[ 08. the truth untold ]

1.1K 213 75
                                    

"Maaf, Bu Seojin, hari ini adikku sedang sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf, Bu Seojin, hari ini adikku sedang sakit. Jadi ...,"

Wanita di tengah 40 tahunnya tersebut lantas mengernyit dalam. Ia memijat pelipisnya. Gincunya nan merah menyala mencolok sekali saat ia berdecap.

Rosie berdiri di belakang paha Jeni dengan mata nan sayu. Mencengkeram rok Jeni takut.

"Tolong izinkan. Hari ini saja ...," Jeni memohon. Ia dengar teman-teman sekelasnya mendecap dengki.

"Kau benar-benar menyita waktu kami, Jeni," Bu Seojin menggeleng kesal. Ia lantas mengangguk pasrah, "Ya sudah, asal adikmu tidak mengganggu kami. Dua pekan lagi kita akan ujian, jadi semua harus benar-benar konsentrasi,"

Ia duduk selepas berterima kasih. Lantas mengeluarkan buku-bukunya. Namun sedetik kemudian, mendarat satu amplop dari sesobek kertas. Dibukanya, dan ia menemukan 27,600 KRW (Rp. 300rb) di dalamnya. Diimbuhi tulisan, "Tolong catat materinya di bukuku,"

Oke, tapi materinya 53 halaman. Dan ia harus menulisnya masing-masing di 4 buku, plus miliknya.

Beberapa detik kemudian, di mejanya dilempar tiga buku sekaligus. Dengan tambahan catatan "Ketiganya harus selesai sebelum jam istirahat. Atau uangnya akan kami ambil kembali, dan telur!"

Mereka benar-benar tidak waras. Permintaan mereka terlalu mustahil. Sementara Jeni datang di menit-menit terakhir jam pelajaran, yang mana ia hanya punya 28 menit sampai jam istirahat.

Dan Jeni sudah pasrah. Lagipula, ia sudah sehari-hari menerima hukuman atas permintaan mereka yang mustahil dilunaskannya. Tapi masalahnya, kali ini, ada Rosie.

Ia adalah anak yang sangat peka, berhati luas. Dan ia tak kenal takut. Jeni takut Rosie menantang ketiganya, dan berakhir buruk.

Ah, atau lebih ia mulai mencatat. Siapa tahu, bisa rampung.

Tapi tentu, tidak. Bel istirahat, dan ia bahkan belum menyelesaikan milik Sowon. Mereka lantas mendatangi bangku Jeni, mendudukki mejanya.

"Kau sudah selesai?" tanya Sinbi ria. Suara gembiranya justru membuat Jeni ketakutan. Karena jelas, ia belum sama sekali selesai.

"Aish, lamban sekali. Kau seperti siput," cibir Yerin. Melempar bukunya hingga ujungnya menghantam dada Jeni. Ia terbatuk sedikit.

"Beda, Yerin. Siput punya rumah, Jeni tidak," celetuk Sinbi, terkekeh seakan ia baru saja mengatakan lelucon terlucu sedunia. Namun bagi Jeni, itu menyakitkan karena ... yaaa ..., dia tidak salah.

"Apa, ya, tadi janjinya? Kenapa tidak kita laksanakan saja segera? Orang yang ingkar perlu dihukum," Dengan kasar, Sowon merampas kembali amplop tadi. Lalu menarik lengan Jeni keluar kelas.

Pasti, Rosie membuntutinya. Ia mencengkeram rok Jeni, berbisik, "Mereka mau bawa Eonnie ke mana? Kenapa mereka kasar?" ujarnya.

Satu tangan Jeni yang bebas menggenggam lengan kecil Rosie. Untuk tidak kehilangannya. Supaya nanti ketika mereka berhenti berjalan, Rosie baru dialihkan perhatiannya. Setidaknya, untuk adegan keji yang ia tahu ia akan hadapi itu.

bertaut. [tercekal sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang