DALAM CENGKRAMAN PRIA TUA
Lidya menguap. Wanita cantik itu membolak-balik halaman tabloid wanita yang sedang dipegangnya dengan bosan. Walaupun sudah berusaha membaca dan konsentrasi, tapi susah sekali memahami apa yang ditulis di tabloid itu karena dia tidak bisa fokus. Benaknya masih dibebani perkosaan yang dilakukan Pak Hasan.
Dia sangat trauma dan ketakutan, tapi tidak bisa berbuat apa-apa, dia tidak bisa menceritakan petaka yang menimpanya baik pada suaminya sendiri ataupun pada pihak yang berwajib, dia takut kalau dia membeberkan semuanya, situasinya akan lebih buruk lagi. Semalam suntuk Lidya berusaha tidur tapi tak kunjung bisa memejamkan mata, dia takut sewaktu-waktu Pak Hasan akan datang ke kamar dan menyetubuhinya lagi. Selangkangannya masih terasa sakit setelah mendapatkan perlakuan kasar kemarin.
Dasar panjang umur, pria tua busuk itu tiba-tiba saja muncul dan berdiri di samping Lidya.
"Aku pengen jalan-jalan ke mall, Nduk."
Lidya meneguk ludah, dia diam saja dan pura-pura tidak mendengar. Biasanya Pak Hasan akan pergi selama berjam-jam dan Lidya terbebas darinya. Pria tua itu biasanya pergi begitu saja tanpa pamit, entah kenapa hari ini dia pamit pada Lidya. Karena perasaannya masih kacau balau, Lidya diam membisu.
Tidak mendapat tanggapan dari Lidya membuat marah Pak Hasan. Dengan geram Pak Hasan mendekati menantunya yang sedang membaca. Tabloid wanita yang sedang dipegang Lidya disambar Pak Hasan dengan kasar sampai jatuh berserakan di lantai.
"Kamu dengar tidak? Aku mau mengajak kamu jalan-jalan ke mall!"
Ajakan Pak Hasan pada Lidya itu bagaikan petir yang menyambar di siang bolong. Ke mall? Apa lagi yang diinginkan kali ini?
"Ke mall?" tanya Lidya sambil merapikan rambutnya yang jatuh ke kening. "Ngapain kita jalan-jalan ke mall? Kebutuhan dapur dan yang lain masih ada. Besok lusa Mas Andi juga sudah pulang... kita tidak perlu..."
Wajah Pak Hasan memerah menandakan kemarahannya makin lama makin memuncak.
Pak Hasan menarik tubuh Lidya dan memeluknya dengan kasar. "Justru karena besok lusa Andi sudah pulang, aku mau menikmati saat-saat terakhir bersamamu, Nduk! Aku tidak ingin menyakitimu lagi, jadi sebaiknya kau turuti semua permintaanku tanpa mengeluh, atau aku akan berubah pikiran! Hari ini kita mulai dengan jalan-jalan ke mall karena aku pengen memamerkan menantuku yang cantik jelita pada orang-orang sekota."
Pak Hasan mencium bibir Lidya dengan kasar bahkan menggigitnya sampai menantunya itu kesakitan. Akhirnya setelah Lidya meronta-ronta, Pak Hasan melepaskannya. "Aku juga tidak suka kamu bertanya padaku dengan sinis! Lain kali pikir dulu sebelum mengajukan pertanyaan!"
Lidya yang sudah lepas dari pelukan Pak Hasan meringkuk di sofa dan menundukkan kepala, dia sangat ketakutan sampai-sampai tubuhnya bergetar. "Aku minta ma-..."
"Maaf? Sudah seharusnya!" dengan sombong Pak Hasan memalingkan muka dan duduk di sofa. "Ganti pakaianmu, dandan yang cantik! Aku menunggu di sini, jangan lupa bawa uang yang banyak dan kartu kredit. Siapa tahu aku ingin belanja-belanja."
Lidya melangkah lemas ke kamar atas, entah apa lagi maksud Pak Hasan.
###
Paidi Sutrisno bukanlah orang yang beruntung. Di usianya yang sudah mencapai angka 55, pria tua ini masih hidup berkekurangan. Masa mudanya yang suram membuatnya sering keluar masuk penjara, dia bahkan sangat terkenal sebagai preman pasar dengan sebutan Paidi Tatto, tentunya karena tatto gambar wanita bugil yang menghias sebagian besar punggungnya.
Karena kehidupannya yang keras, Paidi diceraikan oleh istrinya dan bekerja sebagai penjaga pintu sarang PSK. Hanya sebentar bekerja di sana, Paidi terlibat perkelahian dengan seorang pelanggan. Hal ini menyebabkan Paidi kembali masuk penjara.