[ 16. sebuah titik balik ]

832 150 33
                                    

Jeni mengernyit membaca pesan dari guru Rosie, sudah berulang-ulang ia mencerna kalimat tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeni mengernyit membaca pesan dari guru Rosie, sudah berulang-ulang ia mencerna kalimat tersebut.

[Sudah hampir dua pekan Rosie absen. Tolong, kami tunggu surat dokter untuk sakit Rosie, ya.]

Ia menggigit bibirnya. Bagaimana ia dapat surat dokter kalau mereka saja tidak ke dokter sama sekali? Alasan satu, Jeni tidak punya uang. Alasan dua, alasan satu. Selalu.

Ia bisa saja menyekolahkan Rosie untuk hari ini, kalau ia tak ingat gadis itu baru semalam kejang dan suhu tubuhnya mencapai hampir 40°C.

"Eonnie ...," Rosie merintih. Terus-terusan. Membuat Jeni kalut bukan main.

"Sakit ...,"

"Maaf, Rosie, Eonnie belum beli obatnya ...," Jeni menepuk kepala Rosie. Sshh, bahkan rambutnya saja hawanya hangat karena suhu tubuhnya.

"Iya," jawab Rosie lemas, "Rosie hanya bilang, perut Rosie sakit,"

"Bagian mana yang sakit, hm? Sini bagi pada Eonnie ...," Jeni menggenggam erat tangan Rosie, hingga jari-jari kecil itu balik meremasnya lemah. Jeni mengusap-usap dahi Rosie, berharap mengantarnya tidur karena semalam Rosie tak sempat lelap sama sekali. Tapi tampaknya, Rosie bahkan terlalu sakit untuk mengistirahatkan matanya. Malah, dwinetra jernih nan sayu itu terus menitikkan air matanya.

"Eonmie berangkat sekolah jam berapa? Bukankah Eonnie sudah terlambat?"

Jeni menggeleng, "Tidak apa-apa. Atau haruskah Eonnie tinggal di rumah, ya? Keadaan Rosie benar-benar mengkhawatirkan untuk Eonnie tinggal ...,"

"Tapi nanti Eonnie dihukum lagiㅡ,"

"Sshhh, tidak apa-apa. Daripada ...," Ia berhenti sejenak, menatap adik kecilnya penuh sayu. Ia mengecup dahi Rosie. Bibirnya yang jadi lembap sebab keringat berbanjir di keningnya, ia tak peduli.

"... daripada Rosie yang menghukum Eonnie."

Rosie mengernyit kecil. Tak mengerti. "Kenapa Rosie hukum Eonnie?"

Jeni menggeleng, kembali mengecup dahi Rosie. Ia tak mengatakan apa-apa. Hanya kecup yang begitu lamat, begitu penuh cinta. Begitu penuh takut juga, kalut, serta kesenduan yang tak tahu bagaimana dihancurkannya. Sebuah pilu yang selalu ada, begitu pula gelisah yang tak tahu bagaimana diusirnya. Jeni selalu menyampaikan sebongkah rasanya pada sekilas cium, yang ia harap Rosie hanya menerima hal-hal baiknya.

Jeni kalut. Ia ada tugas presentasi hari ini. Sedangkan ia menggendong seluruh kelompoknya di bahunya. Tak ada kesempatan kedua. Ia dan kelompoknya akan dapat nilai kosong jika ia absen hari ini.

Kalian tentu tahu, kawanan siapa yang dengan segera memasukkan Jeni ke kelompok tugas mereka, lalu memintanya mengerjakan semuanya dengan ancaman di hadapan mata. Dan Jeni tahu persis apa yang akan ia dapatkan jika ia tak hadir hari ini.

bertaut. [tercekal sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang