12

16 2 0
                                    

Note: Jika terdapat typo atau ada kata yang di ulang tolong dikomentari biar aku perbaiki.

-
-

“Udah pada paham belum?” Bayu menatap malas ke arah teman-temannya. Rasanya tenggorokan Bayu sakit sekali karena menjelaskan berulang kali. Mengapa Bayu? Karena mereka memilih Bayu sebagai guru bimbel dadakan. Sebenarnya ada Mutia juga, namun Mutia tidak mau karena takut emosinya meluap-luap ketika harus menjelaskan berulang kali agar paham.

Mereka memilih mapel matematika untuk dipelajari. Karena, itu merupakan mapel tersulit menurut mereka. Apalagi Venus yang kelemahannya memang ada di situ.

Mereka merenggangkan otot yang terasa pegal karena duduk hampir selama dua jam. Rasanya seperti habis kerja bangunan. Istirahat sebentar sebelum pulang dan meminum jus jeruk yang sudah Venus siapkan tadi.

Memang belajar bersama ini disepakati di rumah Venus. Alasannya Bayu. Mengapa? Karena bayu tadi bilang, “Gue males nyetir, ke rumah Venus aja.”  Mereka menuruti apa kata Bayu, karena jika tidak siapa yang akan mengajar mereka? Apakah kalian sudah tau bahwa Bayu adalah tetangga Venus? Ya, jadi rumah Bayu bersebelahan dengan rumah Venus. Jarak balkon kamar mereka pun mungkin hanya sekitar satu meter setengah.

Venus menguap rasanya otaknya sudah mengepulkan asap karena terlalu pusing memikirkan rumus-rumus. “Kenapa x harus dicari sih? Cari yang ada kek. Itu malah cari-cari yang gak ada. Nyusahin sumpah!” Venus mendumel sendiri. Jika dipikir-pikir dulu Venus tidak terlalu kacau dalam pelajaran matematika. Setelah datang huruf x dan y entah mengapa Venus jadi sangat payah.

Selatan mengangguk menyetujui ucapan Venus. “Hooh, cari yang ada kek, misalnya S, Selatan.” Selatan berujar, mengedipkan matanya genit.

iuyyuuuhh, ada om pedofil guys,” ucapan Alisha membuat Selatan melempar kulit kacang tepat di mulutnya. “Setan!” umpat Sasa.

Venus melotot, melempar kulit kuaci yang baru saja ia ambil isinya. “Woi! Kumpulin kulitnya, jangan lo sebar! Gue males bersihin. Kalau lo mau bersihin sih, gak papa.”

“Iya-iya, sorry nyonya,” ujar Selatan.

“Cie ... Udah nyonya-nyonya, nich,” goda Putra. “Gimana Nus, udah siap jadi nyonya Adijaya belum?”

Selatan tersenyum, tangannya mengelus rambut Venus yang dibiarkan tergerai. “Gimana Nus, udah siap belum?”

Bukannya baper Venus malah jijik sendiri. “Belajar dulu yang bener, ga usah halu!” ujar Venus sinis. Jujur saja ia merasa geli dengan topik yang mereka bicarakan.

“Kalau udah belajar dengan benar, berarti boleh ngomongin yang tadi, nyonya Adijaya,” ucap Selatan menaik turunkan alisnya.

“Apasi?!” ucap Venus sedikit berteriak. Ia rasa omongan Selatan tadi sama sekali tidak nyambung.

“Laper, nih.” Vivi mengusap-usap perutnya.

“Ga tau diri banget lu ,Vi,” seloroh Devano.

“Maap Vi, gue ga ada makanan. Mama tadi keluar belum masak. Palingan gue kalau laper goreng telur apa bikin mi instan gitu, sekalian diet,” ujar Venus. Ia tahu jika sahabatnya ini kalau sudah bilang 'laper' berarti ingin makan makanan berat. Bukan hanya cemilan.

“Diet-diet, badan udah kayak lidi gitu, gegayaan diet,” lontar Mutia.

“Kalau Ayangit dateng sih, gue ga akan kelaperan kayak gini,” ungkap Vivi.

Gara-gara, Dare!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang