10

208 32 0
                                    

Disaat Singto dan Inta menjauh untuk pembicaraan pribadi, Krist dan Jay malah terlibat suasana canggung yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya. Jay bukanlah sosok ayah yang ekstrovert, sikapnya yang tenang adalah satu-satunya yang diturunkan pada Krist karena wajah Krist menurun dari Mamanya.

"Kit...

"Mama sudah lama pergi, Mama pasti sudah tenang disana... "

Jay menatap Krist yang menatap gelas berisi air putih dan memainkan bibir gelas dengan jarinya. Ia memilih diam karena tahu Krist akan melanjutkan kalimatnya.

"... Papa pasti sudah memikirkan ini matang-matang" jeda beberapa saat, ia tidak berani menatap wajah Jay karena takut ia teringat akan mendiang Mamanya dan malah menahan keputusan Papanya untuk menjalin hubungan dengan Inta. Jika mementingkan ego, Krist juga tidak ingin Papanya bersama wanita lain selain Mamanya. Tapi Mamanya telah lama tiada, Krist memahami rasa kesepian Papanya. "Krist hanya ingin melihat Papa bahagia, itu saja... "

Jay menggenggam tangan kiri Krist. Ia ingin mengatakan banyak hal pada Krist, tapi ia tak ingin Krist terbebani, ia mengerti baik maksud Krist dan ia bersyukur memiliki Krist. "Terima kasih"

Krist menoleh, tersenyum dan mengangguk pelan. Hingga kemudian, Singto datang menghampiri dan berdiri di sampingnya, membuatnya dan Jay menatap heran. Apalagi saat Singto menarik tangan kanan Krist.

"Jika saya menikah dengan Krist, Paman Jay tidak akan menikahi Mama, kan?" Ucapnya dengan lantang.

Krist dan Jay terdiam mematung, Inta yang berdiri tak jauh dari mereka pun menunjukkan reaksi serupa.

"Tunggu, apa?" Tanya Jay.

"Saya paham kemana akhirnya ini. Tapi maaf, saya tidak bisa menerima ini"

Sebenarnya Jay sudah memperkirakan hal ini akan terjadi. "Kau melakukan ini karena kau menolakku menjalin hubungan dengan Mamamu? Sungguh anak yang egois ya... "

"Iya, memang begitulah saya"

Suasana makin menegang diantara Jay dan Singto. Keduanya bahkan masih menggenggam kedua tangan Krist.

"Lepaskan tangan Krist, kau melakukan hal yang sia-sia. Aku bahkan yakin kau tak benar-benar ingin mengajak anakku menikah, kalian baru bertemu beberapa hari"

"Anda pernah mengenal cinta pada pandangan pertama? Aku yakin itu yang anda rasakan pada Mama saya"

Krist masih terdiam, ia merasa berada dalam posisi bimbang. Di satu sisi, ia ingin membela Singto karena ia memahami perasaan Singto sebagai anak. Tapi di sisi lain, ia ingin membela Papanya karena ia ingin Papanya bahagia dengan pilihannya.

Jay tersenyum, ia berdiri, tangan menggenggam erat tangan kiri Krist. "Jangan mempermainkan anakku hanya untuk alasan itu"

Singto pun mengeratkan genggamannya. "Saya tidak pernah bercanda dengan kata-kata saya"

Krist dan Inta melihat posisi Singto dan Jay yang seolah siap tempur. Mereka sedang menodongkan senjata ke muka satu sama lain.

Krist berdiri, ia sudah merasakan kedua tangannya kebas. "Tunggu dulu, Pa. Khun Singto juga tenang dulu. Kita bisa bicarakan ini baik-baik, ok?"

"Kau tahu sifat Papamu ini kan Kit?" Tanya Jay tanpa mengalihkan pandangan dari Singto. Seolah ia tahu bahwa ia akan kalah jika mengalihkan pandangan dari Singto.

"Tap-

Inta menghampiri Singto dan berusaha menarik mundur anaknya itu. "Singto, kamu tidak seperti ini sebelumnya. Bagaimana bisa kamu tiba-tiba bilang akan menikahi Krist yang notabene... euh... sama laki-lakinya?"

Angels beside me - skTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang