Side H

31 4 5
                                    








『Pahlawan?』

Baiklah, itu terlalu khayal dan konyol. Siapapun yang menyerukan nya pasti sudah diambang ketidakwarasan syaraf pusat yang serius. Apalagi kalau disuruh melihat lagi

『Betapa menyedihkan nya dunia ini』

「Busuk」dan「Munafik」

Hanya saja,..

Itu bukan semacam superhero atau orang sakti dalam cerita fiksi.
Dalam pengertian pribadi, itu bukan merujuk pada artian global yang melibatkan embel-embel kata keadilan dan kemakmuran bersama.

『Itu hanya seorang ambisius yang ku temui di masa lalu』

Penyempitan maksud, lebih spesifik pada satu orang yang pernah lintas masa dalam kelam nya hidup ini. Bocah cilik yang begitu bersinar mengangkat tangan dengan penuh semangat dan senyum lebar penuh impian.

『Meski hanya impian hampa seorang bocah』

Entah sejak kapan bocah itu,... telah jadi pahlawan tersendiri dalam berbagai artian sempit dan egois.


『Pahlawan ku』

.

.

.

.

.

**

“Mama?”

Entah sejak kapan sudah turun hujan hari itu, hingga senja pun dingin nya air hujan masih senantiasa menyerta. Menatap awan tebal yang menghitam diatas, membuat mentari senja yang selalu disukai gadis cilik itu terhalang untuk dapat dilihat nya. Kecipak air juga sesekali terdengar dari langkah-langkah lembut yang membelah hujan beserta payung-payung hitam.

Yah, walau begitu, sekarang ini ada yang lebih diperhatikan gadis cilik itu lebih dari siapapun. Yang telah menyita atensi manik malachite yang berbinar cantik nan lebar itu sejak pertama langkah-langkah mungil nya berhenti. Tangan kecil berjemari mungil itu mengulur dengan polos nya, meraih sebuah tangan dewasa yang agaknya begitu pucat dan dingin.

Umur yang terlihat bila sekilas memandang gadis mungil itu adalah sekitar 3 tahunan, baru lepas setahun sejak ia bisa berjalan dan bicara dengan lancar. Baru beberapa waktu lalu bisa berlarian dengan riang bersama orang tua nya dan meneriakkan panggilan lantang dengan suara lucu nya, masih belajar memegang pensil dengan seluruh telapak mungil nya yang begitu kecil dan rapuh.

Namun, dari pancaran manik nya, ia seakan sudah sangat memahami apa yang telah terjadi. Tidak ada tangisan maupun panggilan manja pada pemilik tangan pucat yang ia tengah genggam saat ini, hanya diam dengan tenang menatap seonggok tubuh yang tertutup kain putih di atas ranjang. Tangan mungil yang yang masih bebas perlahan meraih kain putih itu dan menarik nya sekuat yang ia bisa, hingga ia dapat melihat sebuah wajah pias yang memejamkan mata. Beristirahat dengan tenang.

“apa mama,... tidak punya penyesalan?”

Rintik hujan menyapa jendela yang tertutup sesekali mengetuk lembut, sesekali pula seakan meneriaki dengan ketukan keras. Namun itu sama sekali tidak membuat atensi si gadis kecil teralihkan, ia tetap menatap wajah pias itu dalam sunyi ruangan kosong itu.

Villain or HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang