06

327 54 7
                                    

Matanya membelalak saat tangan Leon menggiring tangannya untuk dilingkarkan diperutnya. Ia hanya menurut sampai Leon menepuk pelan pahanya yang membuat jantungnya semakin diskoan didalam sana. Bisa kena serangan jantung diumur semuda ini ia jika terus-terusan berhadapan dengan Leon.

Kenapa cowok didepannya ini sangat pandai memperlakukan manis perempuan? Sampai-sampai ia merasa menjadi perempuan yang paling bahagia dimuka bumi ini?

"Ngga papa kan ngumpul sama teman-teman aku?" Ia hanya mengangguk walaupun Leon tidak akan melihat tetapi ia rasa Leon tahu apa jawabannya. Ia tidak mempersalahkannya karena teman yang Leon maksud hanya circle nya yang terdiri dari 5 orang.

Reza, Rafel, Sammy, Abrar dan Leon sendiri. Ia pun sudah sering diajak Leon ikut mengumpul dengan teman-temannya jadi ia tidak terlalu mempersalahkan akan gugup jika berkumpul.

Sesuai janji Leon waktu itu yang kapan-kapan akan mengajaknya night ride, saat ini Leon benar-benar mewujudkannya. Diajak night ride naik motor berduan dengan Leon. Ia senang naik motor apalagi jika berduaan dengan Leon, berasa dunia hanya milik berdua saja, yang lain mengontrak.

Saat ini ia sangat membutuhkan tamparan perkataan Winona agar tidak terbang terlalu tinggi karena ia tidak tahu kapan sewaktu-waktu ia jatuh karena ekspektasinya sendiri. Bisa saja besok atau lusa atau nanti malam Leon akan mencampakkannya. Setiap ia menahan diri untuk tidak terlalu baper, Leon selalu berusaha meruntuhkan tembok yang ia buat sehingga gagal terus menurus. Disaat ia selalu ingin membatasi diri dengan Leon justru Leon semakin mendekatinya dan ia semakin jatuh ke dalam perangkap Leon.

Tidak lama motor Leon menepi ke salah satu kedai kopi yang lumayan dipenuhi pemuda-pemudi seumurannya. Leon menarik tangannya pelan setelah ia melepaskan helm.

"Jyahkk sama Lili lagi ni kera" kedatangannya disambut oleh Rafel yang menatap kedatangannya dengan Leon mengejek apalagi melihat tangannya yang gandengan oleh Leon.

"Kenapa emang" sewot Leon yang menuntunnya duduk disampingnya.

"Lo pasti tau kan kalau yang suka Lili banyak, terus lo bawa dia kemana-mana. Udah kaya pacarnya aja lo" kata Reza lagi menimpali yang hanya mampu membuat Lili senyum-senyum salah tingkah.

"Dih" Leon membalasnya dengan wajah sinisnya. Kemudian beralih padanya yang hanya tersenyum kikuk saat datang-datang disuguhi percakapan yang membuatnya sedikit canggung.

"Kamu mau minum apa" seketika raut wajah Leon berubah menjadi lembut bahkan tersenyum tipis saat ia merapikan poninya yang berantakan.

"Kaya biasa aja"

Setelah memesankan minuman yang biasanya ia pesan jika disini yaitu caramel macchiato ia duduk disamping Leon yang saat ini sudah sibuk mabar dengan temannya yang lain. Sesekali ia juga ikut mengobrol jika ia tertarik pada pembiacaraannya dan selebihnya ia hanya mendengar, mengomentari dan menertawakan reaksi teman-teman Leon jika salah satu dari mereka menceritakan sesuatu.

"Udah UAS ya Li?" Ia menoleh kesamping kanannya karena posisinya saat ini ia ditengah diapit dua laki-laki yaitu sebelah kirinya Leon dan sebelah kananya Abrar.

"Iya, sisa satu lagi" jawabnya sambil meminum minumannya.

"Wah gils gaterasa mau jadi mahasiswa semester 6 ni" ia mengangguk-ngangguk. Padahal baru saja kemarin ia merasa jadi maba.

"Iya"

"Lo kemaren dibawa Leon jalan ya" ia mengangguk. Dari keempat teman Leon hanya Abrar yang paling easy going dan nyaman diajak ngobrol. Walaupun semuanya sama-sama nyaman ketika mengobrol dengannya tetapi Abrar pengecualian, dia mampu membuat lawan bicaranya merasa nyaman tanpa ada batasan-batasan karena Abrar menganggap semuanya teman.

We Don't Talk Anymore Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang