17✧⃝•͙┄

259 51 13
                                    

Mingi mengerang.

Pria itu merasakan sakit di dada kirinya yang kini berbalut perban.

"Apa tidurmu nyenyak?"

Ia belum bisa menanggapi ucapan pria bersurai biru yang berdiri di samping tempatnya tidur.

"Beruntung San membawamu kemari tepat waktu." Pria itu mengambil kursi kayu dan terduduk di samping Mingi. "Kau kehabisan banyak darah."

Bibir Mingi pucat pasi.

Tenggorokannya kering.

"Sebentar, aku akan panggilkan Yeonhee untuk membawakanmu makanan."

Tangannya yang lunglai mencoba menahan pria bersurai biru itu.

Pria itu berbalik.

"Kau tidak sadarkan diri selama tiga hari," ujarnya. "Mengapa kau melakukannya?"

Kali ini Mingi berusaha membuka suara, "aku hanya--"

"Jangan bertindak bodoh, Mingi!!"

"Hongjoong-hyung..."

Pria bernama Hongjoong itu berjalan keluar dari ruangan tanpa menghiraukan panggilannya.

Masih terbaring, Mingi menatap langit-langit tinggi yang berwarna putih gading. Pikirannya mengawang, berusaha mengingat apa yang sudah terjadi pada dirinya.

Tangannya meraba bagian dadanya seperti mencari-cari sesuatu. Karena tidak juga menemukannya, ia dengan susah payah terbangun dan mencarinya ke sekitar.

"Kau tenang saja. Aku sudah mengurus semuanya," ujar seorang pria yang kini bersandar pada kusen pintu.

"San..."

"Padahal jika kau membalas serangannya, kelas rendahan sepertinya itu bisa dengan mudah kau habisi." San berjalan mendekat.

Mingi terdiam sama sekali tidak berniat menanggapi perkataannya.

"Hongjoong-hyung sangat menghawatirkanmu, kau tahu?" Pria itu lantas terduduk di ujung ranjang.

"Ini, ku pikir kau pasti mencarinya."

San memberikan sebuah kalung berliontin batu kecil berwarna hijau emerald berbentuk elips dengan ukiran logam pada pinggirannya.

"Terima kasih, San."

Mingi langsung mengenakannya. Ia memperhatikan kilatannya yang memantulkan cahaya mentari dari balik jendela. Pagi ini sangat cerah, bahkan cuitan burung-burung yang bertengger pada kabel listrik yang melintang di atas sana terdengar jelas bersahutan.

"Kau masih mengenakannya?"

"Selalu," jawab Mingi. "Karena ini adalah satu-satunya.

"Yeonhee bilang padaku, kalau kalung itu melindungi organ vitalmu dari serangan kemarin."

Mingi tersenyum getir seraya menggenggam liontinnya erat.

Berbagai ingatan indah campur pilu kembali tergambar jelas dalam benaknya.

Kalung itu, kalung yang tidak sempat ia berikan pada sang gadis pujaannya.

Kalung itu, kalung yang seharusnya ia lingkarkan di leher gadisnya ketika pernyataan cintanya ia utarakan.

Ingatan akan wajah pucat dan tubuh kaku sang gadis, membuat Mingi merasa jauh lebih sakit dari pada luka fisik yang kini dideritanya.

Sejak saat itu kalung tersebut berakhir melingkar pada lehernya, dan kerap kali bersembunyi di balik pakaian yang di kenakannya.

Sell My Soul [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang