Oleh Pujangga Binal & Friends
Burung – burung berkicau di pagi yang indah, matahari bersinar terang dan hembusan angin sepoi membuat pagi itu terasa sejuk. Terlebih di Kampus X yang mahasiswanya sedang mempersiapkan diri untuk masuk kelas, sejuknya angin menjadikan suasana menjadi lebih tenang dan damai.
Dodit yang saat itu mengantarkan Anissa tengah duduk – duduk bersama tunangannya dan juga Ussy dan Udin. Sebenarnya Udin tidak diundang ke dalam percakapan mereka, tapi tentu saja ketiga kawan lain tidak mungkin menolak kehadiran pemuda aneh itu. seperti biasa, dia selalu bergabung sambil mengucapkan puisi – puisi gombal yang membuat Dodit, Ussy dan Anissa menahan tawa.
Anissa masih belum berubah, sikapnya sama dengan kemarin, dia masih menjadi sosok yang pendiam dan hanya mengeluarkan sepatah dua patah kata saja. Dodit sampai kebingungan dibuatnya. Ia melihat jam tangan dan menggelengkan kepala.
"Aduh, sudah waktunya aku pergi. Aku pamit dulu ya, sayang." Kata Dodit sambil menepuk punggung tangan Anissa dan mencium kening kekasihnya itu. Anis hanya mengangguk dan tersenyum seulas. Tidak kurang dan tidak lebih. Udin melengos dan menghembuskan nafas karena cemburu melihat kedekatan mereka berdua.
"Dodit! Kamu mau lewat mana?" tanya Ussy tiba – tiba.
"Aku.. mungkin lewat pintu timur, kenapa?"
"Ah, kebetulan! Aku numpang sampai gerbang boleh?" Ussy menggoyangkan gulungan kertas yang isinya cukup banyak. "Aku harus fotokopi catatan kuliah ini semua rangkap lima."
Dodit tersenyum, "tentu saja boleh. Yuk."
"Oke, eh aku pinjam dulu tunanganmu, ya? Janji tidak akan lama, hi hi..." Ussy melambaikan tangan pada Anis dan Udin yang langsung disambut anggukan Anis dan senyum lebar Udin. Setelah Ussy dan tunangannya pergi, Anissa seperti tidak peduli dan membalikkan tubuh.
Senyuman Udin semakin lebar, tentu tidak ada yang memperhatikannya.
Dodit dan Ussy berjalan beriringan, sebenarnya kepergian dengan Dodit ini hanya alasan Ussy saja karena ia butuh waktu untuk membicarakan sesuatu dengan tunangan sahabatnya itu. "Dodit, kamu tahu tidak sikap Anissa akhir – akhir sangat aneh." Kata Ussy saat mereka sudah jauh dari posisi Anis dan Udin.
Dodit menundukkan kepala dan memainkan kunci mobilnya dengan kaku, "aku tahu. Aku tidak tahu apa yang terjadi dan kenapa dia bersikap demikian. Sepertinya aku tidak pernah berbuat salah kepadanya."
Ussy menelengkan kepala, "kamu yakin kamu tidak pernah berbuat salah? Yang di sana itu bukan Anissa, dia bagaikan gadis asing yang tidak kita kenal sama sekali! Pasti ada sesuatu!"
"Aku juga tahu, tapi sungguh aku tidak tahu apa yang terjadi padanya." Dodit sempat menengok ke belakang untuk melihat Anissa, namun terhalang rindang pepohonan taman di depan kantin tempat tadi mereka duduk – duduk, ia menghela nafas dan menggelengkan kepala. "Entahlah, aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk mencari tahu, tapi Anis itu tertutup sekali."
Ussy ikut menghela nafas sedih, "yang sabar ya. Aku juga kehilangan Anissa yang dulu."
Dodit tersenyum pahit.
Ketika Ussy dan Dodit melangkah pergi, Anis juga melakukan hal yang sama menuju kelas, namun ke arah yang berlainan.
Ia diikuti oleh Udin.
Udin berkali – kali melihat ke arah belakang untuk memastikan Ussy dan Dodit sudah hilang dari pandangan dan ketika saat itu tiba, Udin memanggil gadis jelita disampingnya dengan pelan.
"Nis..."
Anissa menengok ke samping dan melihat ke arah Udin. "Ya, Din?"
Tapi Udin diam saja, ia bukannya menjawab malah menikmati kecantikan Anissa seperti hendak menelannya hidup – hidup. Dari atas, dari ujung rambut yang indah, hingga ke bawah, melalui lekuk tubuh yang seksi dalam balutan pakaian sederhana dan jeans ketat yang memperlihatkan lekuk tubuh yang indah.