ANISSA TERANIAYA
Anissa melamun. Si manis itu tenggelam dalam lembah pikirannya yang curam, kadang menukik kadang mendaki, tak tentu arah. Tatap bulat matanya yang indah kosong tanpa arah. Ia seperti menatap ke depan namun lamunannya melayang jauh.
Bibirnya berulang kali mengucapkan gumaman tanpa arti dan tangannya sering bergetar tak berhenti. Gadis manis itu gugup dan gelisah tanpa alasan. Sikapnya ini jelas tak biasa karena dulu Anissa adalah seorang gadis yang ceria, sikapnya kali ini berbeda 180 derajat dengan sikapnya yang dulu.
"Nis? Anis? Kamu kenapa?"
Suara panggilan lembut seorang gadis membangunkan Anissa dari lamunan yang memenuhi pikiran. Si cantik itu tak sadar kalau sebenarnya ia telah dipanggil lebih dari empat kali sebelum akhirnya sadar dan menjawab.
"I.... iya..." gugup Anis menjawab. Ia menyeka pelupuk matanya yang seperti berair.
"Kamu kenapa, say?" tanya Ussy, gadis yang saat itu duduk berdua dengan Anissa. Aprilia Ussy Indriani adalah seorang sahabat yang sudah paham luar dalam Anis, oleh sebab itu sikap Anissa yang berbeda dari biasanya membuatnya khawatir.
"A... aku nggak apa – apa." Secara reflek Anissa membenahi rok dan rambutnya yang sebenarnya masih rapi, Ia mencoba tersenyum pada Ussy. Anis tidak sadar lamunannya baru saja melayang begitu jauh tanpa bisa ia kendalikan sampai – sampai ia tidak mendengar Ussy mengajaknya berbincang.
Banyak yang ia pendam, banyak yang ia simpan, namun walaupun Ussy adalah sahabat sejatinya, tentu saja ia tak bisa menceritakan segala sesuatunya begitu saja, terlebih lagi... masalah itu... rahasia itu... pria tua bajingan yang telah merenggut kebahagiaannya itu...
Ussy mengernyit ragu, "...yakin? Aku di sini, say. Kamu bisa cerita apa saja. Sejak dulu kita selalu berbagi susah dan senang. Kamu percaya kan sama aku?"
"Beneran, aku nggak apa – apa." Anissa tersenyum manis, senyuman yang telah merontokkan hati banyak pria di kampus yang hanya bisa menikmati dari jauh. Siapapun tahu Anissa telah menyerahkan hatinya pada Dodit sehingga sebagian besar dari mereka sudah mundur teratur. Mereka yang mundur biasanya mengalihkan sasaran dengan mengejar Ussy, sahabat Anis.
Ussy sendiri memang tidak kalah cantik dari Anis, bahkan ia lebih tinggi dan beberapa kali menjadi model iklan walaupun skalanya lokal. Namun hingga saat ini, Ussy lebih memilih untuk sendiri, ia belum ingin berpacaran dengan siapapun. Dibandingkan Anis yang introvert, Ussy lebih terbuka dan banyak bicara, namun demikian ia tidak ingin memilih tambatan hati sampai nanti selesai kuliah.
Saat itu Anis dan Ussy sedang duduk di kursi taman yang ada di samping kantin kampus X yang asri. Keduanya tengah menikmati milkshake yang baru saja mereka beli. Ussy tentu saja sadar kalau sahabatnya tidak menaruh perhatian pada minuman yang terhidang di hadapan mereka. Sejak pulang dari berlibur ke rumah kakaknya beberapa bulan yang lalu, ada yang berbeda dengan Anis. Ia jadi pendiam dan terlihat selalu gelisah. Apa yang telah terjadi pada sahabatnya ini?
"Say... aku ini sahabatmu. Kita kenal sejak SMP. Aku tahu kamu luar dalam, dari A sampai Z, dari ujung rambut ke ujung jempol kaki. Aku tahu dimana letak semua tahi lalatmu, aku tahu dimana kamu menyimpan foto idolamu, aku tahu berapa uang yang ada di dompetmu. Singkatnya, aku tahu kalau ada yang salah sama kamu." Ussy menepuk lutut Anis. "Berjanjilah padaku kalau ada apa – apa kamu bakal cerita sama aku?"
Anissa tersenyum, "janji."
"Halo gadis – gadis cantik... apa kabar kalian hari ini?" satu suara serak tiba – tiba datang menghampiri. Ussy dan Anissa mengerlingkan mata dengan sebal, mereka tahu pasti siapa pria pemilik suara yang lantang dan tidak enak didengar itu.