Sunyinya malam diiringi hembusan angin perlahan menemani Ranti dalam kebimbangannya malam ini. Iya duduk di atas sebuah bangku di balkon rumahnya memikirkan mengenai lamaran Robby terhadap dirinya. Ia bingung memikirkan jawaban apa yang harus ia berikan kepada Robby. Ini sudah memasuki hari ketujuh semenjak Robby mengutarakan niatannya. Bukan perkara mudah bagi Ranti untuk memutuskan hal ini.
Selama beberapa bulan mengenal Robby, di matanya ia merupakan sesosok pria yang baik, pria yang sangat menyayangi anaknya. Pria yang berkharisma juga berwibawa. Namun selalu melemah setiap kali berhadapan dengan anaknya. Pria kaya dan juga tampan seperti dirinya pasti banyak wanita di luaran sana yang tertarik olehnya tak peduli walaupun statusnya seorang single father, tapi kenapa harus Ranti yang dipilih olehnya. Bahkan hubungan mereka juga tidak begitu dekat. Apakah benar selama ini ia menaruh hati padanya? Tapi tak ada tanda-tanda sedikitpun bahwa Robby menyukainya. Insting Ranti dengan terang mengatakan bahwa selama ini pria itu tidak menyimpan rasa suka atau bahkan cinta padanya. Apa mungkin ini semata-mata hanya karena Denias dekat dengan dirinya atau juga mungkin ini adalah permintaan Denias? Itulah pertanyaan yang sampai saat ini masih berkecamuk dalam benaknya.
Untuk Ranti sendiri, bukan masalah baginya jika ia harus mendapatkan pasangan seorang duda atau single father, materi juga bukan segalanya bagi Ranti dalam mencari pasangan. Bahkan dahulu Ranti pernah menjalin hubungan asmara dengan seorang pria yang karir maupun status sosialnya berada di bawah dirinya. Terlalu naif memang untuk wanita cantik dan dengan karir cemerlang seperti Ranti tidak memprioritaskan memilih pasangan single dan pasangan yang memiliki kemapanan. Baginya yang terpenting adalah pria itu baik dan Ranti merasa nyaman dengannya. Jika nantinya ia bisa mendapatkan pria seperti yang di sebutkan di atas di tambah pria itu sukses ataupun bergelimang materi, baginya itu adalah sebuah bonus.
Ranti kemudian terbangun dari pikiran-pikirannya tentang Robby teringat akan suatu hal. "Astaga, aku belum memberitahu ayah dan ibuku mengenai hal ini" ucap Ranti sambil menepuk keningnya teringat akan dirinya yang belum mengabari orang tuanya mengenai hal ini. "Lebih baik besok aku menelepon ayah dan ibu untuk membicarakan hal ini" ucapnya dalam hati kemudian beranjak dari duduknya untuk kembali ke dalam kamarnya.
***
Ranti duduk santai di dalam kamarnya, bersandar pada kepala ranjang setelah selesai membersihkan diri sepulangnya dari rumah sakit. Jari di tangannya membuka ponsel dan mencari nama "ayah" dalam daftar kontaknya.
Tutt.. Tuttt. Bunyi suara telepon, menandakan panggilan tersambung.
"Halo selamat malam yah"
"Selamat malam Ranti" sahut suara pria paruh baya dari seberang sana yang tertaut jarak ratusan kilometer.
"Bagaimana kabar ayah dan ibu disana?" ucap Ranti membuka pembicaraan sebelum membicarakan hal pokoknya.
"Alhamdulillah kabar kami baik. Bagaimana dengan kabarmu Ranti. Apakah kau sudah pulang praktik?
"Kabarku baik yah. Aku sudah pulang praktik. Aku ingin membicarakan hal penting dengan ayah. Apakah ada ibu juga di samping ayah. Jika ada tolong teleponnya di loudspeaker agar ibu juga mendengar apa yang ingin kubicarakan"
"Ini kebetulan sekali ibumu ada di samping ayah. Baiklah akan ayah loudspeaker"
"Hmmm... Aku dilamar oleh seorang pria yah" ucap Ranti langsung pada intinya.
"Dilamar? Siapa yang melamarmu? Ayah tidak mengetahui jika kau menjalin hubungan asmara, tiba-tiba kau langsung mengatakan jika dilamar" jawab ayah Ranti dengan nada suara penuh keterkejutan.
Ranti kemudian membicarakan dengan sedetail-detailnya mengenai sosok Robby kepada kedua orang tuanya.
" Ayah tidak mempersalahkan mengenai statusnya yang seorang duda nak. Semua keputusan ayah serahkan kepadamu. Karena kau yang akan menjalaninya. Jika menurutmu dia pria yang baik, kau merasa nyaman dengannya ya sudah lanjutkan saja. Ayah hanya bisa mendoakan kau bahagia" perkataan yang tak ubahnya seperti nasihat ini keluar begitu halusnya dari mulut ayah Ranti.
"Baiklah yah, aku masih harus memikirkan dan mempertimbangkan ini baik-baik. Nanti akan aku kabari ayah lagi"
.
.
.Tanpa terasa perbincangan antara anak dan orangtua ini berlangsung dalam durasi hampir satu jam. Secara garis besar, ayah Ranti menyetujui jika akhirnya nanti Ranti akan menerima lamaran Robby. Ayah Ranti merupakan seseorang dengan pemikiran yang terbuka. Beliau tidak mempermasalahkan jika anak wanita satu-satunya harus mendapatkan seorang duda, beliau juga bisa menerima hal-hal baru, dan bisa menerima pendapat orang lain dengan baik.
***
Bunyi alarm membangunkan Ranti dari tidurnya. Pukul satu dini hari, waktu yang di tunjukkan di layar ponsel. Segera ia menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan menunaikan Shalat Sunah Istikharah. Ranti menenggelamkan kebimbingannya melalui untaian doa demi doa dalam kekhusyukan dan kesunyian di sepertiga malam. Memohon kepada Sang Pencipta agar memberinya petunjuk apakah harus menerima lamaran Robby atau tidak. Dirinya butuh pertimbangan yang matang dan tak mau asal memutuskan karena hal ini menyangkut masa depannya.
***
Banyak wanita di luaran sana yang mengidam-idamkan Robby, mereka tak mempermasalahkan walaupun statusnya seorang single father. Disaat banyak wanita mengincarnya dan dia memilihmu, tidakkah kau anggap ini sebagai sebuah keberuntungan? Semua orang ingin di posisimu, dilamar oleh seorang seperti Robby. Kalian serasi, dia tampan kau cantik, dia seorang bisnis man dan kau juga seorang dokter. Satu hal lagi yang ingin kutekankan padamu Ranti, pengalaman telah mengajarkanku bahwa dalam memilih pendamping hidup, seorang pria boleh menikahi wanita yang stratanya di bawah dirinya, tapi wanita tidak boleh menikahi pria yang stratanya di bawah dirinya. Karena apa? Karena jika wanita menikahi pria yang stratanya di bawah dirinya, harga dirinya akan jatuh di mata keluarga wanita sedangkan pria adalah pengendali dalam sebuah rumah tangga, serta akan ada masalah-masalah rumah tangga lainnya dimana itu yang akan menjadi pemicunya. Selama ini kau beberapa kali menjalin hubungan asmara dengan pria yang stratanya di bawah dirimu, selama kalian berpacaran mungkin akan baik-baik saja, tapi berbeda setelah kalian menikah Ranti.....
Kalimat panjang dan gamblang yang diucapkan sahabat Ranti yang bernama Savira terus saja menggaung dalam benak Ranti. Siang tadi Ranti berkunjung ke kediaman salah satu sahabatnya guna membagi ceritanya juga sekaligus meminta pendapat sahabatnya ini terkait lamaran Robby terhadap dirinya. Ucapannya yang terdengar blak-blakan justru membuat Ranti merasa senang meminta saran ataupun pendapat darinya, karena ia akan memberikan pendapat yang jujur dan apa adanya. Perkataan yang dilontarkan Savira jelas saja berbeda dengan prinsip Ranti mengenai arti sebuah hubungan. Ranti berusaha mencerna lamat-lamat ucapan Savira. Sebenarnya yang dikatakan sahabatnya ini ada benarnya juga, mungkin saja dirinya selama ini terlalu naif dan tidak realistis dalam memilih seorang pria.
Di lain sisi, Ranti juga memikirkan mengenai dirinya yang memimpikan Robby selama dua hari berturut-turut setelah melakukan Shalat Sunah Istikharah. Ranti berusaha mencerna ini baik-baik. Ini memungkinkan sebagai pertanda dari Sang Pencipta akan keputusan apa yang harus ia ambil.
***
Setelah beberapa hari berlalu, pada akhirnya Ranti telah tiba di penghujung keputusannya. Nasihat yang diberikan ayahnya, pertemuannya dengan Savira, saran dari sanak-saudara maupun kerabatnya, juga mimpi yang dialaminya yang mungkin juga sebagai pertanda jawaban dari doanya menghantarkannya pada satu keputusannya. Matanya terpejam rapat, menghela nafas lalu mengeluarkannya perlahan. Sepertinya ini adalah jawabannya, batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pilihan Hati
Romantizm"Kau membawaku ke dalam kisah ini. Kukira kisah ini adalah kisah yang manis, tapi ternyata..." -Asmaranti Hanggono- "Maafkan aku, aku melakukan semua ini demi kebahagiaan anakku, tanpa kupikirkan sebelumnya, aku telah menyakiti dua wanita, bahkan d...