Chapter 3 : Penculikan

7 0 0
                                    

“Nick percepat jadwalku hari ini. Aku ingin segera menyelesaikannya sebelum petang” ujar Leta sambil mengutak-atik ponselnya. Sekilas Nick melirik melalui kaca sepion

“Itu terlalu beresiko. Apa Kau yakin?” Tanya Nick memastikan. Oh…ayolah, beraksi saat siang hari? Apa bedanya dengan bunuh diri. Leta mematikan ponselnya dan melirik Nick yang juga sedang menatapnya melalui kaca sepion sambil terus focus menyetir. Nick memang hanya bersikap informal jika dihadapan Leta, Johnny dan Carlos

“Tentu saja”

“Ta—“

“Mereka akan lebih waspada jika malam sudah tiba”

Nick hanya diam dan lebih memilih focus menyetir. Dalam lubuk hatinya dia tidak sejutu Leta bergerak siang bolong seperti ini, tapi mengingat kemampuan Leta, Nick berusaha untuk percaya kalau  semuanya baik-baik saja

Akhirnya merekapun sampai di kampus. Sebenarnya Leta ingin sekali lagsung bergerak tapi mengingat dia sering absen membuatnya takut megulang semester

“Kita akan bergerak satu jam setelah Carlos pulang. Jemputlah Selena terlebih dahulu kemudian langsung ke markas, tidak usah menjemputku”

Nick hanya bisa menuruti perkataan Leta, setelah itu Leta keluar dari mobil dan masuk ke kampusnya. Leta tiba dikelas sekitar sepuluh menit sebelum Dosen masuk

Leta mendudukan dirinya di bangsung yang biasa ia duduki, bangku paling tengah. Karena apa? Karena lebih mudah saja meihat papan tulis dan memperhatikan Dosen dari sudut itu

Leta tidak punya teman karena dia sering absen ditambah dia juga jarang bersosialisasi. Menurutnya membuang waktu dan tenaga untuk meladeni mereka. Leta hanya akan berbicara pada teman sekelasnya jika Leta merasa obrolan itu mempunyai tujuan dan manfaat yang jelas

Tak lama dari itu,  Sang Dosen pun memasuki ruangan dan pelajaran yang membosankan ini pun dimulai

****

Sekitar pukul sepuluh siang, Rio pergi menemui Dhanni di kantor. Rio memang sengaja berangkat siang, maklum menunggu situasi reda karema si pengrusuh Let sudah berangkat ke kantor

Rio memarkirkan mobilnya di parkiran kantor. Dia masih tidak percaya bisa membangun kantor sendiri. Senyum kecil terbit di bibirnya, melihat gedung lusuh yang dulu kini menjadi sebuah kantor dengan lima lantai

Memang tidak terlalu tinggi tapi itu dari kerja keras dia dan rekannya, tidak ada bantuan sama sekali dari Jimmy yang notabennya seorang pengusaha kaya

“Duh... Masih nggak nyangka gue bisa diriin perusahaan sendiri hahaha... Gue emang hebat” gumamnya

Dengan bangga Rio memasuki gedung bertuliskam Mario's Bourner, terpampangnya beberapa karyawan yang berjalan kesana kemari. Tidak ada sambutan apapun karena Rio membuat peraturan dimana semuanya sama. Tidak dibedakan dengan jabatan dan sebagainya

Mungkin itulah kenapa Dhanni sangat berani menyuruhnya pulang 'Ownernya'. Tapi bukan berarti kantor ini bekerja sesuka hati, tetap ada prosedurnya. Seperti membuat kontrak dengan customer dan sebagainya

Rio membuka ruangan dimana biasanya ia dan rekannya berdiskusi. Dhanni, Darren, dan Nichole sudah menunggunya di dalam

“Wah... Bos besar datang. menyenangkan sekali berangkat saat semua orang istirahat makan siang” sindir Darren. Tidak kalah Rio pun ikut menimpali “Iya... Menyenangkan sekali melihat karyawan menyuruh Bossnya untuk bekerja”

Dhanni yang disindir hanya memutar mata bosan. Memang disini dialah yang paling 'dewasa' diantara mereka sehingga malah Dhanni yang mengatur semuanya bukan Rio

Death HoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang