi tiba-tiba. Senyumannya terbit begitu melihat siapa yang menelfonnya.

"Ya sayang..." Ujar Dean mesra. Membuat Evan dan Olivia menatap jijik ke arahnya.

"Kamu bawain aku makan ke rumah? Kamu udah sampai? Yaudah aku pulang sekarang. Cium dulu dong dari jauh...muach..!!!"

Evan dan Olivia geleng-geleng. Keduanya tau betapa playboynya Dean selama ini. Tapi lebih baik begitu. Dari pada melihat Dean menjadi bucin menjijikkan seperti itu.

"Gue pulang dulu ya Van, Oli, sayang-sayangan gue lagi main ke rumah. Lo urus semuanya Van, please!!!"

"Hari ini jadwal lo bego!"

"Please Van..." mohonnya lagi.

Evan mengangguk pasrah. Selama puluhan tahun bekerja sama, ini kali pertama Dean izin karena seorang wanita. Yah gimana ya, mereka susah senang bareng dari jaman sekolah. Mereka berubah bareng, dan sukses bareng.

Evan juga tau bagaimana hancurnya Dean ketika perceraiannya kala itu. Jadi jika memang ada wanita yang akan membuatnya bahagia dan move on dari masalalunya, Evan turut bahagia.

*****

Stella tersenyum menatap Dean makan dengan lahapnya. Padahal masakan buatannya tak seenak itu. Tapi kenapa Dean sebegitu lahapnya?

"Emang enak?" Stella mengusap bibir Dean yang cemong karena noda makanan. Membuat Dean merona. Kemana kemampuan playboynya sekarang?

"Apapun yang kamu masak, aku suka sayang." Jawabnya malu-malu.

"Gombal!!!" Stella memukul pundaknya, lalu merebahkan diri ke sofa. Semenjak dirinya pulang kembali ke rumah, ia dan Dean harus bertemu secara diam-diam seperti ini.

Stella sengaja tidak mau publish hubungan mereka. Stella ragu dan takut gagal lagi. Setidaknya jika gagal, hanya dirinya yang sakit hati. Kakak dan ibunya tidak perlu tahu. Apalagi Dean playboy.

Sejak awal Stella tau Dean playboy. Tapi... entah kenapa Stella tidak bisa menolaknya. Ia ingin mencoba hubungan baru. Meski hatinya masih ragu. Apa Dean tulus? Cowo sekelas Reno yang bisa dibilang ieuh banget aja selingkuh darinya. Apalagi sekelas Dean, yang gantengnya nggak ketulungan?

"Sayang makasih udah nelfon aku ya? Aku bahagia banget." Ujarnya dengan wajah sok manis yang najis banget.

"Emang aku nggak ganggu?"

"Loh, telfon dari kamu yang selalu aku tunggu. Kok ganggu sih?" Dean beranjak memeluk Stella dengan mesranya.

Stella tersenyum manis menatap Dean. Padahal selama ini ia kira, Dean akan risih jika Stella menelfon. Stella takut Dean tak suka. Tapi ternyata sebaliknya. Entah kapan sifat pesimis dalam dirinya akan hilang.

"Sayang aku pengen nih, boleh nggak?"

"Pengen apa?"

"Ah kamu mah pura-pura nggak paham." Dean mengangkat Stella menuju kamar. Stella tertawa renyah karena Dean terus menciuminya. Selanjutnya, hanya desahan keduanya yang terdengar.

Miss Pesimis For Mr Playboy  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang