CHAPTER 9 | Caitlin

260 23 3
                                    

*Caitlin pov

"Sial!" Gumamku pada diriku sendiri.

"Sial, sial, sialll!!" Aku akhirnya duduk dikasurku merunduk, mengacak acak rambut keritingku.

Melepas tanganku dari kepalaku aku memandang ke sekeliling ku. Pecahan pecahan dari botol kaca masih berserakan di lantai kamarku.

Aku bingung, takut, sulit untuk menggambarkan Perasaanku saat ini.

Bagaimana tidak bingung?, jika dirimu salah memberikan seseorang ramuan yang seharusnya menyelamatkannya tapi malah membahayakannya.

Cairan yang seharusnya aku campurkan masih utuh di meja pojok kamarku. Sedangkan yang aku tuangkan adalah cairan untuk membius. Padahal aku sangat yakin yang aku tuangkan adalah cairan itu.

Tiba tiba terdengar ketukan di pintuku. Dari nada ketukannya aku sudah tau siapa itu.

"Ada apa ran?!" Teriaku masih terduduk di kasurku

"Yang mulia ingin bertemu denganmu" Jawabnya di balik pintu.

"Hhhh... " Menghela nafas aku bangkit dari tempat tidurku menuju pintu dan membukanya.

"Akhirnya," Pria itu berbicara menatapku dari atas sampai bawah. Wajar saja dia menatapku seperti ini, aku tidak keluar kamar sejak pangeran edmud menghilang.

Dia sedikit melirik ke balik bahuku. Melihat keadaan di dalam kamarku.

"Apa kau masih saja bermain main dengan cairan cairan itu?" Tanya ran melipat tangan di depan tubuhnya.

mataku melirik ke atas. Dia pria yang tinggi, jadi aku harus sedikit mendongak untuk melihatnya.

Aku tidak menjawab.

"Ibumu pasti akan menyesal jika ia tau hal yang ia ajarkan dulu membuat anak perempuannya menjadi perempuan yang selalu mengurung diri, mencampur campur cairan tak berguna" Gumamnya mengejek.

Memperhatikanku sekali lagi dia menggosok gosok tangannya di hidungnya. Sambil Mengerutkan alis.

Aku tau apa yang ia maksud. Aku memang tidak mandi selama beberapa hari dan aku selalu bau ramuan yang tercampur campur. Karena hanya itu kegiatanku.

Hanya itu yang mendiang ibu ajarkan padaku. Walaupun sudah beberapa tahun yang lalu.

"Aku pikir, pangeran - pangeran yang sebelumnya akan berpikir dua kali untuk kabur. Jika penampilanmu sedikit -" Dia kembali melirikku. Lirikannya adalah hal yang paling aku benci di dunia ini. "RAPI." lanjutnya dengan nada yang sedikit mengejek.

Aku menepis tangannya saat dia berusaha menyentuh ujung gaun tidurku. Berniat untuk menjelekanku lagi.

"Menyingkir" Bisikku. Aku tertunduk menatap lantai. Terlalu malas melihat wajahnya yang memuakan.

Dia bergeser ke samping untuk memberiku jalan dan merentangkan satu tangannya.

"Silahkan" Dia sedikit membungkukan badannya "Tuan-putri" Lanjutnya. Matanya mengikutiku saat aku berjalan di depannya.

Aku kembali berjalan menyusui lorong istana ayahku. Menjauhkan diri dari Ran yang menjengkelkan.

Ya, istana ayahku. Aku bahkan tidak menganggap istana pengap dan gelap ini adalah istana atau rumahku. Ini adalah penjara bagiku. Aku benci Tempat ini.

Hidup di istana yang besar dan suram. Dilarang keluar sekalipun turun dari istana. Aku bahkan sangat membenci jika harus keluar dari kamarku.

Bayangkan kau memandang pemandangan yang sama selama 15 tahun.

He's The Fourth - [Edmund Pevensie]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang