28 - Her Life

2.3K 224 11
                                    

Lima tahun kemudian...

Violett dengan kesal membuka kopernya dan mencari pakaian dalamnya. Ia sibuk mengeringkan rambutnya sembari mengangkat handphonenya yang sedari tadi berdering.

"Halo?"

"Sudah mandi?" tanya suara di sebrang sana.

"Sudah!" balas Violett jengkel.

Wanita di sebrang sana tertawa kecil mendengar nada jengkel Violett "Aku menyuruhmu mandi agar kau tenang tapi tampaknya itu tidak berhasil."

"Bagaimana tidak?! Aku baru saja menangkap basah brengsek sialan itu telanjang bersama wanita lain di apartment kami!" ujar Violett kesal.

"Biar kuulangi. APARTMENT KAMI!" pekiknya dengan emosi yang sudah berada di ubun-ubun.

"Wow. Sabar, aku tau. Jangan berteriak. Telingaku bisa rusak"

"Maksudku, aku tidak akan semarah ini jika dia selingkuh. Tapi si brengsek itu beraninya membawa selingkuhannya ke apartment. APA DIA TERLALU MISKIN UNTUK MENYEWA HOTEL?"

Wanita di sebrang sana yang menjadi tempat berkeluh kesah setia itu bernama Tiana. Tiana adalah seorang wanita Asia yang menjadi teman baik Violett selama ia menempuh pendidikan lanjut di Stanford. Bisa dibilang sekarang mungkin Tiana adalah satu-satunya sahabat baik dalam hidupnya meskipun mereka baru berteman selama 5 tahun.

"Aku tidak kaget. Dia kan memang miskin." ujar Tiana

"Kau ingat kan saat kubilang sikapnya mulai aneh dan mencurigakan? Firasat wanita memang selalu benar!" seru Violett

"Jadi sekarang kalian resmi putus?"

"Tentu saja! Aku menampar wajahnya dan meminta dia mengembalikan setidaknya 50% dari uang deposit apartmentku!"

"Bagaimana jika dia datang menemuimu dan ingin kembali lagi? Apa kau akan menerimanya?"

"Apa kau gila? Wanita bodoh mana yang mau kembali ke pasangan yang selingkuh di depan matanya?"

"Bagus. Aku hanya memastikan kau tidak begitu bodoh" ucap Tiana lega.

"Tidak tidak. Kau boleh membunuhku jika aku sampai melakukan hal bodoh seperti itu."

"Kenapa sih nasib percintaanmu begitu buruk?" sindir Tiana tertawa

"Entahlah. Kupikir aku akan menjadi wanita karir saja seumur hidup. Mungkin aku akan mengadopsi satu anak agar tidak kesepian" keluh Violett mengenakan krim wajah di depan kaca rias.

"Ide bagus. Jujur saja aku tidak berpikir kau akan menemukan pria yang normal."

"Kurang ajar kau!" gerutu Violett

"Aku serius! Perlu aku sebutkan kisah cintamu selama kita berteman? Pria pertama hanya bertahan sebulan karena dia ternyata gay! Pria kedua hanya bertahan tiga bulan karena dia tiba-tiba kabur dikejar hutang. Lalu sekarang, saat kukira kau sudah menemukan pasangan yang cocok... ternyata dia selingkuh."

Violett mendesah. Semua yang dikatakan Tiana benar. Secara ringkas begitulah kehidupan cintanya selama lima tahun terakhir. Mulai dari berpacaran dengan pria gay sampai diselingkuhi di depan mata. Padahal kali ini hubungannya sudah bertahan selama satu tahun lebih, bahkan Violett sudah memutuskan untuk tinggal bersama pria itu. Untunglah belum terlambat untuk mengakhirinya.

Saat ia pikir kehidupannya berhasil, pria brengsek itu tidur bersama wanita lain di apartmentnya. Sekarang uang deposit apartment itu menjadi sia-sia karena Violett bahkan tidak sudi kembali kesana. Dia hampir menjadi gelandangan yang tidak punya tempat tinggal jika tidak ada Tiana, penyelamat sejatinya yang bersedia meminjamkan apartment saudaranya yang kosong.

"Aku bahkan tidak merasa sedih sama sekali. Padahal kupikir aku akan menangis tersedu-sedu. Melihatnya selingkuh hanya membuatku merasa marah dan... jijik?"

"Aku mengerti"

"Setelah kupikir-pikir apa aku bahkan pernah mencintai sampah itu?"

"Semua orang akan berpikir seperti itu setelah diselingkuhi karena mereka menyesal telah menjalin hubungan dengan orang itu"

"Tidak bisakah kau mengatakan kata-kata yang sedikit menghibur?"

"Ikhlaskan saja sampah sepertinya, anggap saja memberi sumbangan kepada wanita lain yang lebih membutuhkan. Bukankah itu sedikit menghiburmu?"

"Aku ingin menghapus nomornya tapi aku ingat bahwa aku masih harus menagih uang deposit apartmentku."

Tiana terbahak mendengarnya "Dia mungkin akan berakhir memblokir nomormu karena tidak punya uang."

"Terserah. Bila perlu aku akan menghantuinya seumur hidup."

"Aku akan kembali minggu depan. Saat itu, mari kita balas dendam. Berani-beraninya dia!"

"Kau punya ide, Ti?"

"Aku berpikir untuk menabur semut merah di tumpukan celananya. Bagaimana?"

"AW! TIANA! Aku mencintaimu!" Violett tertawa membayangkan aksi balas dendamnya. Ia membuka pintu balkon dan merasakan angin yang berembus menerbangkan rambutnya.

"Omong-omong, kau yakin aku boleh tinggal disini sampai aku menemukan apartment baru?" tanya Violett

"Tentu saja. Saudaraku sudah pindah ke negara lain jadi apartment itu sudah tidak digunakan. Dia berpikir untuk menjualnya jika tidak ada yang menempati" ujar Tiana.

"Sayang sekali dijual. Padahal tempat ini sangat bagus."

"Kau mau membelinya? Aku akan memberikan diskon."

"Tidak, terima kasih. Apartment mewah ini di luar kemampuanku."

Tiana tertawa lagi. Berbicara dengan Violett memang mampu mengembalikan moodnya.

"Jika dibanding dengan saat kita pertama bertemu, kau yang sekarang terasa lebih hidup" celoteh Tiana tiba-tiba

Violett terdiam sesaat "hidup?"

"Kau tidak tau? Dulu kau terlihat seperti siap mati kapanpun."

"Entah apa yang kau alami. Tapi kau terlihat menyedihkan dan tidak hidup."

Tanpa sadar handuk yang dibawa Violett terlepas dari pegangannya dan terbang ke balkon tetangga.

"AH! GAWAT!"

"Ada apa?" tanya Tiana mendengar teriakan spontan Violett.

"Handukku terbang ke sebelah!"

"Sebelah?"

"Apartment sebelah."

"Ambil saja. Bukankah pagar balkonnya tidak begitu tinggi?"

"Maksudmu aku masuk tanpa izin?"

"Aku tidak menyuruhmu masuk! Hanya ambil handukmu lalu kembali, bodoh!"

"Sama saja masuk kan!"

"Beda! Masuk itu melalui pintu. Kau hanya mampir di balkonnya."

"Baiklah. Nanti kutelpon lagi. Aku akan mengambil handukku."

"Oke. Hati-hati. Aku tidak mau harga apartment itu turun karena kau jatuh dari sana."

"Tiana sialan."

Violett memutuskan untuk memanjat balkon itu dan mendarat sempurna di balkon milik apartment di sebelahnya. Ia mengambil handuknya sembari menepuknya. Namun ketika ia menoleh, pemilik balkon itu ternyata berada di balik pintu kaca. Menatapnya dengan heran dan kaget.

Angin kembali meniup rambut hitamnya. Violett terdiam melihat pria yang berdiri di balik pintu kaca itu. Perasaannya campur aduk dan ia tak bisa berkata apa-apa kecuali memanggil namanya.

"Ashton"

To be continued...

EcstasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang