04. Bengis Rindu

155 50 1
                                    

Di pinggiran jalan di jam 2 pagi.

Aku berdiri termangu menatap kosong arah jalan raya, hanya ada diriku disini seorang diri. Terkadang aku selalu penasaran, bagaimana rasanya berbaring di tengah jalanan sepi seorang diri? Atau bagaimana rasanya berlari kencang melawan angin di jam sekarang ini?

Lampu di setiap sudut jalan bersinar dengan terangnya, seakan menyorot diriku yang sedang kesepian. Bagaimana rasanya? Bebas, pikiranku menguap sepanjang aku mulai berlari menjauh dari tempat aku berdiri, terus berlari sampai aku lelah.

Aku berhenti di perempatan jalan dengan peluh yang mengalir deras dari dahi sampai ke dagu, lalu ku raup oksigen sebanyak-banyaknya. Aku tersenyum kecil sembari mengusap peluh, ah jadi seperti ini rasanya.

Namun ternyata itu tidak berlangsung lama. Sekarang perasaan ini mulai tak menentu, kian memuncak sampai rasanya ingin meledak. Ketika aku menemukan dirinya berdiri di seberang jalanan lurus tengah menatapku dengan raut wajahnya yang tak terbaca, seakan bertanya 'Kamu akan memilih jalan yang mana?' Dan kesalahan terbesarku adalah aku memilih untuk berlari ke arahnya, lagi.

Seorang Rajendra Mahastra benar-benar berdiri di depanku.

Rajendra yang masih sama seperti Rajendra 3 tahun lalu. Lelaki yang akan selalu memelukku erat ketika aku berlari ke arahnya. Di bawah sorot lampu di tengah perempatan jalan itu, aku memeluknya sekali lagi, menangis tersedu-sedu. Dia mengusap punggungku yang bergetar sambil sesekali mencium lembut puncak kepalaku.

"All i do is think of you and now you're in my arms." katanya.

Saat ini aku dan Raja tengah duduk berhadapan dengan satu kaleng minuman dingin di bangku depan toserba terdekat. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin aku katakan padanya, tapi begitu aku menatap matanya, semua itu hilang entah kemana.

"Apa kabar?" tanyaku.

Bukannya menjawab dia malah balik bertanya padaku dengan senyuman tipis.

"Menurut kamu?" Aku menatapnya ragu.

Aku takut akan dua hal jika aku jawab pertanyaan nya, yang pertama adalah dia sudah bahagia tanpaku dan yang kedua adalah dia merasa lebih buruk dariku. Seakan mengerti maksud dari keterdiaman ku, Raja menghela napas berat kemudian menggenggam tanganku.

"Kita nggak pernah selesai, Na. Kita cuma lagi istirahat dari pikiran masing-masing.." ucapnya.

Aku menggeleng sendu. "Kita nggak boleh begini, Ja. Aku seneng kamu pulang, aku juga mau bilang kalau aku kangen kamu. Udah itu aja."

Ku pikir setelah bertemu dengan nya hari ini, aku akan menemukan jawaban atas perasaanku yang tak bisa ku jelaskan selama ini. Alih-alih bersiap untuk mendengar jawaban jika dia telah menemukan seseorang yang baru, nyatanya perasaanku justru semakin sesak sebab dia masih mencintaiku. Aku begitu menginginkan nya sedangkan aku tak bisa memiliki nya.

Memilih mengabaikan ucapan ku, Raja berdiri dari kursinya.

"Sudah jam 4, sebentar lagi adzan subuh. Ayo aku antar kamu pulang.." ucapnya.

Pada akhirnya aku menikmati rasa sesak yang sama pilu nya seperti dia.

Jika aku di berikan pilihan, bisakah aku memilih untuk mencintai dia sekali lagi?

Berjalan dengan tangan yang saling bertautan di bawah sinar rembulan dan terangnya lampu jalan, udara dingin pun kian tak berasa melihat fakta bahwa kami yang berjalan beriringan hanya untuk Raja yang mengantarku pulang saja sudah sangat cukup.

Pertanyaan juga datang untukmu, Rajendra Mahastra. 'Apa kamu akan menyerah dengan cintamu pada gadis di sampingmu ini?'

 'Apa kamu akan menyerah dengan cintamu pada gadis di sampingmu ini?'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ㅡBersambung..

Rajendra || Huang Renjun [TAMAT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang