Teror

656 116 36
                                    

Pagi ini, Kumala dikejutkan dengan sang bungsu yang berubah drastis. Ya, bukannya gak suka, tapi aneh saja. Sebab kemarin Denta masih enggan bicara dan kini keluar seakan-akan ia tidak pernah melewati masa terpuruk.

"Morning, mama!" Denta mengecup kedua pipi mamanya.

Masih belum bisa menghentikan tatapan herannya. Netra Kumala mengikuti pergerakan sang anak yang sibuk mengoleskan selai ke rotinya.
"Bener-bener yakin mau sekolah? Udah gak ngerasa sakit atau gimana lagi?"

"Udah mama. Denta 100% yakin." Lalu ia menggigit rotinya.

"Kok bisa?"

"Bisa apanya?"

"Kamu. Perasaan kemarin masih uring-uringan di kamar, sekarang udah cerah ceria aja."

"Ya bisa dong. Kan dapet mawar biru."

Pandang Kumala seketika jatuh pada sebuket mawar biru yang juga dibawa Denta ke meja makan. Senyum kecil terpatri di bibirnya, bungsunya tidak pernah berubah. Ah, kalau tau begini sudah sejak hari lalu dia membelikan mawar biru untuk Denta.

"Ini kemarin yang ngasih si Angkasa itu ya?"

Denta menolehkan kepala pada si mama, lalu mengangguk.
"Iya si Angkasa. Yang punya utang donat itu loh ma."

"Utang donat? Yang 2 biji itu?" Denta lagi-lagi mengangguk, sedang Kumal menghela nafasnya.
"Kalau dianya emang gak mau ganti ya udah lah. Masa kamu kejar-kejar terus?"

"Iya. Pokoknya harus diganti. Harus. Kan kata mama setiap perbuatan harus dipertanggung jawabkan, nah jadi Denta harus minta tanggung jawabnya dia."

"Tapi itu kan cuma 2 donat Denta. Kamu juga biasanya mama beliin selusin donat seminggu dua kali."

"Justru itu ma. Kalau 2 biji donat aja dia gak bisa tanggung jawab, terus gimana kalo dia ngelakuin hal yang lebih besar? Ditinggal gitu aja? Gak bisa dong. Sekalian juga Denta ajarin dia, ngasih tau, kalau tanggung jawab itu penting."

"Hm. Terserah Denta aja deh. Yang penting jangan kelewatan."

"Siap ma." Denta mengambil seteguk susu disela sarapannya, lalu kembali teringat tujuannya membawa bunga ke meja makan.
"Ma. Denta pengen bunganya diawetin deh. Terus nanti ditaruh dalem kotak kaca gitu, kayak beauty and the beast."

"Kenapa harus diawetin? Nanti kalau layu kan kamu bisa beli lagi."

"Sayang ma. Lagian bunganya banyak gini, mawar biru kan juga mahal harganya."

Kumala mengangguk-anggukan kepala dan mengelus kepala sang anak.
"Yaudah. Terus ini nanti mau kamu awetin sendiri apa kamu cari toko yang bisa awetin bunga?"

"Nah itu. Mama ada saran gak?" Denta memasukkan gigitan terakhir rotinya. Lalu sembari menunggu jawaban si mama, ia membereskan barang-barangnya.

"Mawarnya biar mama aja deh yang urus. Kamu berangkat sana, nanti telat takutnya."

Denta menatap Kumala dengan binar polosnya.
"Beneran ya ma." Lalu mencium kedua pipi si mama.

"Iya. Beneran." Satu kecupan mendarat di dahi Denta.

"Okey. Denta berangkat dulu. Dah mamaaa!"

"Dah sayang!"

Kumala menatap punggung Denta yang menjauh darisana. Setelah itu mendaratkan pandang lagi pada si buket mawar biru dan mengambilnya. Mencium aroma menenangkan dari bunga itu sesaat.

"Pasti dia inget Aksa lagi."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sajak SwastamitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang