"Lu mau ninggalin gua?" tanyanya dengan nada tinggi. Sebenarnya aku lumayan takut dengannya, tapi aku tidak mau jika hubungan ini diteruskan akan jadi toxic ke depannya. Makanya lebih baik berhenti dari sekarang dari pada sudah terlanjur lama, dan perasaannya padaku terlanjur dalam.
"Nggak gitu, Al--"
*****
"Terus apa, ha?!!" bentaknya, matanya merah membulat dengan sempurna. Bukan! Warna merah di matanya bukan karena menahan tangis, melainkan amarah.
"Calm down, Al. Dengerin Fay dulu, nih minum biar bisa mikir jernih sejernih air mineral ini hehe," tawaku hambar, berusaha mencairkan suasana. Aku menyodorkan botol minum berwarna pink, berisikan air mineral. Dia menepis botol yang kupegang, alhasil botolnya terjatuh dan airnya tumpah berceceran di atas rumput. Aku meneguk saliva, menetralkan degub jantungku yang tak karuan. Bukan! Ini bukan deguban jantung orang yang sedang jatuh cinta, melainkan deguban jantung yang ingin copot dari tempatnya.
"Listen to me, Al." Dia menghembuskan napas gusar.
"Oke," jawabnya dingin.
"Fay nggak ninggalin Al, Fay akan selalu ada kok buat Al kalau Al butuh, tapi sebagai teman biasa. Ada beberapa alasan, kenapa Fay nggak bisa lanjutin hubungan ini," tuturku dengan selembut mungkin, agar dia mau mendengarkan.
"Alasannya?" tanyanya dengan nada yang mulai rendah. Aku tersenyum senang, melihatnya sudah mulai bisa mengontrol emosi.
"Al terlalu cuek buat Fay, dan selama hubungan ini berjalan Fay ngerasa nggak ada di kehidupan Al begitupun sebaliknya. Kita sama-sama keras kepala--"
"Wait, sama-sama keras kepala?" Al mengerutkan keningnya, aku dengan mantap menganggukkan kepala. Selama bersamanya aku memang lebih sering mengalah dan bersikap bodo amat tapi aku tidak bisa bersikap seperti ini dalam waktu yang cukup lama, apalagi selamanya.
"Fay emang penurut, tapi ke orang yang nuntun Fay bukan nuntut. Al emang nggak pernah nuntut apapun dari Fay, tapi sifat Al yang keras sewaktu-waktu bisa bikin Fay lepas kendali, dan Fay nggak mau itu terjadi. Terus--"
"SHUT UP!!!" bentaknya, yang lagi-lagi membuatku terlonjak kaget, "bilang aja lu nggak suka kan, sama bad boy kayak gua? Yang tiap malem ke club, sering main sama cewe, suka mabuk, nggak usah munafik deh bilangnya nggak permasalahin itu semua tapi mana buktinya?" lanjutnya dengan penuh penekanan.
"Nggak, Al!" nadaku mulai meninggi, "astaghfirullah maaf," pintaku, kemudian aku memejamkan mata sejenak, mengatur napas mencoba untuk memadamkan amarahku yang mulai tersulut. "Fay nggak permasalahin itu, Al. Fay mau kok, dampingi Al buat perbaiki diri tapi sebagai teman bukan pasangan, kanapa gitu? Karena Fay butuh seseorang yang bisa melengkapi karakter Fay, dan Al nggak bisa ngelakuin itu."
"Gua bisa berubah, Fay," ucapnya lirih.
"Fay yakin, kok kalau Al bisa jadi lebih baik ke depannya. Tapi Fay nggak mau, ngerubah karakter Al cuma buat ngelengkapin karakter Fay. Fay nggak se-egois itu, Al. Al punya kuas sendiri, buat mewarnai kehidupan Al, tugas Fay cuma bantu bersihin kuas itu dari debu biar warnanya jadi lebih indah bukan merubah warna yang ada di kuas itu. Pahamkan?" jelasku panjang kali lebar padanya, seperti guru matematika yang sedang menerangkan sebuah rumus. Dia menggeleng dengan polosnya, seperti anak tk yang sedang ditanyai ibunya. Aku tersenyum, sebenarnya ini senyuman menahan gelak tawa karena ini bukanlah waktu yang tepat untuk tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dari Sang Pencipta
Spiritual"Saya pernah membaca kalimat, pada sebuah buku yang intinya, 'Allah akan menguji masa mudamu dengan seseorang yang membuatmu jatuh hati. Seolah-olah membawa cinta tapi nyatanya hanya dusta belaka. Yang harus kamu sadari bahwasannya Allah ingin kamu...