[ 02. kuburan surat ]

1.6K 260 63
                                    

"Rosieeeeee!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rosieeeeee!"

Minggu pagi, Jeni sudah berisik. Berteriak memanggil Rosie dengan teknik suara heldensopran. Melengking bak penyanyi opera terkenal.

"APAAAA?" Rosie balas berteriak dari dalam kamar mandi. Sementara Jennie tengah cuci piring bekas mereka makan semalam.

"Kau sudah lihat tanggal?" tanyanya, menyusul Rosie yang baru saja keluar kamar mandi dengan handuk menutup sebagian auratnya.

"Tanggal berapa ini? Sudah akhir bulan, kan?" tanya Jeni. Mempertampakkam senyum penuh arti yang hanya akan dimengerti Rosie. Sementara sang adik membalasnya dengan seringai bahagia. Lalu mengangguk.

"Cepat pakai bajumu. Habis sarapan, kita buka suratnya bersama-sama, oke?" Jeni mengacungkan ibu jarinya, menyatukannya dengan jempol kecil Rosie yang menggemaskan. Tanda sang adik menyetujui.

Jeni sudah duduk menunggu di meja makan kala Rosie datang dengan rambutnya yang basah. Ia ingin makan selahap-lahapnya pagi ini agar sarapannya cepat selesai, lalu cepat-cepat membuka kuburan surat mereka.

Tiap awal bulan, mereka akan menulis surat untuk satu sama lain. Lalu akan dibacakan pada akhir bulan, baru menulis surat untuk bulan selanjutnya. Rosie tidak sabar, Jeni akhirnya akan baca rentetan terima kasih darinya yang selalu enggan dia tuturkan secara langsung.

"Astaga. Kemari, Rosie. Eonnie keringkan rambutmu, ya?" tawar Jeni melihat tetes air dari rambut Rosie membasahi taplak meja putih berbunga. Rosie mendongak, tak menolak.

Ia lantas merubah duduknya. Kini ia duduk di kursi depan Jennie, tak terhalang meja. Ia membungkukkan punggungnya, mencondongkan diri. Menawarkan rambutnya untuk digasak Jeni oleh handuk kering.

"Aish, biasakanlah mengeringkan rambutmu sebelum kau mengenakan baju. Lihat, punggungmu jadi basah? Kalau sampai sakit, bagaimana?" Jeni terus melontarkan omelan seakan tak bisa diam seharian. Sementara Rosie tak bisa menjawab, sibuk bergetar karena gasakan handuk Jeni di rambutnya yang tak pelan.

"Sudah. Lanjutkan makanmu. Tapi yang cepat, ya!" tutup Jeni, mengembalikan Rosie ke bangkunya.

"Eonnie tidak makan?" Rosie bertanya. Baru menyadari tak ada piring berisi di meja Jeni. Hanya piring kosong yang diisi sendok, entah untuk apa.

Jeni menggeleng, "Rosie saja yang makan, ya? Nasi sisa semalam rupanya tidak cukup untuk dua orang, jadi aku hanya memasaknya untukmu,"

Rosie manggut-manggut. Tampak tak peduli, padahal hatinya senyum selebar mungkin. Ia ingin sekali menuturkan terima kasih karena Jeni telah memprioritaskan dirinya, tapi entah kenapa selalu akan tercekat di tenggorokan.

Ia mendongak lagi. Melihat Jeni memperhatikannya dengan tatapan dalam. Seraya menyendok angin di piring kosongnya seakan ada gundukan nasi di atasnya.

"Eonnie tidak lapar?"

bertaut. [tercekal sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang