13. Black Heart

334 52 10
                                    

🌓

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌓

Sepasang kelopak mata yang ditumbangkan rasa lelah sejak siang akhirnya terbuka juga meski gelapnya malam bukanlah merupakan ekspektasi terbaiknya. Sensasi kering di tenggorokan agaknya mengganggu perempuan jangkung tersebut mengingat Ia menangiskan hampir sebagian isi hatinya tanpa digantikan amunisi baru.

Fakta bahwa Wendy masih bertahan disisi tanpa berusaha melepas genggamannya, memberikan sececah kehangatan diatas ketidak–tenangan sanubari. Entah apa yang selama ini membuat Joy selalu ingin kembali kegelapan padahal area tanpa cahaya seperti sekarang malah menjadikan kewaspadaannya semakin intens.

Meski terdapat keraguan untuk pergi sendiri dan hampir saja berpikir membangunkan sang kakak, Joy lebih memilih untuk memutuskan ikatan tangan mereka kemudian turun secara perlahan dari kasurnya.

Langkah pelannya bukan hanya karena Ia tidak ingin tak sengaja membangunkan Wendy, namun juga Ia merasa was-was.

Cahaya tak begitu berbeda bagi seorang Joy yang pada dasarnya telah hidup dalam goa kelam nan Ia bentuk bagi dirinya sendiri sejak bertahun-tahun silam.

Namun gelap? gelap seakan membangkitkan seluruh sensitivitas indranya; meletakkan ideologi bahwa Ia memang diawasi sepanjang waktu. Terkadang itu membuat Joy gila ketika membayangkannya. Tapi jika dilihat dari sudut pandang yang konstruktif, Joy sadar bahwa Ia pun menjadi lebih berhati-hati dalam mengambil pilihan.

Dan kembali lagi, hati-hati bukan berarti aman.

Joy yang sepanjang melangkah hanya memperhatikan kaki-kaki bersihnya; tak ingin tergelincir karena menapak di tempat yang salah, seketika diberhentikan oleh vista dimana lampu dapur menyala, memancar ke zona gelap lain.

Dari sini keraguan Joy bukan lagi hanya setitik kecil, namun bertransformasi menjadi noktah nan luar biasa superior; menekan setiap keberanian hingga menghilang.

Lantas seorang pria dewasa dengan tinggi sedikit melebihi dirinya, menjadikan Joy sepenuhnya membeku.

"Oh? Sooyoung? Apa itu kau?"

Barangkali Joy hanya ingin memastikan apakah matanya sungguh telah kembali ke keadaan bangun atau masih berada dalam jajahan mimpi buruknya. Atau mungkin Joy secara harfiah memang tak dapat menggerakkan tubuhnya.

Joy sudah cukup dikejutkan dengan keluarga kecil mereka yang datang tanpa adanya peringatan, namun Joy tak pernah menduga bahwa mereka, Paman serta anak istrinya, akan menginap di rumah ini.

Sesuatu tentang orang itu ditambah lingkup sosial serta keluarga megahnya selalu berhasil mengintimidasi. Jangan lupakan sorot mata yang kelam dan garang nan menjadikan Joy tanpa sadar mengambil langkah mundur satu demi satu kala mendeteksi pamannya keluar dari area terang, menuju ke arahnya.

Tangannya bahkan masih bertahan di besi pegangan tangga; mencengkeramnya semakin erat seiring keringat dingin mengucur dari dahinya.

"Sooyoung, apa kau membutuh—"

"Kak Soo! Kenapa lama sekali mengambil minumnya?"

Pedang-pedang imajiner yang serasa menahan tubuh Joy di sebuah tembok tahu-tahu serasa seperti hilang begitu saja ketika sebuah suara menelusup telinganya; menarik Joy ke kesadaran penuh.

Ada sedikit rasa malu serta gagal sebab Ia harus menunjukkan sisi lemahnya di depan si bungsu, namun sisi lain hatinya mengucapkan terima kasih tak berkesudahan seiring Yeri melangkah agak cepat menuruni tangga.

"I–iya. A–akan aku ambil sekarang."

Segera melarikan diri ke dapur setelah berusaha memaksakan senyum bagi paman yang Ia lewati begitu saja tanpa sapaan, Joy tak dapat menahan dirinya untuk menoleh dan menemukan Yeri tengah mengobrol biasa dengan pria itu; sama sekali berbeda dengannya yang pasti tampak seperti seorang tahanan nan bertemu bos teroris.

Joy sudah sepenuhnya mengontrol emosinya sendiri. Mungkin hal itu pula yang menjadi alasan dasar mengapa Ia mulai bingung akan sikap Yeri. Joy belum bertemu Yeri sejak siang. Ia juga yakin sekali bahwa dirinya keluar dari kamarnya sendiri dan bukan kamar Yeri, apalagi karena gadis tersebut memerintahkannya mengambil segelas minuman.

Yeri jelas tengah membantunya.

Lantas kejadian barusan melahirkan satu spekulasi di kepalanya; sebuah pemikiran nan dia akui sendiri sebagai kosepsi konyol.

Apakah Yerim mengingatnya?

🌗

Segini dulu. Males ngetik padahal idenya udh dimana2 sksksksk bhay max...

Regards
- C

Secrète ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang