Chapter 6

45 17 1
                                    

          Ranti tengah duduk di lobi rumah sakit. Kegiatan praktiknya sudah selesai hari ini. Dikeluarkannya ponsel dari dalam tasnya. Ia hendak memesan taksi online untuk mengantarkannya pulang ke rumah. Sedan putih miliknya sedang rusak dan harus masuk bengkel siang kemarin. Belum sempat ia meng-klik 'pesan' pada aplikasi taksi online-nya setelah ia membukanya dan menuliskan alamat tujuan dan alamat penjemputan, ia di kagetkan oleh suara panggilan seorang anak kecii dari belakang punggungnya.

          "Ibu dokter" panggil seorang anak yang tak lain adalah Denias.

          "Hai Denias, bertemu lagi kita hari ini. Kamu baru selesai kontrol ya?" balas Ranti sambil mengelus-elus pipi mungil Denias.

          "Iya ibu dokter, aku kontrol diantar papa dan suster Diah hari ini. Bu dokter sedang apa?" ucap Denias dengan senyum manisnya.

         "Bu dokter mau memesan taksi online sayang. Bu dokter mau pulang ke rumah" lanjutnya.

          "Pulang bersama kami saja bu dokter, biar sekalian diantar papa" perkataan yang keluar begitu saja dari mulut Denias.

         Mata Ranti terbelalak mendengar perkataan Denias, merasa cukup kaget mendengar ajakan anak itu. Ajakan yang membuatnya tidak nyaman. Berada satu mobil dengan pria yang baru kau kenal pasti akan menciptakan suasana canggung. Ranti berusaha menolak tawaran itu, dengan penolakan halus tentunya. Tapi tetap saja Denias bersikeras untuk mengajaknya.

          "Saya mohon dokter Ranti untuk tidak sungkan menerima tumpangan dari kami. Denias bersikeras untuk mengantar dokter pulang. Jadi tolong terimalah ajakan Denias ini" ucap Robby untuk meyakinkan Ranti.

          "Hmmm baiklah Pak Robby" balas Ranti dengan berat hati. Ia cukup sungkan pulang bersama Denias dan ayahnya. Baru dua kali bertemu dengan ayah Denias, tapi ia sudah diberi tumpangan terlebih ia belum cukup mengenal ayah Denias.

          "Hmm tidak mengapa Ranti, anggap saja ini sebuah hal baik, kau tidak perlu keluar uang untuk taksi online" gumam Ranti dalam hati berusaha meyakinkan dirinya.

          Ranti, Denias, Robby dan suster Diah telah berada di depan area parkir, bersiap untuk memasuki mobil Land Rover Range putih milik Robby.

          "Saya duduk di kursi belakang saja pak bersama suster Diah" ucap Ranti kepada Robby.

         Belum sempat Robby membalas perkataan Ranti, seketika disela oleh Denias. "Tidak ibu dokter, aku mau duduk di kursi depan bersama ibu dokter" pinta Denias.

         Ranti mendesah panjang sebelum akhirnya mengiyakan keinginan Denias. "Hmm baiklah Denias". Lagi-lagi Ranti harus menuruti keinginan Denias.

          Robby mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan standar. Robby, Denias, dan Ranti duduk di kursi depan. Dengan Denias yang dipangku Ranti. Sedangkan suster Diah duduk seorang diri di kursi belakang. Bagi yang tidak tahu mungkin akan mengira ketiga orang ini adalah sebuah keluarga. Sebuah pemandangan yang indah untuk disaksikan.

          Suasana di dalam mobil tampak hening. Ranti hanya memandang lurus ke depan ke arah jalan.

          "Uhukk.. Uhukkkk.. " Denias tersedak saat meminum airnya. Dengan sigap Ranti lalu memijit-mijit tenggorokan Denias, dipeganginya botol minuman Denias. Suara sedakan Denias memecah keheningan di dalam mobil.

          Robby yang menyaksikan hal itu dari depan kemudi setir dapat melihat sifat penyayang dalam diri Ranti. Sadar akan sikap Ranti yang sebenarnya merasa kurang nyaman harus satu mobil bersama Denias dan Robby, ia pun berusaha membuat situasi terasa senyaman mungkin untuk Ranti dan memecah kesunyian.

          "Terima kasih ya dokter Ranti, sudah mau mengikuti permintaan Denias untuk pulang bersama. Jika sudah punya keinginan ia bersikeras" ucap Robby.

          "Iya pak tidak apa" balas Ranti.

          "Pantas saja ya Denias mudah dekat dengan anda, karena anda penyayang anak-anak yang saya lihat. Pantas sekali menjadi dokter spesialis anak" ucap Robby dengan senyum merekah di bibirnya.

          "Saya dokter spesialis penyakit dalam pak. Untuk memiliki sifat penyayang tak harus dokter spesialis anak" balas Ranti dengan senyum sama merekahnya dengan Robby.

          "Oh salah menebak saya rupanya" kekeh Robby.
.
.
.
.
.
.
         Suasana telah berubah mencair. Obrolan demi obrolan mengalir dengan sendirinya. Membuat keduanya lebih mengenal satu sama lain.

***

          Sudah empat puluh lima menit jalanan mereka lalui hingga akhirnya tiba tepat di depan rumah Ranti. Rumah minimalis berlantai dua terlihat jelas dari balik jendela mobil. Ranti lalu keluar dan menutup pintu mobil.

         "Sekali lagi terima kasih dokter Ranti sudah mau menuruti keinginan Denias" ucap Robby saat kaca jendela mobil masih terbuka.

          "Sampai jumpa dokter" ucap Denias sambil melambaikan tangannya.

          "Sama-sama pak, justru saya juga harusnya berterima kasih karena telah diantarkan sampai ke rumah. Dan sampai jumpa juga Denias sayang. Istirahat yang cukup ya sesudah ini" jawab Ranti pada Denias dan Robby.

          Robby memutar balik mobilnya kemudian melajukan mobilnya, meninggalkan Ranti yang masih mengamati mobil itu sebelum benar-benar pergi menjauh hingga akhirnya lenyap seutuhnya dari pandangan Ranti.

Bukan Pilihan Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang