Part 7

373 108 15
                                    

Mitha keluar dari kamar mandi dengan menggunakan bathrobe. Tubuhnya sudah bersih dan wangi. Ia menangis di bawah shower. Semuanya sudah terjadi tidak mungkin bisa kembali. Pasrah dan bersikap semuanya biasa. Meski di dalam lubuk hatinya ada penyesalan mendalam. Kenapa kesuciannya harus di renggut oleh Nevan, seseorang yang menyukainya di masa lalu. Itu akan melibatkan perasaan pria itu kembali kepadanya. Mitha tidak tahu apa, mantan bosnya itu sudah menikah atau belum. Jika iya, dirinya kasihan pada istri Nevan. Karena bisa berjodoh dengan pria brengsek macam Nevan. Yang suka bermain dengan wanita. Mungkin sebelumnya pria itu pernah melakukannya. 

"Kamu tertawa di kamar mandi?" todong Nevan saat melihat Mitha berjalam. Ia sudah menggunakan celana panjangnya. Memamerkan dadanya yang bidang.

"Kenapa? Apa aku nggak boleh ketawa?" ucap Mitha seolah menantang.

"Sejak kapan kamu jadi Member di sana?" Nevan bertanya dengan wajah serius mengenai klub. Mitha berhenti melangkah lalu berdiri tidak jauh darinya.

"Udah lama. Jadi ini bukan yang pertama. Kamu pasti tau kan," ucapnya sambil tersenyum. Menggiring opini bahwa Mitha sering tidur dengan pria jika ke klub. "Ngomong-ngomong ini, apartemenmu?" matanya mengedar ke setiap ruangan.

"Ya, minumlah dulu air lemon." Mitha melihat di atas meja ada satu cangkir. Ia tertegun sesaat kenapa hanya satu. Jika Nevan mabuk juga harusnya ada dua cangkir di sana. "Aku udah minum air lemon tadi," ucapnya seakan membaca pikiran Mitha.

"Oh," ucapnya. Mitha duduk di sofa lalu menyesapnya sedikit. Air dari rambutnya menetes jatuh. Ia tidak menggelungnya dengan handuk.

"Aku minta maaf," ucap Nevan.

"Untuk kejadian ini nggak perlu," timpal Mitha. "Aku bilang ini udah biasa. Aku suka one night stand."

"Bukan itu, aku minta maaf karena menuduh calon suamimu. Aku nggak tau kalau,"

"Nggak apa-apa." Lain di bibir lain di hati. Jantung Mitha seperti di remas-remas, nyeri. Ia menatap ke arah Nevan. "Jangan bicarakan hal ini lagi." Mitha menaruh cangkir di atas meja. "Apa kamu bisa meminjamkanku baju?" tanyanya. Ia tidak punya pakaian bersih saat ini. Termasuk pakaian dalam.

"Dan masalah sekarang," ucap Nevan. "Aku nggak bisa menganggapnya begitu aja."

Detak jantung Mitha memelan. Ia tidak ingin ada kata tanggung jawab atau apa pun yang mengikat di antara keduanya. "Aku bilang, anggap nggak terjadi apa-apa."

"Aku nggak bisa," imbuh Nevan tanpa melepaskan tatapannya. "Mungkin kalau dengan wanita lain aku bisa menganggapnya hal biasa. Tapi nggak sama kamu."

"Aku nggak mau membahasnya," ucap Mitha seraya berdiri. "Tolong pinjamkan baju." Ia harus segera pergi dari sini, pikirnya.

"Semalam aku nggak memakai pengaman," Nevan masih membahasnya. Mitha tidak mau dengar. Itu akan membuatnya semakin takut. Ia telah mengkhianati Virgo akan bertambah menyakitkan jika harus mengandung benih dari pria lain juga.

"Aku lagi nggak masa subur. Jadi tenanglah,"

"Tapi, Mitha," Pria itu masih menahannya di sana untuk bicara.

"Tolong, kepalaku masih pusing. Dan aku nggak bisa berpikir sekarang. Yang kamu perlu garis bawahi adalah aku nggak apa-apa dan aku nggak dalam masa subur. Jadi kamu tenang dan jangan membahasnya!" tekannya. Nevan menahan ucapannya. Ia segera membuka lemari pakaian. Mengambil t-shirt dan celana training. Lalu menyerahkannya pada Mitha. "Bisa kamu meminjamkan kemeja lagi?" hanya menggunakan t-shirt nanti bagian dadanya terlihat. Ia tidak mengenakan pakaian dalam saat ini. Nevan kembali ke lemari mengambilkan kemeja hitam. "Makasih."

Hello, Dear Mitha (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang