Amora Asasin

313 71 2
                                    

Kata orang-orang, FIB itu gudangnya mahasiswi-mahasiswi cantik. Gue nggak mau klaim gimana-gimana, tapi gue lihat temen-temen lain tuh emang cantiknya nggak ada obat. Sedangkan gue? Ya gini, biasa aja dan nggak ada yang spesial.

Gue buru-buru masuk ke kelas karena bener banget, jamnya mepet. Mana tadi tap cash gue nge-lag lagi pas buat naik bikun. Duh, jantung gue mau berhenti, serius. Pak Asep udah di kelas dan presentasiin materi. Mampus gue!

Nafas gue menderu sambil ketuk pintu pelan. "Permisi, Pak. Maaf, saya telat—"

"Ter-lam-bat. Terlambat, bukan telat. Itu bukan kata baku," ralatnya sambil mengisyaratkan gue masuk ke kelas, dia melirik gue agak tajam. Asli ini dosen, kalo nggak karena tugas dan mata kuliah gue juga ogah engap-engapan lari.

"Iya Pak. Maaf, saya terlambat."

Malu banget, ini tuh pertama kalinya gue telat. Dan, di sini ada kakak tingkat dong, malunya jadi double gini. Mana katingnya cowok lagi. Iya, ini mata kuliah gabungan jadi kakak kelas bisa aja ikut.

"Dari mana? Itu, mengapa bawa almet? Habis demo kamu?"

Astaga, Pak Asep! Tolong dong fokus aja ke telatnya gue, nggak usah ke almet. "Ketuker, Pak."

"Tertukar—bahasa yang baku, ingat."

Inyinyinyi, terus aja dikoreksi. "Iya Pak, tertukar sama anak geografi. Kemarin saya tidak sengaja meninggalkan ini di sana."

"Alesan tuh. Pasti dia telat karena kesiangan," celetukan salah satu kating itu bikin gue melirik sinis. Axel menatap gue balik nggak kalah sinisnya, lah kok dia yang galak?

"Diam kamu, Axel. Ingat ya, kamu ini menumpang di kelasnya adik tingkat, jangan berisik!"

Gue mengulum senyum, mampus aja lo, Axel! Rese sih!

Pak Asep menatap gue dari ujung kaki sampe ujung kepala, lah lagi scanning si Bapak? Otomatis gue juga ikutin pandangan matanya dia dong, takut aja dia lihat yang aneh-aneh.

"Naskah novelet kamu mana?"

Tuhkan, suaranya mengintimidasi banget. Gue dengan sopannya menyerahkan segepok kertas ke arah Pak Asep, dosen gue itu tersenyum tipis.

"Nah, ini yang saya tunggu. Kamu ini, walaupun terlambat mengumpulkan saya tetap suka hasil akhirnya. Besok, saya kasih kamu proyek, kamu mau?"

Mata gue terbuka lebar-lebar, perasaan gue seneng campur nggak suka. "Proyek? Proyek apa ya, Pak?"

Pak Asep menepuk pundak gue pelan dan senyum, "nanti saya kabari lagi, setelah kelas kita bahas ini. Bisa?"

"Boleh, Pak."

"Ya sudah, silakan duduk kembali ke bangku kamu dan saya akan lanjutkan presentasi materi saya."

Gue membungkuk sebentar—permisi ke Pak Asep dan balik ke bangku. Gue duduk tepat di samping kakak tingkat rese tadi. Iya, Axel. Axel Mares. Mares bukan Margonda Residence, yak. Ya walaupun tempat tinggal Axel emang di situ, sih.

"Adek cantik dari mana, sih?" bisik Axel, gue nggak acuh.

"Ditanyain diem aja—"

"Lo budeg tadi? Gue kan tadi abis balikin almet yang ketuker," sahut gue sewot, gue sedikit bisik-bisik karena Pak Asep lagi jelasin di depan.

"Galak bener, pantesan diputusin," celetuknya. Gue spontan diem, keinget sama Arhan. Bukan dia yang putusin gue, tapi gue yang putusin dia. Gue langsung menoleh ke Axel dan spontan tampar pipinya.

Nggak keras sih, tapi cukup buat temen-temen di sekeliling ngalihin perhatiannya dari presentasi Pak Asep. Beruntung dosen satu itu matanya agak soak, jadi dia nggak lihat adegan gue yang lagi tampol pipi mulusnya Axel.

Fix! UN1TY Nyebelin! 2 [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang