Malam Takbir

2 1 0
                                    

Oleh: Buyung Wijianto

Senja telah tergantikan oleh kabut hitam di awan, penghias langit telah berganti menjadi malam yang gelap. Di setiap jalan sudut kota telah terhiaskan lentera lentera malam kemenangan menemani dan menerangi jalanku kembali.

Aku adalah seorang anak yang selalu disimpangkan dan tersisihkan oleh saudara saudaraku, semua teman selalu meremehkanku. Namaku Buyung terdengar sangat aneh jika mendengar kata itu, entah apa yang dipikirkan orangtuaku mereka memberikan nama itu kepadaku.

Sorotan lampu mengantarkanku pada tujuan akhirku, sebuah rumah kecil tak bernyawa tampak di depan kelopak mataku.
Terlihat seoarang duduk menantiku di sebuah kursi tua di teras depan sambil menghirup asap rokok, rasanya seperti seorang penentu nasib di rumahku. Aku langkahkan kakiku menuju ke dalam rumah dan melewati seoarang di teras itu, sontak terkejut aku, dia bertanya padaku macam macam hal yang buatku sangat terganggu dan rasanya jantung hatiku berdetak kencang, seperti sedang bertemu dengan seorang malaikat kubur yang konon ada. Ingin rasanya jantung ini keluar dan lepas bebas, ingin sekali kaki ini melangkah ke dalam dan menjauh dari kenyataan.

Di malam kemenangan itu aku sempat bertanya tanya mengap semua itu harus dikumandangkan, dari saat tenggelamnya sang senja seruan, deruan, lantunan kalimat yang selalu terdengar, hanya satu kalimat dan berulang ulang diucapkan. Kadang mereka itu jalan mengikuti parade membawa lampu lentera api yang menyala di atas sebilah bambu yang telah disiapkan.

Pikirku melambung dan memikirkan tanggapan, saran apa yang cocok untuk mereka saat itu, parade itu membuat kemacatan lalu lintas yang tak berujung, dari timur ke barat, dari utara ke selatan. Rasanya telinga ini sangat sulit tuk menerima suara suara yang sangat mengganggu itu.

Masuk dan tidur tanpa memikirkan keributan keributan yang tengah terjadi, di tengah gelapnya melam aku terjaga karena suara suara itu, lantas aku melangkah keluar untuk melihat apa yang terjadi, ternyata semuanya belum terlarut dalam tidur mereka semua malah terlihat sangat santai dan sekilas kulihat bola mata mereka yang sangat cerah. Mereka asyik mengobrol, menggurau dan ngerumpi kehidupan seseorang yang gak terlalu jelas kudengarkan.

Karena terbawa dengan cerita cerita mereka aku jadi terbawa suasana, sontak aku terkejut saat aku semakin mendekat mereka ternyata sedang membicarakan tentang seorang yang sangat disegani, dan dihormati di desaku. Topik mereka kini sangat menarik yakni Kepala Desa yang saat itu mengadakan acara acara perlombaan antar RT tapi hadiah untuk pemenang hanya sebuah piala tak berharga meski banyak maknanya.
Maklum, di desaku hanya uang yang diincar dan diburu, meski awalnya bekerja sama akhirnya semua terpecah belah karena uang.

Detik detik terlewati oleh cerita cerita yang unfaedah. Akhirnya mereka semua pulang dan terlarut di dalam mimpi yang mereka impikan.

Suara suara kumandangan takbir di malam itu pun kini terdengar lagi dan mampu mengantarkanku dalam mimpiku yang menjadi mimpi yang sangat indah.

Kumpulan Cerpen RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang