🌓
Barangkali Seulgi sudah sedikit menebak akan kemana alurnya setelah semua situasi panas berlalu, jadilah Ia tak begitu terkejut ketika menangkap sebuah isakan tertahan di satu kamar partikular.
Namun sensasinya kali ini berbeda. Daripada kerinduan penuh luka seperti biasanya, tangisan Joy terkesan seperti sebuah aksi menyalahkan diri sendiri.
"Sooyoung? Aku masuk ya?"
"J-Jangan!! Jangan masuk!"
Well, yang kali ini sungguh baru mengingat saat-saat sebelumya, Joy tak pernah ingin repot-repot memberikan jawaban. Dan hal lain yang baru adalah suara bergetar Joy yang Seulgi tangkap sebagai ungkapan meminta tolong secara sembunyi-sembunyi.
Mungkin saja Seulgi benar. Fakta bahwa Joy tidak mengunci pintu hingga Seulgi dapat mendorong papan di hadapan degan begitu mudahnya, menunjukkan argumen mendukung bila Joy barangkali memang tak ingin berakhir sendirian.
Ada kemungkinan bahwa apa yang selama ini Joy lakukan adalah memberi isyarat pada mereka seraya mengetes mereka, apakah mereka sungguhy mengerti atau hanya berusaha membenarkan pengertian mereka masing-masing.
Untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, Seulgi merasa begitu hancur kala mendapati Joy mengepompongi dirinya sendiri menggunakan selimut nan dihamparkan sampai menutup seluruh tubuh. Jelas permukaannya menyalurkan getaran yang bersumber dari bahu Joy.
Guncangan badannya cukup intens hingga Seulgi tak sampai hati untuk membayangkan apa yang sebenarnya terjadi pada Joy beberapa tahun lalu.
"A-aku sudah bilang, j-jangan masuk!!"
Pekikan panik langsung menyapa Seulgi begitu Ia meletakkan beban tubuh di pinggiran kasur Joy; memperhatikan secara seksama akan situasi yang tengah terjadi diantara mereka.
Sesungguhnya ada apa?
Rasa penasaran Seulgi hampir mencapai batas limitnya jika Ia tak segera memutar nasihat Irene di kepala yang mengatakan bahwa Joy bukanlah remaja yang sama dengan orang diluaran sana.
Bahkan hanya dengan sedikit sentuhan, mereka semua tak yakin akan seperti apa efeknya bagi Joy.
"Hey. Bukankah kau yang membentak kak Joohyun? Kenapa kau yang menangis?"
Tak ada jawaban. Isakan terus berlanjut namun dengan frekuensi yang semakin rendah sampai akhirnya Joy berani menampakkan mata merahnya hanya demi memperhatikan Seulgi; menatap kakaknya sendiri dengan sorot tak percaya usai mendengar nada bercanda lolos dari bibir tipisnya.
"K-kau sangat buruk dalam hal menenangkan seseorang."
Alih-alih marah akan statement tanpa nada dari Joy, Seulgi malah memamerkan cengiran konyolnya disusul menggaruk belakang kepala hingga dirinya sungguh tampak seperti orang bodoh.
"Hehehe... kau benar. Sepertinya aku akan langsung dieliminasi jika mendaftar sebagai komedian. Iya 'kan?"
"Definitely!"
Sejenak, keduanya sama-sama menatap keluar jendela dimana bintang berkerlip dengan girangnya bagai tak berbeban. Lantas Seulgi sedikit tersenyum lega kala Ia mendengar bunyi gerakan Joy yang sepertinya tengah berusaha duduk dan keluar dari persembunyiannya.
Barulah ketika hening kembali menyapa, Seulgi kembali menatap Joy yang kini menunduk; menatap kosong pada kedua tangannya nan menaikan selimut.
"Maafkan aku, Kak."
Hati Seulgi tentu menghangat. Hal lain yang masih sempat terekam sebagai memori di keplaa Seulgi ialah personalitas Joy yang berhati mulia bagai malaikat nan terlalu sulit untuk menyakiti orang lain dan tak merasa bersalah.
Perlahan tapi pasti, Seulgi mengulurkan lengannya kemudian mengusap wajah Joy; berniat menghapus jejak basah air mata nan menghalangi keindahan parasnya.
"Di lampu lalu lintas dekat sekolahmu selalu ada orang dengan pakaian badut berkepala besar, kau tahu itu? Namanya boneka Mampang."
"Mm. Lalu?"
"Kau mirip seperti salah satu dari mereka jika menangis."
"Kak Seul!!"
Ada sedikit rasa bangga di dada Seulgi meski ekspresi Joy kali ini lebih tampak seperti penolakan pada kalimat sebelumnya. Tangkisan pelan Joy pada tangannya yang masih setia membersihkan wajah Joy pun justru Seulgi anggap sebagai sebuah tanda keberhasilan.
Ia sukses menarik perhatian Joy. Dan mendapat respon dari sosok berharga nan selalu tak bereaksi pada apapun, sudah jauh lebih dari cukup bagi Seulgi.
Sebagai penutup serta penyaluran kasih, Seulgi mengangkat tubuhnya lalu maju hingga bibirnya menempel sempurna di kening Joy; secara diam-diam menyampaikan bahwa semua akan baik-baik saja.
"Selamat malam, Sooyoung. Berhenti menangis dan mulailah tidur, hmm?"
Kemudian ketika Seulgi sudah hampir berhasil menutup pintu kamar adiknya, bisikan si semampai membuat senyumnya kembali terbit.
"Terimakasih, Kak."
Ya. Mungkin selalu sedia di sisi, memang merupakan apa yang paling Joy butuhkan untuk saat ini.
🌗
Otakku kenapa deh tiba-tiba kepikiran buat masukin boneka mampang. Heran sendiri 🤦🏻💆🏻
Regards
- C
KAMU SEDANG MEMBACA
Secrète ✔
FanficJoy selalu mengasingkan dirinya dari keempat saudarinya atas sesuatu yang dirinya sendiri tidak mengerti bagaimana cara mengekspresikannya.