07. Pilu Membiru

130 45 1
                                    

Tidak terasa 2 jam sudah aku duduk sambil bergulat dengan bacaan ku di toko buku, bahkan Ayudia sudah menemukan semua buku-buku nya. Ku lirik jam yang ada di tanganku telah menunjukkan pukul 11 dan itu berarti setengah jam lagi aku akan bertemu Raja.

Aku bangkit menghampiri Ayudia ke tempat duduknya.

"Habis ini kita langsung pulang ya? Nggak usah mampir lagi. Aku ada janji sama Raja.." Kataku.

"Oke, aku juga udah dapet buku yang mau ku beli nih. Ayo kita pulang.." sahut Ayu langsung mengambil tas selempangnya dan pergi ke meja kasir.

Setelah membayar, kami berpisah di parkiran dan aku langsung berangkat menuju ke taman dekat danau itu.

Ku kira aku datang sedikit lebih cepat dari Raja, tapi ternyata lelaki itu sudah ada disana. Raja tengah duduk entah apa yang di pikirkan nya tapi yang ku lihat dia berkali-kali menghembuskan napas lalu menengadahkan kepalanya dengan mata terpejam.

Jadi sebelum menghampirinya, ku putuskan untuk membelikan Raja minuman soda setelah itu kembali berjalan ke arahnya.

“Raja..” panggilku memegang pundaknya.

Dia membuka matanya dan bibirnya melengkungkan senyuman ketika melihatku. Kemudian dia kembali duduk tegak seperti sebelumnya dan menuntun ku untuk duduk di sampingnya, lalu ku berikan minuman itu padanya.

“Makasih..” ucapnya.

“Iya, mau ngomong apa?” balasku.

“Aluna, terakhir kali kita kesini itu pas kamu milih buat akhirin semuanya. Tapi kamu bener, kita nggak boleh egois. Cepet atau lambat kita emang di minta buat nyerah..” ujarnya.

Aku memaksakan senyum sambil mengangguk.

"Tapi 1 hal yang harus kamu ingat, apapun keputusan akhir nanti. Aku cuma pengen kamu tau kalau sampe kapanpun kamu akan tetap jadi perempuan yang berarti buat aku—"

“Raja, boleh aku minta sesuatu?” sela ku.

Aku tidak ingin mendengar apa yang akan Raja katakan jika itu membuatku semakin sesak, karena aku takut.

Segera ku ambil sesuatu dari dalam tas lalu ku berikan sebuah kartu undangan acara wisuda untuknya, Raja terdiam mengamati. Lantas ku tarik tangan nya untuk mengambil undangan itu.

"Lusa ini. Kamu harus datang, apapun yang terjadi." ucapku.

Raja menatap lekat bola mataku, tersirat ke khawatiran disana.

“Aku bakal pergi lusa ini, Na. Tepat di hari kamu wisuda, aku pergi..” balasnya.

Aku membeku. Benarkan apa yang ku takutkan? Perkataan Raja akan membuatku semakin sesak dan makin takut kehilangan nya.

Raja kemudian tersenyum. "Tapi ku usahakan tetap datang ke acara wisudamu, selamat jadi sarjana cantik.." lanjutnya sambil mengelus kepalaku bangga.

"Kenapa harus pergi lagi sih, Ja?" cicit ku dengan suara yang sedikit bergetar.

Entahlah aku juga tidak mengerti sebenarnya apa yang aku inginkan. Aku meminta kami berhenti melanjutkan hubungan, tapi aku tidak mau Raja pergi lagi. Aku ingin Raja tetap disini.

"Karena aku memang harus pergi, buat kebaikan kita berdua.." sendunya.

Tangis ku pecah kala itu juga. Sepanjang perjalanan aku berusaha menepis pikiran buruk itu, dan ternyata aku salah. Rupanya hal buruk yang mungkin ku benci jika mendengarnya memang benar-benar aku benci.

Baru hari ini kami bertemu setelah sekian lama berpisah, kenapa dia harus pergi lagi?

Raja menarikku masuk ke dalam pelukan nya, menenggelamkan kepalaku di dada bidangnya. Terus menggumamkan kata maaf sembari mengelus punggungku yang bergetar hebat. Sungguh, aku benar-benar mencintainya.

Apa kita memang harus berakhir seperti ini?

Sepulangnya hari itu, aku mengunci diri di kamar. Menangis tersedu-sedu di dalamnya sampai besok, melupakan bahwa lusa aku akan wisuda. Bunda pun selalu mengetuk pintu kamarku untuk membawakan makanan dan berakhir di taruh di meja depan pintu kamarku.

Bayangan setiap momen diriku dan Raja bersama berputar di kepalaku, mulai dari hari pertama kami berpacaran sampai hari dia mengatakan akan pergi meninggalkan ku kemarin siang.

Kenapa harus sesakit ini untuk merelakan dia pergi?

Hari sudah sore, matahari sebentar lagi akan terbenam. Aku memutuskan keluar kamar dan aku terkejut melihat bunda di depanku dengan tangan membawa nampan sambil menahan tangis. Bunda lekas menaruh nampan nya ke meja dan memelukku.

“Raja pasti datang. Ikhlasin dia ya?" ucap bunda menenangkan ku yang kembali menangis.

Aku terlalu bodoh untuk menyadari bahwa alasan Raja datang ke rumah ku pagi ini adalah untuk pamit. Maka dari itu bunda memberi waktu agar aku mau menghabiskan waktu bersama Raja.

Salam perpisahan.

Salam perpisahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ㅡBersambung..

Rajendra || Huang Renjun [TAMAT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang