01

1.1K 82 4
                                    

Lili : Aku udh mau pulang

Leon : Tunggu disitu

Lili : Gausah aku naik gojek aja

Leon : Aku udh di lampu merah tunggu di depan

Dihembuskan nafasnya setelah membaca pesan terakhir dari lelaki bernama Leon itu, sedetik kemudian ia tersenyum lebar. Siapa yang tidak melting dijemput dadakan seperti ini? Tidak ada yang minta dan tidak ada yang menyuruh. Wajar bukan jika ia sesenang ini? Jadi udah bisa tidak jika ia join tren Info kuliah pulangnya dijemput mas fakultas hukum?

Benar saja, tidak lama ia menunggu mobil hitam berhenti tepat didepannya bahkan terbuka sendirinya yang dari celah-celah pintu terbuka ia bisa melihat jika Leon yang membukakan dengan memanjangkan tangannya dan juga memajukan tubuhnya "Silahkan nyonya" kedua kalinya ia dibuat salting padahal ia tahu Leon sedang bercanda. Entah kenapa akhir-akhir ini perlakuan Leon menjadi semakin manis ditambah lagi seperti ini yang sukses membuat jantung dan akal pikirannya semakin tidak sehat. Setelah masuk ia memasang seatbelt dan Leon menjalankan mobilnya.

"Udah selesai?" Ia menggeleng.

"Kok belum?" Ia yang ditanya lembut seperti ini diam-diam memalingkan wajah ke jendela dan tersenyum tipis. Bisa berhenti ga orang gila, ucapnya memaki dalam hati. Memaki dirinya sendiri maksudnya.

"Susah banget ya?" Bukannya sulit hanya saja sudah setengah proses. Sebelumnya ia mengatakan akan mengerjakan tugas di cafe milik Adrina teman kelasnya kepada Leon, Leon juga menawarkan diri untuk membantunya mengerjakan yang ia tolak mentah-mentah. Mana mungkin ia bisa fokus mengerjakan jika didekatnya ada Leon. Yang ada malah salting brutal.

"Udah 5 halaman" Tambahnya lagi.

"Kita makan dulu, gapapakan kamu pulangnya agak trlat?" Ia hanya mengangguk-ngangguk karena jujur ia memang setengah lapar.

"Kamu belum mandi ya?" Ucapnya spontan setelah melihat baju yang Leon kenakan. Lelaki itu terkekeh yang sialannya semakin tampan. Sepertinya Tuhan menciptakan Leon saat dalam suasana hati gembira sehingga hasilnya sangat rupawan seperti ini.

"Udah dong enak aja" Leon menempelkan lengannya ke hidungnya sehingga hidungnya bersentuhan langsung dengan kulit Leon. Ia bahkan tidak mencium bau apa-apa.

"Bohong, ini baju tadi malam kan" balasnya lagi. Ia ingat semalam saat videocall-an Leon memakai kaos abu-abu muda polosnya ini. Jangan dikira ia tidak memperhatikan apa-apa.

"Kok tau hahahaha" Leon tertawa renyah.

"Jorok banget monyet" katanya lagi, Leon itu tipikal orang yang tidak akan mandi jika tidak akan berpergian. Jika bertanya mengenai saat ini, Leon berpergian tetapi kenapa tidak mandi? Jawabannya adalah menjemputnya. Jika ia diantar Leon maka pulangnya harus dijemput Leon, tidak anehkan jika ia bisa baper semampus ini? Atau ini hanya bentuk tanggung jawab Leon kepadanya? Entah apapun itu jawabannya intinya ia baper. Mana mungkin teman biasa sampai sepeduli ini—kan?

"Tapi tetap gantengkan" Leon menarik hidungnya bahkan ia yang mengaduh kesakitan tidak dihiraukan sampai ia mencubiti lengan lelaki itu baru Leon berhenti melakukan aksinya itu dengan kekehan tawa gantengnya itu.

"Kepedean" katanya lagi sok-sok kual mahal tidak mau mengatakan tampan dengan mudahnya, padahal kenyataannya memang tampan!!!

"Li coba deh itu kayanya si Reza ada chat aku, coba bacakan" sambil menerima handphone Leon yang diserahkan padanya, dalam hati ia bersorak kegirangan. Ia rasa isi handphone itu cukup privasi apalagi sampai membalas chat, tetapi kenapa Leon—

We Don't Talk Anymore Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang