Hingga pagi menjelang, Anissa masih berharap Dodit akan datang dan menyelamatkannya. Itu yang membuatnya tetap bertahan, sinar matahari yang masuk samar melalui jendela dengan tirai yang selalu tertutup membuat harapannya terus terjaga, sepanjang malam hingga pagi ia berjaga. Asanya masih ada, segunung, sebukit, sekepal, sejengkal, setitik, sekecil apapun, berapapun ukurannya asa itu masih menyala.
Sayang hingga sinar matahari itu mulai redup dan menghilang Dodit masih juga belum datang. Justru Pak Bejo yang datang dan membuka pintu.
"Selamat sore, anak manis. Maaf membuatmu menunggu lama. Hari ini kursusmu akan segera dimulai." Kata pria tua itu sambil terkekeh. "Aku akan memanggilkan guru kursus privat untukmu sore ini."
Anissa kebingungan, ia meringkuk di pojok ruangan dengan ketakutan, wajahnya pucat pasi dan kepalanya menggeleng – geleng tak mau berhenti, ia benar – benar sangat ketakutan. Di samping Pak Bejo berdiri sosok wajah asing yang tak dikenalinya, wajahnya keras dan tubuhnya kekar, rambutnya yang keriting dipotong membulat.
"Dia ini panggilannya Kribo," kata Pak Bejo. "Dia orang kepercayaanku. Dia yang akan menjadi guru privatmu hari ini."
Kribo tersenyum meringis, wajahnya sangat bengis dan kejam. Anissa langsung tak menyukainya sejak pandangan pertama. Pria itu maju pelan dan menarik lengan Anis dengan kasar.
"Jangan! Jangan... saya tidak mau, Pak... jangan..." Anissa mencoba minta pertolongan Pak Bejo namun pria tua itu hanya mendengus tak mau tahu meninggalkan mereka berdua. Ia duduk di sofa yang ada di ruang tengah dan menyalakan televisi. Telinganya seakan tersumpal dengan raungan dan teriakan Anis yang dibawa paksa oleh Kribo keluar dari kamar.
Gadis itu dibawa paksa menuju gudang yang sepi, di sana hanya ada kayu dan kotak – kotak kardus kosong. Lampu ruangan awalnya dimatikan, sehingga Anissa tak bisa melihat apapun. Ia berjalan dengan tertatih karena digandeng paksa oleh Kribo. Anis bisa mendengar suara pintu dikunci rapat dan tawa beberapa orang yang ada di dalam gudang.
Ketika lampu kembali dinyalakan, Anissa ternyata sudah berada di tengah ruangan.
Terpaksa berjalan pelan di tengah gudang yang sudah kosong karena tak tahu harus kemana dan berbuat apa, Anissa menatap ketakutan ke sekelilingnya. Di sana sudah berdiri 5 atau 6 atau 7 orang berwajah sangar yang sama sekali tidak ia kenal yang mengitarinya, ia tidak bisa menghitung dengan pasti jumlah mereka karena ketakutan menatap satu demi satu wajah yang ada.
Yang Anissa ketahui dengan pasti bahwa wajah mereka tidak ada yang tampan, hampir semua berkulit hitam dan sawo matang, memiliki otot yang kencang dan masing – masing memiliki tato yang memenuhi bagian tubuh tertentu.
Yang membuat si cantik itu makin gemetar dan ketakutan adalah karena orang – orang itu tidak mengenakan celana! Mereka tersenyum menjijikkan sambil menjulurkan lidah seperti hendak menelan Anis hidup – hidup sementara batang penis mereka dipamerkan kemana – mana!
Tangan mereka bergerak ke selangkangan untuk mengocok kemaluan masing – masing saat Anissa melangkah ke tengah ruangan. Seakan hanya dengan menyaksikan Anissa melangkah saja mereka sudah terangsang, walaupun harus diakui, gerakan si cantik itu memang gemulai.
Di ujung ruangan terletak sebuah kursi kayu yang memiliki ikat permanen terbuat dari kulit di bagian lengan dan kakinya, bentuknya seperti kursi penyiksaan yang ada di cerita – cerita kuno. Melihat kursi itu Anissa makin merinding, apalagi ia juga melihat lima tripod dengan video kamera yang siap dinyalakan berada di sisi – sisi gudang semua diarahkan menuju ke kursi itu. Apa yang orang – orang ini rencanakan??!
Seorang laki – laki yang kulitnya hitam dan bibirnya tebal maju ke depan Anis sambil berulang kali menjilat bibirnya sendiri. Gadis yang ketakutan itu hendak mengucapkan sepatah kata... namun tiba – tiba saja orang itu menamparnya tanpa sebab!!