2. The Call

290 24 6
                                    

Pertandingan kuarter satu telah selesai. Tigers mengungguli pertandingan dengan skor sementara 35-23. Walaupun begitu, Ali masih bisa tersenyum sambil melirik kursi dimana Raib duduk. Mata mereka bertemu, Raib mulai salah tingkah.

"ehemm, a a a hemm hemm" Raib menoleh, pandangannya buyar seketika. "Kenapa kamu, Sel? Sakit?" balasnya.

"Eh, enggak Ra. Cuman gatel aja tenggorokannya dari tadi teriak-teriak hehe" Seli tersenyum singkat.

"Seli, aku beli in minum ya?"

"Gak usah Ra, aku beli sendiri aja" Seli membuka tas dan mengambil uang serta ponselnya. "sekalian mau beli camilan, hehe"

"Mau nitip Ra?" Seli bertanya.

Raib menggeleng, "Enggak Sel, aku nanti aja. Gampang, sekalian jaga kursi nih"

"Oke Ra, aku duluan ya" Seli berbisik, "nitip tas" tambahnya.

✨✨✨

Seli berjalan keluar pintu hall. Suasana di luar ternyata sama ramainya, Ia bergegas mencari minuman segar untuk melepas dahaga. Dan tak lupa,

"Kak kentang gorengnya dua ya, yang medium aja. Satu balado, satu BBQ" Kata Seli ke mbak-mbak penjaga stand kentang. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya dua bungkus kentang goreng yang masih 'fresh' didapatkan.

"Terimakasih" Seli mendapatkan kembaliannya. Berjarak tiga stand di sebelah kanan, Seli berjalan menuju stand minuman kesukaannya, ca.taim. Sayangnya, antreannya cukup panjang, masih ada enam orang yang masih mengantre di depan Seli.

"Tidak apa deh, demi choco hazelnut topping boba, Semangat!" Batin Seli, menyemangati diri sendiri.

Sementara itu, pertandingan kembali dilanjut untuk kuarter kedua. Ali dan tim kembali masuk ke lapangan, begitu pun tim lawannya, Tigers. Suara supporters kembali menggema, memenuhi seluruh basketball hall itu, meneriakkan jagoannya masing-masing. Tak lupa, suara decitan sepatu yang bergesekan dengan lantai, menandai pertandingan sudah memanas kembali. "Darren, Oper!" Ali berteriak. Bola dengan cepat melesat menuju Ali dan ditangkap dengan sangat baik olehnya.

"Ayo, eh Ali! bolanya!" Raib mulai asik mengikuti pertandingan didepannya.

"Yahhh" Bola meleset, dikuasai lawan.

"Ayo Garuda! Garuda!" Raib mengikuti supporter lainnya untuk berdiri, ketika Ali mencetak skor sempurna untuk three pointnya. "Jadi begini lelahnya Seli tadi" Raib tersenyum.

Di tempat lain, Seli berjalan kembali ke tempat Raib duduk tadi, tepat saat ia mencapai pintu masuk hall, ponselnya berdering.

📞📞📞

"Halo?" tidak ada suara.

"Maaf, ini siapa ya?" juga tidak ada jawaban.

"Halo?" Mulai terdengar bising di seberang sana. Sepertinya, penelpon berada di tengah keramaian. Seli hendak berpindah tempat, jaringannya mungkin sedang tidak stabil.

"Diam di sa-na" Seli menghentikan langkah, "arah jam lima, waktuku tida banyak" tambahnya.

Arah jam lima? tunggu kanan, kiri? Seli berpikir sejenak, melihat sekeliling.

Jam lima.... Seli menoleh ke belakang, arah jarum pukul lima. Sedikit terkejut, matanya dapat menangkap jelas si penelpon, Ia berada sedikit jauh dari tempat Seli sekarang.

Dia terlihat tidak asing, berdiri tegap diantara kerumunan manusia berlalu-lalang. Perawakannya yang tinggi dan besar dengan penampilan seperti preman, membuatnya terlihat semakin mencolok.

"Master B?" Seli menjawab sang penelpon sedikit berbisik, sambil membalik badannya ke arah penelpon di seberang sana. Matanya menatap Seli tajam.

Seli melangkah ragu, Ia masih sedikit takut walaupun sudah tidak asing lagi dengan Batozar. Akhirnya, mau tidak mau, Seli mengikuti langkah Batozar yang sepuluh meter berjalan di depannya. Ya, Seli tidak berani kabur, Ia sudah kapok dengan jurus totok itu.

The Truth Untold [ Seli ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang