Ashton baru saja selesai mandi ketika handphonenya berdering dan Aiden meneleponnya.
"Hm?" jawabnya
"Syukurlah kau masih hidup. Kukira kau mati karena tidak kunjung menjawab teleponku" sungut Aiden
"Aku habis mandi. Kenapa?" tanya Ashton
"Tentang proyek AB, bagaimana menurutmu? Apakah aman untuk dilanjutkan setelah kontroversi kemarin?"
"Entahlah. Sekarang kan kau CEO nya"
Aiden mendengus kesal. Memang benar sejak satu tahun yang lalu Ashton akhirnya berhasil membujuknya untuk mengambil alih kepemimpinan perusahaan. Tapi dengan syarat pria itu akan membantunya semaksimal mungkin. Bukannya ditelantarkan seperti ini...
"Ayolah. Kau tidak mau perusahaan ini bangkrut di tanganku kan?" bujuk Aiden dengan sedikit ancaman.
"Aiden, kau cukup cerdas dan mampu untuk mengambil keputusan sendiri. Kenapa kau selalu meminta pendapat padaku?" dengus Ashton risih.
"Karena kau kakakku, kan?" Aiden jijik mengatakannya tapi apa boleh buat.
"Uh... dengar. Apapun keputusanmu yang terpenting adalah kau percaya diri."
"Lagipula aku tidak akan marah kalau kau membuat perusahaan disana bangkrut. Aku masih punya perusahaan lain disini." ujar Ashton.
"Kalimat orang kaya memang sangat menyebalkan" gerutu Aiden.
"Baiklah. Jangan membuatnya bangkrut."
"Kapan kau pulang ke New York?"
"Aku suka disini. Kenapa? Kau merindukanku?"
"Aku... berencana untuk melamar pacarku" ujar Aiden sedikit malu untuk mengatakannya.
Ashton membulatkan matanya, kaget sekaligus senang mendengar berita tersebut "APA? Kapan? Aku akan segera pulang!"
"Tunggu. Kau mengizinkannya? Tidak apa-apa jika aku mendahuluimu?" tanya Aiden ragu
"Tentu saja. Pacarmu akan kabur jika kau menungguku menikah terlebih dulu."
"Kau tidak mau menikah, Kak?"
"Akan kulakukan jika ada wanita yang cocok. Tapi saat ini aku cukup bahagia mandi uang setiap hari. Selain itu apalagi yang kubutuhkan?"
Sejujurnya Ashton bahkan rela mati kapan saja karena ia sudah mencapai puncak tujuan hidupnya. Jika diibaratkan sebuah game, kisahnya sudah tamat dan tidak ada tantangan lagi. Dia tak memiliki keinginan apapun dan hanya menjalani kehidupan sehari-hari selayaknya manusia. Dia tidak sedih namun juga tidak bahagia.
Hidupnya biasa-biasa saja.
Ah! Mungkin sebelum mati, dia ingin melihat Aiden menikah.
Itu saja.
Namun saat Ashton menoleh ke arah balkon apartmentnya, ia menyadari bahwa dirinya masih memiliki ribuan keinginan yang tidak pernah bisa ia luapkan sejak hari itu.
Rambut hitamnya menjuntai indah diterpa oleh angin lalu suaranya terdengar setelah sekian lama, "Ashton"
Ashton masih dan selalu menginginkan wanita itu. Lupakan ucapannya tentang rela mati, dia tidak mau mati sekarang.
"Maaf" ucap wanita itu berbalik
"Tunggu" Ashton mengejar dan menahan lengannya "Bisakah kita berdua berbicara?"
***
"Kau mau teh atau kopi?" tanya Ashton menatap Violett yang duduk gelisah di atas sofa
"Tidak, terima kasih"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ecstasy
RomanceWARNING: MATURE CONTENT!!! (17+) Keseluruhan cerita ini mengandung konten dewasa. Sangat diharapkan kebijakan para pembaca dalam memilih konten bacaan. Terima kasih. *** Violetta Gouldie rela melakukan apa saja demi mencapai sesuatu yang dia inginka...