Uke Skt

251 28 32
                                    

UraSaka

Bahagia itu sederhana.

Menurut Urata, kalimat itu merupakan kalimat yang sangat pas untuk menggambarkan keadaannya saat ini.

Terbangun oleh kicauan burung dipagi hari, hal pertama yang ditangkap oleh netranya adalah sosok bersurai merah yang tertidur pulas menghadap kearahnya.

Betapa cantiknya wajah damai orang terkasihnya ini.

Tersenyum, Urata mengelus pipi itu pelan sebelum mencium dahi si orang terkasih penuh cinta.

"Ngh... Ura-san, kau sudah bangun..."

Kelopak mata itu terbuka pelan, dan dua rubi yang berkilauan balas menatapnya.

Sekali lagi Urata mendaratkan kecupan ringan didahinya.

"Selamat pagi, sayang. Apa tidurmu nyenyak?" Tanyanya.

Sakata, nama si surai merah, mengangguk pelan.

"Mmn... Ura-san sendiri?"

Manisnya.

Urata tertawa melihat Sakata yang masih belum sepenuhnya terbangun.

"Tentu saja tidurku nyenyak. Ada malaikat disampingku, bagaimana mungkin tidurku bisa tidak nyenyak?"

Pipi bulat itu memerah, dan seketika ia berbalik membelakangi Urata.

Oh, sudah benar-benar bangun ternyata.

"Mou...! Ura-san, ini masih terlalu pagi untuk melemparkan gombalan!"

"Itu bukan gombalan, tapi kenyataan." Tawa Urata.

Ia memeluk pinggang si merah erat, dan berbisik ditelinganya, "Berada didekatmu membuat tidurku sangat nyenyak. Apa mungkin kau itu memang benar-benar malaikat yang diturunkan untuk menamaniku? Naa, Sakata..."

"Ura-san...! Jangan pakai ikebo-mu didekat telingaku begitu! Aku malu mendengarnya...!" Protesnya.

"Kupikir kau suka." Kekeh Urata.

"Siapa yang bilang begitu?!"

"Baiklah, baik. Aku akan berhenti." Balas Urata.

"Bagus. Sekarang sebaiknya kita segera bangun dan bersiap, kita ada pekerjaan setelah ini."

Pelukan dipinggang dilepas paksa, dan Sakata beranjak turun dari ranjang dengan wajah merah yang lucu.

Padahal Urata masih belum puas memeluknya, si merah ini main kabur begitu saja. Tidak bisa dibiarkan.

Urata cepat-cepat menahan tangan Sakata.

"Kenapa kau menahan tanganku, Ura-san?"

Urata melemparkan seringai, lantas menarik tangan Sakata agar si pemilik mendekatinya.

"Morning kiss, kita belum melakukannya."

Alis itu mengkerut, tapi merah dipipinya maaih belum hilang juga.

"A-apakah itu harus?" Tanyanya.

"Tentu saja."

"Baiklah..."

Kembali mendekati ranjang, Sakata menunduk untuk menjangkau Urata yang masih terduduk diranjang sebelum mendaratkan sebuah kecupan ringan dibibir si brunette.

"Sudah puas kan?" Tanyanya, kentara sekali sedang menahan malu.

"Um, begitulah."

Sejujurnya belum puas, tapi setidaknya lebih baik dari tidak sama sekali.

Utaite OneshotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang