Kejutan Pagii✧*。

91 84 1
                                    

✿

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Mama...! Kok aku nggak dibangunin, sih? Mana alarmku ngadat lagi." Aku berteriak seperti Tarzan dari tangga.

"Kamu serius mau masuk hari ini?" Mama meninggalkan laptopnya begitu aku menyambar roti tawar di sampingnya.

"Hyam (baca:ya), hyam." Aku mengunyah secepat mungkin. 6.30. Matiii aku! Bakalan telat dua ratus persen. Duh, kenap sih Jakarta musti punya agenda wajib segala:macet. Kan nyusahin anak sekolahan yang hobi bangun telat kayak aku. Aku langsung ngacir, mencari sepatu yang entah aku taruh dimana. Mama mengikutiku dari belakang.

"Ya iyalah, Ma,"imbuhku lagi setelah menelan satu lagi BROWNIES -nya Mama. "Nggak bakal aku bela-belain tidur jam dua belas buat nyiapin ulangan hari ini."

"Kamu yakin?"

Aku mengangguk, Ya, Jelas banget. Ini demi ulangan matematika yang paling sukses membuatku keder. Sumpah, aku nggak bakalan mau disuruh ikut ulangan susulan. Karena selain cuma sendirian dan dipelototin terus sama Bu Kath, juga nggak ada yang bisa ngasih contekan. Aku lebih milih disuruh nyabutin rumput sama bersihin lumut seluruh sekolahan ketimbang ngelakuin hal-hal yang barusan kusebutin.

"Mama nggak bisa ngantar kamu."

Aku berbalik dan menatap Mama kesal. "Kok gitu sih, Ma?"

"Pak Karim nggak ada. Jemput Papa di bandara."

Aku mendengus kesal. Aku menyeruput cokelat Mama untuk nenangin diri dan berjalan keluar. Dan..., aku tahu kenapa Mama nggak mungkin dan nggak bisa ngantar aku.

DRESSS!

Mana berani Mama nyetir kalau hujannya sederas ini? Tahun lalu, Mama kecelakaan gara-gara ngebut waktu hujan. Niatnya sih biar cepet sampai rumah. Tapi, malah dapat oleh-oleh sepasang kruk dari rumah sakit gara-gara patah kaki.

"Tuh, kan. Hujan sederas ini nggak mungkin kamu tembus pake motor."

Aku manyun. Kenap sih mobilku juga pas nggak ada di rumah?. "Mantelnya dimana, Ma?"

Mama menatapku takjub. "Di gudang."



💍💍💍



Aku menutup hidung begitu pintu lemarinya berhasil kubuka. Sialan! Hari ini kok ya sial melulu, sih? Aku melirik arjoliku. 6.40. Sialll! Di mana sih mantelnya? Aku menarik sebuah jas hujan warna oranye yang warnanya mulai pudar. Butuh tenaga ekstra buat menariknya keluar. Syukur, bisa keluar juga. Tapi, ternyata nggak cuma jas hujan yang keluar.

Brakk!!

Aku langsung menghindar melihat sebuah kotak jatuh di samping kakiku. Oke! Seharusnya aku tidak perlu menggubris benda apa yang jatuh. Tapi begitu tahu yang jatuh adalah kotak musik, aku diam sesaat. Benda mungil itu menyanyikan lagu yang familier banget buatku.

Bintang di langit kerlip engkau disana
Memberi cahayanya disetiap insan
Malam yang dingin kuharap enkau datang
Memberi kerinduan di sela mimpi-mimpi nya

Jantungku serasa meloncat-loncat saat mendengarnya. Aku pernah mendengar lagu itu. Kok, kayaknya aku ingat sesuatu, ya? Tapi, apa?

Aku mengangkat kotak berukir bintang, planet, komet, dan benda langit lainya. Manis sekali. Tapi, sayangnya sudah banyak yang dimakan rayap. Aku membuka kotak itu lagi. Lagu itu mengalun lagi. Lembut sekali. Aku menatapnya lama. Kok aku ngerasa ada bagian diriku yang hilang, ya?

Aku mengernyit begitu melihat lembaran-lembaran foto terselip di dalam kotak itu. Aku menatap foto itu lama. Gadis mungil dengan cowok mungil di sampingnya, tertawa bersama. Bukannya itu fotoku? Jantungku berdebar kencang. Kodok kecil! Jangan-jangan, cowok mungil ini si Kodok kecil. Kenapa aku nggak pernah liat foto ini, ya?

"Aurell, kamu nggak jad berangkat, ya?"

Aku buru-buru memasukan foto itu di saku rok dan kotaknya di tas. Aku bergegas keluar. Mengabaikan Mama yang berdiri di ujung tangga.

"Kamu serius mau berangkat? Hujan badai gini, lho?"

Aku berusaha tersenyum. "Iya dong, Ma. Aku kan murid teladan," ujarku bergurau. Haha! Kapan aku jadi murid teladan? Juara kelas aja nggak pernah.

Aku langsung pucat pasi melihat penampakan yang ada begitu aku membuka pintu depan Is this my destiny today?

Susah payah aku menelan ludahku sendiri. Serasa nelen meteor, lho.

"Pagi, Tante, saya pacarnya Aurel. Boleh saya menjemput anak Tante?"

Aku menoleh ke belakang dan langsung dan disuguhi tampang butek Mama. Meminta penjelasan padaku. "Pacarnya?" tanya Mama singkat.

"Ya, saya pacarnya Aurellia Putri Leona. Anak tunggal Tante. Jadi, boleh saya menjemputnya?" Ardan tidak lupa memberikan senyumnya yang paling menawan. Mana pake bungkuk-bungkuk segala, lagi.

Ardaann! Gila nih cowok! Mau cari mati, apa?! Ngapain dia dateng ke rumahku saat Nyokap Stand by di rumah? Aku kan sudah bilang kalau aku tuh Backstreet sama dia. Dia ini ngerti istilah Backstreet nggak, sih?

"Pacarnya Aurel?"

Paru-paruku serasa rontok mendengar suara berat di belakang Ardan. Matiii aku! Papa! Aku meringis melihat tampang Papa yang sudah sebelas dua belas sama Mama. Butek bin jutek abis. Sejak kapan sih Papa berdiri disitu? Mana masih pake pakaian dinas, lagi. Aku tahu Papa pulang dari Aussie hari ini, tapi kan nggak sepagi buta kayak gini? Lagian, aku juga nggak liat ada mobil yang masuk halaman.

"Ya, Om." Ardan masih mempertahankan senyumnya. Nih orang kayak mau ngelamar aja, sih? Aku sudah pasrah. Tamat sudah aku.

Aku cuma berdoa, moga-moga ada Tsunami lewat dan membawaku pergi. Terserah ke mana. Damparin aku di Pulau Hawaii juga nggak pa-pa. Pokoknya, jangan sampai aku ditanyain Papa macem-macem abis ini.




💍💍💍


Bantu ⭐ ya biar authornya semangatt:)

My Annoying Engaged(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang