Part 1

411 118 26
                                    

Terdengar riuhnya angin kencang saat seorang gadis duduk di pusaran makam. Menggoyangkan dedaunan pohon hingga terjatuh dan juga memberantakkan rambut panjangnya. Tatapan sendu di balik kacamata hitamnya memandangi sebuah nisan. Gadis itu adalah Mitha Febrianda. Ia sedang mengunjungi Virgo, calon suaminya yang kini telah damai dalam tidur panjangnya. Setiap hari jum'at Mitha datang membawakan bunga dan membacakan doa. Ia juga selalu mengajak mengobrol seolah-olah Virgo sedang mendengar keluh kesahnya.

Tiga tahun sudah Mitha menjalani kehidupannya seorang diri. Dengan berbagai macam masalah menghantam terutama kepergian Virgo yang mendadak karena kecelakaan, seminggu sebelum pernikahan mereka di gelar. Tekanan batin membuatnya melakukan percobaan bunuh diri. Syukurlah Iriana datang tepat waktu dan mencegahnya. Berat dan belum menerima kepergian Virgo, mengharuskannya konsultasi ke psikiater. Kini dirinya telah bangkit meski tidak ada harapan lagi.

Mitha hanya menjalankan sisa hidupnya di dunia sebelum Virgo menjemputnya pergi. Ia telah resign dari perusahaan. Dan membuka usaha baru sesuai impiannya bersama Virgo dulu yaitu Kafe dan juga tempat usaha lainnya. Bersyukur usahanya berhasil dan bertahan sampai detik ini. Mitha sudah mempunyai apartemen sendiri. Ia memutuskan untuk berpisah dari orang tuanya. Ingin mandiri dan terutama ingin sendiri.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi sebuah notifikasi muncul. Mitha segera mengambilnya dari dalam tas lalu melihatnya. Bibirnya terulas sebuah senyuman.

"Mit, aku boleh nitip Mira?"

Mitha membalasnya.

"Tentu boleh, aku ke kafe sebentar lagi. Kamu tunggu ya."

"Baiklah, salamkan pada Virgo."

Iriana tahu jadwal Mitha ke makam Virgo.

"Ya."

Mitha menaruh kembali ponselnya. "Ada salam dari Iriana," ucapnya sambil tersenyum. Sahabatnya yang membantunya untuk tidak terpuruk dalam keadaan. "Maaf, aku harus pulang dulu ya. Aku harus menjaga Mira. Nanti aku datang lagi." Ia mencondongkan tubuhnya mencium nisan Virgo. "Aku mencintaimu. Jangan pernah pergi dari hatiku." Air matanya jatuh. Mungkin Mitha telah kehilangan raga Virgo akan tetapi ia tidak ingin kehilangan di hatinya juga.

Mitha kembali ke kafenya mengunakan mobil. Usianya sudah 30 tahun namun tidak pernah terpikirkan untuk menikah. Dibenaknya tertanam tidak akan pernah ada yang bisa menggantikan Virgo. Alasan ia hidup sendiri karena tidak mau orang tuanya ikut campur mengenai kehidupan percintaannya. Ia sering di jodohkan oleh kerabat dekat atau beberapa pria namun tidak ada yang membuatnya tertarik. Sedikitpun tidak ada. Hatinya seperti di bawa oleh Virgo.

Mitha memarkir mobilnya di halaman kafe miliknya. Ia menarik napas panjang. Bersikap biasa dan tidak pernah terjadi apa pun. Di depan Iriana, dirinya selalu seperti itu. Tidak ingin sahabatnya sedih. Meski rasa sakit itu akan selalu muncul tanpa di sadarinya. Ia mencoba tersenyum di kaca lalu mengambil tasnya di kursi sebelahnya. Mitha keluar masih menggunakan kacamata hitamnya. Terlihat elegan sekali cara berpakaiannya.

Saat masuk ke dalam kafenya. Iriana sudah berada di meja dengan putrinya yang berusia 2 tahun. Mitha merindukan keponakannya itu. Ia segera menghamiprinya. Tidak sabar Mira ingin di gendong oleh Mitha. Mereka sangat dekat, jika tidak bertemu. Pasti lewat video call. Mitha segera menggendongnya. Salah satu tidak jadinya ia bunuh diri adalah Mira. Iriana memberitahukan kehamilannya saat itu terjadi. Mitha sangat menyayangi Mira seperti putrinya sendiri.

"Bunda, kangen." Mitha menciumi pipi Mira. Ia yang mengusulkan Mira memanggilnya 'Bunda'. Iriana sama sekali tidak keberatan begitupun suaminya, Candra. Bagi mereka Mitha bukanlah orang lain.

Iriana tersenyum. "Hari ini nitip ya," ucapnya.

"Iya," sahutnya. Mira begitu lucu rambutnya di kuncir dua. "Barang-barangnya kamu bawa?"

Hello, Dear Mitha (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang